The Eyes are Opened

Murid Pindahan (Part 02)



Murid Pindahan (Part 02)

2Hari-hari berjalan seperti biasa. Akupun mulai terbiasa dengan kehidupanku saat ini tanpa hadirnya pasangan. Aku lebih fokus pada sekolahku, memngingat sekarang bukanlah waktu bermain-main lagi. Aku harus mendapatkan nilai yang baik untuk dapat daftar di universitas kelak. Mengikuti pelajaran seperti biasa, bermain seperti biasa, dan berteman seperti biasa. Reina yang murid baru di kelasku pun sudah mulai dapat berbaur dengan anak yang lainnya dan mulai memiliki teman yang banyak. Semakin lama juga ia lebih terlihat jauh berbeda dengan yang dulu. Terkadang ia terlihat seperti melamun di bangkunya, diam tak melakukan apapun.     

Ketika ia sedang berdiam di bangkunya sendirian, aku melihat dari bangku ku ada yang aneh dengan Reina. Seakan ada yang selalu bersamanya. Awalnya aku tak tahu apapun dan mengabaikannya. Sampai beberapa teman yang lainnya yang juga mengenal Reina saat masih kecil berkata " Rere sekarang berbeda yah dari pada dulu. Uhmmm.. kaya kadang terlihat diem, lebih ke cewek, tetapi kaya orang kerasukan sesuatu. Bringas banget."     

Mendengar hal itu aku lebih sering memperhatikannya dari jauh hingga suatu hari aku berpapasan dengan Reina yang baru saja kembali beli pentol di depan gerbang sekolah. Ia berjalan masuk ke dalam gedung sekolah, sedangkan aku baru mau ambil makan siangku di pos satpam. Dari jauh aku melihatnya jalan sendirian di tengah teriknya matahari sambil memakan pentol yang baru saja ia beli. Di saat itu aku tak sengaja melihatnya dengan sangat fokus, lalu sekilas aku melihat ada sosok perempuan yang selalu berdiri di sampingnya menggunakan baju adat Bali serta mengenakan selendang di pinggangnya. Aku yang melihatnya saat itu seketika saja terkejut hingga wanita yang mengikuti Reina melihatku dari kejauhan. Aku yang menyadari hal itu langsung menunduk dan tak berani mengangkat kepalaku sedikitpun sampai aku berjalan lebih jauh dari Reina.     

"Huh?! Apa itu tadi? Kok ada cewe pake baju adat di sampingnya Reina? Masa iya Rere ketempelan sama penunggunya di Bali? Yang bener aja?"     

"Doooorrrr!!!" Kejut Karin yang melihatku dari kejauhan, dan langsung ia mengikutiku.     

"Ahhhh!!! Bikin kaget aja sih kamu Rin! Haduuuhhh untung aja ya aku nggak punya penyakit jantung! Kalau punya, sudah pingsan mungkin aku sekarang."     

"Hahahahaha.. Abisnya aku dari tadi panggilin kamu, kamunya nggak noleh sama sekali e.. Ya udah aku ikutin aja. Hahahaha.. Kenapa sih sampe sekaget itu? Kaya abis lihat hantu siang bolong aja."     

"Iya emang abis lihat hantu siang bolong. Nih ada di sebelahku sambil nemplok kaya cicak. Hahahahaha.."     

"Heeee... kok jahat gitu sihhh.. Masa iya aku di sama'in sama cicak. Hahahaha.. Kamu mau ambil makan ta Ndra?"     

"Iya. Mama bawakan aku makan siang soalnya. Kamu Rin?"     

"Sama. Tadi mamaku juga bilang mau anterin makanan buat siang ini."     

"Tumben banget mamamu anterin makan?"     

"Iyaa.. katanya lagi sama mamamu. Hehehehe.."     

"Aahhh.. pantesan.. mama tadi masak banyak banget.. Hehehehe... Ya udah kalau gitu mau nggak makan siang bareng di kelasmu?"     

"Iya. Yuk lah.."     

Akhirnya kami berdua mengambil nasi kotak yang sudah di bawakan oleh ke dua mama kami di pos satpam. Lalu kami segera makan di kelasnya Karin seperti waktu kami masih SMP.     

"Waaahhh.. kelasmu lebih rame dari pada kelasku ya Rin.."     

"Iya. Makanya terkadang aku seneng banget di kelas ini anak-anaknya rame-rame. Eh iya, kamu tadi kenapa kok lihatin si Rere kaya gitu?"     

