The Eyes are Opened

Bunga Bersemi Namun Bukan Untuk Ku (Part 02)



Bunga Bersemi Namun Bukan Untuk Ku (Part 02)

0Jantungku berdegup kencang seakan ingin keluar dari tubuhku. Mataku terpejam tak berani menatapnya yang sangat dekat denganku. Meskipun ia membersihkan bibirku hanya beberapa detik saja, namun buatku seakan waktu berjalan sangat lambat. Aku tak athu kenapa ia melakukan hal ini padaku jika ia saat ini memilih Karin menjadi kekasihnya. Aku tak mau juga di anggap sebagai perebut pasangan orang apalagi itu adalah sahabatku sendiri. Aku memberanikan diriku untuk mendorong kak Andrew yang masih membantu menghapuskan kotoran di bibirku agar aku tak terjatuh terlalu dalam dengan perasaan ini. Ketika aku mendorongnya, aku melihat dengan kedua mataku sendiri pada pergelangan tangan kirinya yang menggunakan gelang yang sama persis di foto Karin. Aku menjadi semakin sadar akan diriku dan perlahan melangkahkan kakiku mundur kebelakang dan menjadikan itu sebagai jarak untukku saat itu, supaya orang lain yang melihat pun tak salah sangka apalagi ini aku sedang berada di tempat umum. Aku terdiam saat melihat pergelangan tangan kirinya, aku juga merasakan di dalam dadaku sakit dan sesak. Aku terus melihat ke arah gelang yang ia gunakan dan hal itu akhirnya menyadarkanku jika aku bukanlah orang yang ia sukai. Ia hanya menganggapku seperti teman atau adik. Ia melangkahkan kakinya mendekatiku, namun aku melangkahkan kakiku mundur.     

"Kenapa non? Itu masih ada yang nempel dan belum bersih." Ucapnya sambil menyodorkan tissue basah pada wajahku.     

"Ah, biar aku saja yang membersihkannya kak. Makasi sudah mau bantu, tapi aku bisa bersihkan sendiri. Lagi pula nggak enak kalau ada yang ngelihat kak. Hehehe.." Ucapku yang mulai perlahan -lahan menghindarinya. Di saat yang bersamaan juga ponselku berdering, aku melihat di layar ponselku tertulis nama kak Dita memanggilku.     

[Drrrttt-ddrrrrtt-drrrttt]     

"Ah, bentar ya kak aku angkat telepon dulu." Ucapku sambil menjauh darinya dan mengangkat telepon dari kak Dita.     

["Deeekkk!! Kamu dimana? Kok belum balik kamar? Apa kamu lagi berdua'an sama si Andrew?"]     

"Iya kak ini mau balik kamar kok. Kamu mau donta nggak kak? Aku tadi minta tambah donat di resto."     

["Iya mau. Ya udah cepet balik! Udah malam jangan kencan mulu!"]     

"Iya. Ini juga mau balik kok. Byee nanti bukain pintunya!" Ucapku mengakhiri telepon dari kak Dita.     

"Uhhmm.. kak Andrew, aku harus balik kamar duluan deh. Sudah di cariin mama papa soalnya. Ow ya nanti aku kirim nomor teleponnya papa ya. Maaf ya kak.. dan terima kasih.. Byeeee.. See youu.." Ucapku sambil berjalan menjauh dari kaka Andrew yang masih berdiri di depan resto hotel, yang tak lama kemudian keluarganya baru keluar dari resto hotel.     

Aku berlari menuju kamar dan berusaha secepat mungkin agar tak terlihat lagi oleh kak Andrew. Ada perasaan kecewa dan sedih saat mengetahui yang sebenarnya, meskipun mereka berdua tak ada yang bercerita padaku. Yah.. sedih karena cowok yang aku kira ia suka padaku, ia tak menyukaiku. Namun ia menyukai sahabatku. Aku tak tahu hars berbuat apa dan tak tahu harus bersikap bagaimana setelah ini. Apakah aku harus menjauhinya? Apakah aku harus menunggu salah satu dari mereka menceritakan semuanya padaku? Saat ini rasanya kepalaku kosong dan benar-benar nggak tahu harus berbuat apa! Air mataku mulai menetes perlahan dan membasahi pipi. Aku terdiam dalam tangisan yang tak tahu au harus berbuat apa, karena kak Andrew sendiri juga bukan kekasihku dan ia tidak pernah sekalipun menyatakan perasaannya padaku. Kami hanya dekat seiring nya waktu dan seintensnya kami bertemu di dalam kegiatan sekolah. Aku mulai menghapus air mataku ketika lift yang aku naiki sudah di lantai dimana kamarku berada. Aku tak ingin papa dan mama khawatir akanku hanya masalah ini. Apalagi papa mulai tertarik pada kak Andrew. Aku tak ingin papa emosi pada kak Andrew dan malah menghancurkan hubungan mereka.     

