The Eyes are Opened

Penunggu Motel Tua (Part 05)



Penunggu Motel Tua (Part 05)

1Hal ganjil yang terdapat di dalam penginapan ini mulai terlihat olehku, yah...meskipun kakak atau mama papaku tidak akan menyadarinya, namun aku yakin dengan benar jika penginapan ini bukan penginapan biasa.     

Aku yang baru saja menabrak seseorang entah masih hidup atau sudah mati itu berjalan dengan tatapan kosong kembali ke tempat dudukku. Aku masih sedikit tak percaya dengan apa yang aku lihat barusan, sangat sukaar untuk di cerna apalagi sekarang masih pagi dan matahari bersinar cerah di luar sana. Eh, tunggu! Matahari? Apa ada matahari yang menyinari penginapan ini? Apa perasaanku saja jika sedari tadi tak nampak cahaya matahari memasuki bagian dalam penginapan ini maupun halaman yang ada di penginapan ini. Aku mencari jam yang ada di ruang makan, terlihat di dinding sebelah kananku dekat pintu masuk. Jarum jam menunjukkan pukul 10.15 WIB, harusnya matahari sudah berada di atas dan menyinari dengan teriknya saat ini. Aku menoleh ke kiri dan melihat taman bermain di luar, cahaya matahari menyinari dengan semu seakan langit di tutupi oleh awan, jadi terlihat mendung dari luar. Kakak yang masih asik menikmati makanannya melirikku yang sedang melamun dan mengagetkanku agar aku tak melamun berkepanjangan.     

"Kamu kenapa Ndra? Kok dari tadi ngelamun terus? Ini snacknya udah mau habis lho! Kamu masih mau nggak? Kalau nggak mau kakak habisin lho!?"     

"Nggak apa kak. Cuman lihat pemandangan diluar aja, kelihatan adem dan sejuk gitu ya di sini. Nggak ada panas-panasnya sama sekali." Ucapku yang masih terus melihat ke taman bermain.     

"Iya disini enak banget, hawanya dingin, sejuk, nggak terlalu terik panas mataharinya. Jadi nggak takut kebakar kulitnya secara langsung. Apalagi penginapan ini ada di puncak juga kan? Ow ya kalau sudah selesai makan ayo kita kembali ke mama, katanya papa mau ajak kita jalan-jalan ke bawah." Ucap kakak sambil membersihkan mulut dengan lap yang tersedia di meja.     

Kami langsung membereskanpiring kotor kami dan segera meninggalkan ruang makan pagi itu. Di saat kami hendak meniggalkanruang makan, perasaan aneh muncul kembali. Aku menoleh ke belakang sebelum keluar dari pintu ruang makan dan melihat para pegawai di sana dan beberapa tamu lain yang memiliki wajah yang pucat memandangi kami terus menerus dengan tatapan tajam. Aku bergidik saat melihat tatapan mereka dan dengan sengaja aku mendorong kakak agar keluar dari ruang makan lebih cepat.     

"Kamu ini kenapa sih Ndra? Kok dari tadi aneh, sekarang dorong-dorong kakak. Kalau kakak jatuh gimana?" Omel kakak padaku.     

"Iya maaf, sudah nanti aja aku ceritain ayo cepet ke kamar mama aja." Ucapku sambil berjalan lebih cepat dari biasanya.     

"Ada apa sih? cerita dong. Masa iya rahasia-rahasiaan?" Tanya kakak yang memaksa untukku menceritakan apa yang terjadi.     

"Kakak ngerasa aneh nggak sih di penginapan ini?"     

"Hmmm ya senjak kejadian tadi pagi ya ngerasa aneh. Ada yang ketuk-ketuk kamar tapi nggak ada orangnya, pas pagi-pagi pula. Terus suasana sunyi tadi waktu kita makan, menurutku itu sangat aneh. Biasanya kan tamu penginapan waktu makan pasti ada aja yang di obrolin, tapi tadi ruang makannya sunyi kaya kuburan." Ujar kakak.     

"Hah? Kakak juga nyadar to kalau di ruang makan itu aneh suasananya? Kok nggak bilang ke Andra?"     

"Ya enggak lah. Malah enggak enak aja kalau di omongin saat itu. Iya kalau emang perasaan kakak aja, kalau bukan gimana? Apalagi kalau sampai kedengaran orang yang ada di sana gimana? Kan nggak enak!"     

"Iya emang sedikit aneh sih penginapan ini sejak tadi pagi, dan yang lebih anehnya lagi seluruh di dekat penginapan ini kok rasanya nggak ada panas cahaya matahari ya? Apa karena lagi mendung atau gimana? Sama sekali di luar teduh banget suasananya. Di dalam penginapan juga cuman lorong-lorong gini nggak ada jendela yang bisa membiarkan cahaya masuk. Cuman beberapa kamar aja deh yang menghadap keluar jendelanya." Tukasku sambil terus berjalan di tengah-tengah lorong yang panjang menuju ke kamar dengan langkah kaki yang kami percepat agar cepat tiba di kamar.     