"Uhmm.. gini Rin.. kamu ada ngerasain ada yang aneh nggak sih sama Rere? Kok rasanya abis dari Bali terus balik ke sini tuh dia agak beda nggak sih?"     

"Iya. Emang. Dari sikapnya kadang beda banget, kadang bisa kaya dulu. Bringas nggak terkontrol."     

"Nah!! Kannn!!! Aku tadi juga ngerasa kaya gitu.. Sampe akhirnya aku tadi berpapasan dengannya, dan kamu tahu nggak waktu aku lihat Rere dari dekat itu ada yang nempel ngikutin dia terus."     

"Hah? Maksudmu apa Ndra? Ada cicak yang nempel?"     

"Bukaaannnn!!! Tapi kaya ada 'penjaga' yang selalu ikutin Rere gitu. Kaya ketempelan tapi itu 'penjaga' yang ia bawa dari Bali. Paham nggak maksudku sampe sini?"     

"Hah? Serius kamu Ndra tadi lihat kaya gitu?"     

"Iya. Mana ada aku berbohong sih? Jadi agak horor nggak sih?"     

"Iya. Kok Reina juga diem aja ya?" Tanya Karin yang semakin penasaran dengan temannya itu.     

"Yaaa... mungkin aja dia di kasih 'barang' itu tapi nggak tahu kalau itu ada 'penjaga'nya?"     

"Ya bisa jadi ya... Udah ah, lanjut makan aja lagi Ndra. Biarin aja Rere kalau nggak sampai membahayakannya ya nggak apalah."     

"Iya, ya sudah lah..     

Setelah selesai makan, aku langsung kembali ke kelasku sebelum bel istirahat berbunyi. Di saat aku sedang duduk di bangku ku sambil memasukkan kotak makan yang aku bawa ke dalam tas sekolahku, aku melihat lagi-lagi Rere terlihat melamun sendirian di bangkunya. Aku yang mengetahuinya sedang dalam pandangan kosong, aku langsung menghampirinya agar ia punya teman untuk mengobrol.     

"Hei! Kok bengong terus?" Ucapku sambil menepuk pundaknya. Ia terkejut saat melihatku duduk di depannya.     

"Eh, hey Ndra. Kaget aku. Aku kira sapa. Hahaha.."     

"Hayoooo... mikirin apa kamu sampe bengong kaya gitu? Hati-hati lho kalau bengong siang-siang bisa kesambet lho! Hahahaha.."     

"Hahahahaha.. iya Ndra. Abisnya masih belum banyak yang kenal dan deket aja sih ya.. Jadi masih sering sendirian nggak ada yang di ajak ngobrol. Hehehehe.."     

"Ya kamu bisa ajak aku kalau kamu pengen ke kantin atau cuman pengen ngobrol kok. Nggak perlu malu. Tumben banget kamu sekarang malu-malu, biasanya..."     

"Biasanya malu-malu'in ya kannn? Hahahahahaha!!" Waahhh kalau inget masa itu emang bener-bener jadi malu sih sekarang. Dulu masih kecil sering banget pake kaos kutang sanga celana dalem doang lari-lari kemana-mana, sampe ke warung dekat rumahpun pake baju kaya gitu. Udah kulit item malah jadi item lagi. Hahahahahaha.."     

"Iya lho tapi pake kaya gituan aja udah jadi baju ternyaman sepanjang hidup. Sekarang mau pake baju gituan ya bisa gawat lah.. Hahahahaha.."     

"Ow ya Re, kamu di sini tinggal sama sapa terusan?" Tanyaku pada Reina sebelum ia bengong kembali.     

"Ah, aku di sini tetep tinggal sama emakku, terus karena emak sudah tua banget, jadinya emak ikut tante sih.. Aku sekarang tinggal di pasar Jum'at itu lho Ndra. Yang dari sini dekat sama klenteng."     

"Ohh.. ya dekat sih.. Terus rumah emakmu yang jalan Pangandaran itu gimana?"     

"Sudah lama di jual itu. Terus sama tanteku di belikan rumah yang di dekat pasar Jum'at itu. Lebih gede emang rumahnya. Lebih luas juga. Cuma ya gitu, itu rumahnya banyak hantunya Ndra. Aku sering banget di gangguin. Dari yang ada dengar suara orang ketawa malam-malam, sampe suara barang jatuh di dapur. Padahal nggak ada apa-apa pas di lihat ke dapur. Sampe tanteku pelihara anjing lho! Tapi ya tetap aja tuh. Gimana ya cara ngusirnya? Nggak nyaman banget aku jadinya. Pengen aja balik ke Bali kalau kaya gini." Ucapnya sambil melihat ke arahku dengan wajah yang gelisah.     