Pintu lift terbuka, aku berusaha menghapus air mataku dan memastikan mataku tidak merah saat aku pulang ke kamar nanti. Aku mengelapnya dengan tissue yang tadi aku terima dari kak Andrew. Aku mengangin-anginkan mataku agar cepat kering air mata yang ada di pipiku, serta menarik nafas danmembuang nafas berkali-kali agar emosiku lebih stabil. Membutuhkan waktu 10 menit untukku menenangkan diriku sendiri baru setelah itu aku memencet tombol bel kamar.     

[Ting-tong]     

Pintu terbuka dan kakak telah menungguku di depan pintu. Aku langsung masuk kamar dan berpura-pura seperti tak ada kejadian apapun sebelumnya.     

"Kok lama dek?" Tanya kakak sekali lagi saat aku tiba di kamar.     

"Iya tadi aku emang ngobrol sama kak Andrew sebentar selagi aku mengantri mengambil donat. Antrinya lumayan banyak soalnya banyak yang masih makan." Ucapku sambil menaruh satu kantung kue donat di atas meja.     

"Mama papa mana kak?" Tanyaku basa basi.     

"Mama papa sudah tidur. Rasanya mereka kerasa nyaman banget di sini sampai-sampai jam segini sudah tidur. Coba kalau di rumah, papa jam segini masih begadang."     

"Hahahaha.. iya. papa kalau di rumah masih begadang nonoton bola. Hahahahaha.. Ya udah biarin aja kak. Yuk kita masuk kamar aja. Ow ya itu donatmu langsung di makan aja. Kalau besok nggak enak pasti."     

"Lho kamu tumben nggak makan donat?"     

"Udah tadi sewaktu jalan ke kamar sudah aku habisin. Hehehe"     

"Hih dasar tukang donat. Hahahaha."     

Malam itu aku tak dapat tidur, rasanya di kepala ku banyak sekali yang aku pikirkan. AKu berkali-kali memutar balikkan badanku. Hingga benar-benar aku lelah dan akhirnya aku duduk di atas kasur sambil mengambil ponsel kakak yang ia taruh di sebelah bantalnya. Aku membuka akun sosial medianya dan melihat akun milik Karin. Ketika aku membuka akun milik Karin, foto yang ia posting tadi sudah tak ada lagi di halaman utamanya.     

"Hah? Sudah di hapus? Kenapa? Apa ketahuan ya?" Gumamku yang penasaran kenapa foto mereka di hapus.     

Ketika aku mengembalikan ponsel kakak di sebelahnya lagi, kakak terbangun dan melihatku yan masih belum tidur.     

"Belum tidur dek?" Tanya kakak.     

"Iya nggak bisa tidur." Ucapku singkat.     

"Kenapa? Apa masalah foto itu?"     

"Iya. Aku nggak bisa tidur juga kepikiran masalah foto itu juga sih."     

"Emang bener ya yang di foto itu Andrew? Apa kamu sudah memastikannya? Sudah tanya Andrew?" Tanya kakak yang langsung duduk di sebelahku.     

"Nah itu.. aku nggak bisa tanya apapun. Toh ya, aku tahu foto itu juga nggak sengaja di akun sosmednya Karin. Mau tanya kaya gimana coba kak? Kan aku juga bukan ceweknya. Kak Andrew juganggak ada nyatakan perasaannya sama aku kok. Serba salah nggak sih kalau kaya gini? Mau cemburu tapi nggak bisa. Mau ngelarang juga nggak bisa. Mau mengakui dia punyaku juga gak bisa. Tadi juga di dadaku terasa sakit tapi nggak berdarah. Terasa sesak tapi bukan sakit sesak nafas. Aku harus gimana ya kak? Apa iya aku harus tanya terlebih dahulu sama Karin? Apa aku harus tunggu pengakuan dari salah satu dari mereka atau mereka berdua yang bercerita sendiri sama aku?" Ujarku bertubi-tubi pada kakak.     