Di saat kami sedang berjalan, kami melihat seorang nenek yang sedang berdiri di dekat meja nakas dan lukisan dinding bergambar sebuah rumah tua. Nenek itu hanya terdiam berdiri di sana tanpa melakukan apapun. Aku terus memperhatikannya dari jauh hingga mulai dekat dengannya. Pertama kali yang aku lihat adalah rambut dari nenek itu yang mulai terlihat hitam sebagian dan kulit pada tangannya terlihat lebih kencang dari sebelumnya. Aku terdiam tak dapat melihatnya lebih lama, kami menyapanya dengan senyuman dan ia membalas senyuman kami. Lalu ia berkata kepada kami.     

"Kalian jangan bermain terlalu jauh di dalam penginapan ini. Sangat berbahaya. Dan jangan terlalu malam jika berpergian." Ucapnya dengan nada yang sangat lirih.     

"Baik nek, terima kasih. Selamat pagi." Ucap kakak membalas nenek itu dan berlalu begitu saja.     

"Kak, kak. Apa maksud nenek itu ya? Emang ada apa?" Tanyaku yang sedikit penasaran dengan ucapan nenek itu.     

"Nggak tahu. Di iya in aja deh. Pokoknya jangan jauh-jauh kan kalau mau kelilingin penginapan ini?" Ucap kakak sambil berjalan menuju pintu kamar mama yang sudah ada di depan mata.     

"Maaaaa.. Paaaa... Jadi berangkat sekarang ta?" Tanyaku saat membuka pintu kamar penginapan.     

"Iya jadi. Nih kami sudah siap. Kalian sudah siap?" Ujar mama yang sudah siap dari tadi.     

"Ya udah bentar ya ma kami ambil tas dulu di kamar. Kalian langsung aja ke mobil, nanti kami langsung nyusul." Ujar kakak yang langsung meninggalkan kamar mama dan berlari menuju ke kamar kami.     

Pagi itu penginapan ini terasa sangat sepi sekali hampir tak terlihat orang baru datang maupun keluar dari penginapan ini. Kami yang mulai sedikit was-was dengan penginapan ini selalu melihat keadaan sekitar sebelum meninggalkan penginapan ini. Dan benar saja, para pegawai dari penginapan ini selalu memberikan tatapan yang sinis dan tajam pada kami yang hendak keluar.     

"Eh, kak lihat ke kanan deh bentar lagi." Ucapku yang ingin menunjukkan ke kakak tentang lukisan besar itu.     

"Ada apa'an?"     

"Ini ada lukisan yang gede banget, lukisan gambar cewek tapi cantik banget kaya cewek ini hidup dan hanya terpajang di lorong sebelah kanan yang abis ini kita lewati." Ujarku.     

Aku pun menunjukkan lukisan itu pada kakak, dan saat kakak melihatnya, ia terkagum dan terpana dengan hasil lukisan yang sangat begitu nyata.     

"Iya bener Ndra, lukisannya bagus banget. Kaya nyata gitu." Ucap kakak yang tanpa sadar mendekati lukisan itu dan hendak menyentuh gambar lukisan itu. Namun di saat tangan kakak sedang terulur hendak menyentuh lukisan, tiba-tiba kami di berhentikan oleh salah satu pegawai penginapan.     

"Ehem! Maaf ya kak lukisannya jangan di sentuh. Dan kalau bisa seluruh barang atau properti di penginapan ini jangan di sentuh." Ucapnya dengan tegas dan dengan tatapan sinis pada kami.     

Mendengar hal itu kakak langsung menjauh dan meninggalkan lorong itu. Di saat kakak sudah meninggalkan lukisan itu dan berjalan keluar, ia mendengar suara pintu yag berada di samping lukisan itu berderit. Kakak terkejut lalu menoleh kebelakang, ia melihat sepasang mata mengawasinya dari dalam kamar itu. Kakak mulai ketakutan dan menarikku untuk segera keluar dari penginapan.     

"Kalian ini dari mana aja sih? Kok lama sekali? nanti keburu sore lho kita turun ke alun-alunya." Omel papa yang sudah menunggu kami sedari tadi.     

"Iya tadi perut Andra sakit pa, jadi ke toilet dulu." Ucapku yang terpaksa berbohong pada papa.     

"Ya udah. Kita berangkat ya."     