"Sudah-sudah.. sini" Ucap kakak sambil membuka kedua tangannya padaku untuk memberikanku sebuah pelukan agar aku lebih tenang dan dapat melepaskan segala yang aku rasakan.     

Aku membalas pelukan kakak dan tak lama kemudian air mataku kembali mengalir di pipipku dan membasahi seluruh wajahku hingga pundak kak Dita. Aku menangis sambil menahan suasar tangisanku agar tak terdengar hingga ke kamar mama. Malam itu aku benar-benar mulai belajar mengikhlaskan apapun, baik yang bukan milikku maupun yang harusnya menjadi milikku. Kakak yang melihatku baru pertama kali seperti ini, ia hanya bisa terdiam dan terus memelukku tanpa melepaskan tanganya sedetikpun.     

"Sudah dek sudahh.. kalau dia emang bukan jodohmu juga akan di jauhkan sama Tuhan, kalau di jodohmu juga akan di dekatkan kembali oleh Tuhan. Jangan khawatir akan apa yang ada di dunia dan apa yang ada di depan mata, karena semuanya itu semu. Banyak berdoa saja sama Tuhan, minta petunjuk, jika memang benar Andrew itu jodohmu pasti akan ada jalannya untuk ia menyatakan perasaannya padamu dan kalian akan bersama. Tapi jika memang bukan jodohmu, ya nggak akan Tuhan dekatkan padamu. Tuhan pasti punya alasannya sendiri kenapa ia bukan jodoh terbaikmu. Pokoknya jangan khawatir, jalani aja hari-harimu seperti biasa. Nggak usah mengkork-korek mereka untuk mengakui hubungan mereka. Biarkan saja. Kalau mereka mau menceritakan semuanya pada akhirnya ya kamu dengarkan saja. Hatimu nggak perlu panas. Tapi jika mereka nggak ada yang mau menceritakan tentang hubungannya juga biarkan. Anggap saja kamu nggak tahu sama sekali. Kalau mau berteman dengan Andrew yaa berteman aja dengan sewajarnya. Nggak usah kasih harapan atau kamu meminta harapan padanya. Nantinya kamu sendiri yang akan sakit hati. Oke?" Ucap kak Dita yang seketika membuatku tenang dan dapat berpikir dengan jernih.     

Malam itu aku akhirnya memutuskan untuk berdoa pada Tuhan akan masa depanku dan pasanganku. memnita petunjuk di setiap keputusan yang akan aku ambil baik itu untuk pendidikan maupun untuk karir dan orang yang datang padaku nanti. Setelah aku lebih tenang dan nggak terbawa perasaan lagi, aku mulai mengambil ponselku yang aku taruh di sebelahku. Aku membuka pesan untuk kak Andrew dan mengirimkan nomor telepon papa padanya sesuai janjiku tadi sewaktu bertemu dengannya di resto. Setelah aku mengirimkannya, tak lama ia membalas pesanku untuk mengucapkan terima kasih.     

11.25 AM ["Makasi non nomor teleponnya. Nanti aku langsung simpan. Biar besok sore aku bisa hubungi papamu langsung. Hehehe.."]     

11.27 AM ["Iya kak. Sama sama.. Ya udah kak aku tidur dulu yaaa.. byeee.. see you and good night"]     

11.28 AM ["Iya good nite non.. Ow ya besok pagi mau nggak renang bareng? Kalau mau aku tunggu besok pagi jam 7 di kolam renang. Oke?"]     

11.29 AM ["Oke. Ayo besok renang. Byee.."]     

Selesai mengirim pesan terakhirku padanya aku langsung tidur dengan tenang tanpa harus berpikir berlebihan dengan apa yang aku ketahui hari ini. Aku berharap besok di hari baru tak mengalami hal seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.