Kami menuruni tebing dan jurang yang sangat terjal di sisi kanan jalan. Jalanan yang sangat sempit dan hanya dapat di lalui oleh satu badan mobil saja membuat papa membawa mobil dengan sangat hati-hati. Beberapa kilometer telah di lalui, jalanan juga mulai lebar, yang tadinya sangat jarang sekali ada kendaraan lewat di sekeliling kami, kini mulai banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang. Kami melewati hutan yang sangat lebat, terdengar suara monyet yang bersaut-sautan. Kakak langsung membuka jendela mobil dan menikmati angin gunung yang sejuk sambil mengeluarkan tanganya dari jendela mobil. Kami membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke alun-alun. Sesampainya kami di alun-alun, kami langsung menuju ke tempat makan sate ayam dan sate kambing yang berada di alun-alun yang terkenal ramai dengan pengunjung. Kami juga tak lupa menimkati beberapa makanan ringan yang terjual di sekitaran alun-alun. Lalu berjalan menyusuri tempat wisata yang tak jauh dari pusat alun-alun. Di saat kami sedang berjalan-jalan menuju ke tempat wisata, ada seorang ibu-ibu paruh baya berdiri di samping kami. Pakaiannya terlihat kumal dan bau. Ia seperti orang gila yang tak memiliki tempat tinggal, namun ada yang berbeda dengan ibu ini. Aku yang berdiri di sebelah mama memperhatikan ibu-ibu ini.     

"Aura ibu ini beda." Gumamku.     

"Apa Ndra? Kenapa? apanya yang beda?" tanya mama yang tak sengaja mendengar ucapanku.     

"Oh nggak apa kok ma." Tukasku.     

["Kenapa ibu ini terus mengikuti kami ya? Dari alun-alun tadi sampai di depa ntempat wisata ia tak hentinya mengikuti kami dari belakang. Apa ada yang ia inginkan?"] Gumamku dalam hati.     

"Pa, itu ada orang gila yang dari tadi ngikutin kita. Apa nggak perlu kita usir aja?" Tanyaku pada papa.     

"Mana? Ohh.. biarin aja. Namanya aja orang gila. Udah yuk kita masuk ke dalam." Jelas papa sambil memberikan gelangtiket masuk ke tempat wisata.     

Pukul 17.00 WIB.     

Kami baru saja selesai bermain di tempat wisata yang kami kunjungi. Karena lapar, kami akhirnya langsung keluar dari tempat wisata itu dan hendak berjalan ke rumah makan yang berada di seberang jalan. Ketika aku yang paling belakang keluar dari tempat wisata, orang gila itu menghampiriku dan menarik ujung bajuku. Aku terkejut dan hampir saja berteriak, ia yang terlihat seperti orang gila itu lalu mengarahkan telunjuknya di depan bibirnya, memberikan tanda padaku untuk tidak berteriak. Seketika saja tanganku refleks menutup mulut untuk tidak berteriak. Aku hanya memandang mata ibu itu dengan tatapan penasaran dengan apa yang ia inginkan. Aku melepas tanganku dan segera merogoh ke dalam tasku, lalu memberikannya uang untuk ia belikan makan. Namun ibu itu menolak uang yang aku berikan dan mengembalikkan uang yang aku beri. Semakin heran aku melihat ibu itu, lalu aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.     

"Maaf bu, ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku pada ibu itu yang terus menatap dan memegang ujung bajuku yang tak ia lepas sedari tadi.     

"Kamu. Kamu harus hati-hati." Ucapnya dengan tegas.     

"Ya? Apa bu? Maksudnya gimana?" Tanyaku yang sedikit bingung dengan ucapannya.     

"Apakah kamu sekarang sedang menginap di daerah sini?" Tanyanya.     

"Iya. Saya sedang menginap di puncak, uhmm.. lebih tepatnya di penginapan di atas sana."     

"Penginapan di atas puncak ini? Kamu dan keluargamu melewati hutan?" Tanyanya dengan tatapan kosong yang terus melihatku.     

"Iya benar. Kenapa ya bu?" Tanyaku yang semakin penasaran dan tak lama sebelum ibu itu menjelaskan, kakak menghampiriku ingin membawaku menjauh dari ibu itu. Namun aku menolak ajakan kakak dan menahannya sebentar untuk mendengarkan apa yang ibu itu ingin sampaikan padaku. Ia melihat ke arah kak Dita yang berdiri di sebelah kananku, ia melihat kak Dita dari ujung kepala sampai ujung kaki,lalu melihat ke arah langit dimana bulan purnama telah bersinar dengan terang.     

"Keluar dari tempat keramat itu!! Keluar malam ini juga sekarang dan jangan kembali ke tempat itu!!" Teriak ibu itu yang hampir membuat keributan di tengah jalan. Ia berjalan menjauhi kami sambil berteriak-teriak tentang seseorang yang berada di penginapan itu. Kami saling bertatapan dengan tatapan takut. Ibu itu yang masih berteriak-teriak di hampiri oleh dua orang security lalu di amankan ke kantor polisi terdekat. Melihat itu aku bersama kakak langsung lari ke arah rumah makan yang berada di seberang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.