Mendengar apa yang di ceritakan Reina siang itu aku jadi semakin tahu kenapa ia sering banget melamun di siang hari saat jam istirahat. Bisa jadi karena pengaruh hal negative di rumahnya serta 'penjaga'nya yang tak mampu dengan energi yang di sana lebih besar dari pada energinya. Sehingga Reina lebih terlihat lelah tiap hari dan sering melamun.     

"Apa tantemu nggak mau panggil pendeta buat doa di rumahmu sana?" Ucapku memberi saran.     

"Sudah. Aku sudah kasih masukan kaya gitu. Malah tanteku marah-marah nggak suka dan bilang aku nggak perlu ikut campur urusan rumahnya. Aku awalnya nggak tahu apa-apa saat itu, sampe akhirnya aku tahu tanteku main dukun untuk penglaris usaha tokonya yang di luar kota dan ternyata makhluk halus yang ada di rumahku itu peliharaannya buat penglaris. Gila nggak sih itu?? Aku sampe nggak abis pikir lho bisa kaya gitu. Padahal dulu tanteku rajin banget ke gereja. Tapi setelah ia menikah sama orang Jawa Tengah malah kaya gitu kelakuannya." Ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.     

"Makanya itu kamu sering melamun?" Tanyaku sekali lagi.     

[Teng! Teng! Teng!]     

Terdengar bunyi bel istirahat yang sudah habis. Aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan menoleh ke arah Reina yang mengangguk membenarkan apa yang kutanyakan itu. Aku langsung memberikan tanda oke menggunakan tangannku dan berjalan kembali ke tempat dudukku.     

Sejak aku berbicara dengan Reina, aku sering kali merasakan aura dari 'si penjaga' selalu bersinggungan denganku dan tanpa ku sadari 'ia' tak menyukai aku dekat dengan Reina. 'Ia' tak ingin aku mengusik kehidupan Reina untuk saat ini yang telah menjadi 'wadahnya'.     

Hingga suatu saat setelah beberapa bulan berlalu, Reina mengalami kerasukan. Saat itu aku sedang tak berada di kelas dan beberapa anak yang ada di kelas sontak terkejut dan mereka banyak yang berhamburan ke luar kelas. Ada yang berlari langsung mencari pak Frans di ruang guru, ada beberapa anak yang di kelas dengan memiliki jiwa yang lemah akhirnya terkena efek dari kerasukan siang itu. Suasana menjadi sangat riuh hingga beberapa anak kelas 2 yang berada di lantai atas melihat ke arah bawah semua untuk mencari tahu sedang apa yang terjadi saat itu.     

Suara teriakan Reina dan anak lain yang kerasukan terdengar hingga seluruh sekolah. Aku baru saja kembali dari membeli makan pun terkejut melihat keramaian yang terjadi di dalam kelas saat itu. Tiba-tiba saat aku hendak berjalan mendekati kelasku, aku di cegah oleh Karin yang berada di halaman sekolah bersama kak Andrew.     

"Ndra!! Jangan dekat-dekat ke kelasmu dulu!!" Teriak Karin sambil menarik lenganku agar aku tak mendekati kelas.     

"Emang ada apa sih sampe rame gitu?"     

"Reina tiba-tiba aja kerasukan. Aku juga nggak tahu. Tahunya tuh dari kelasmu terdengar suara anak nangis, dari awalnya pelan banget sampe akhirnya kencang banget. Terus nggak lama, ada anak kelasmu juga ikutan kerasukan. Katanya sih dua anak yang kerasukan juga. Makanya di kelas sekarang ada pak Frans, pak Ali, sama pak Imam yang nangani mereka semua."     

"Hah? Kok bisa? Gimana ceritanya?" Tanyaku pada Karin.     

"Aku juga nggak tahu. Ini aja aku langsung lari ke sini. Untungnya ada ko Andrew masih belum pulang tadi. Masih di warung ayam dia terus aku panggil ke sini." Ucapnya sambil menyuruhku duduk di sampingnya.     

Terlihat dari seluruh anak yang dari kelasku langsung terlihat ketakutan hingga beberapa terlihat shock melihat kejadian seperti itu. Seakan energi negative yang ada di sekolah ini bersinggungan dengan energi dari 'penjaga' Reina sehingga seperti itu. Aku yang saat itu masih bingung dan tak tahu apapun akhirnya aku putuskan untuk melihatnya dari bawah pohon beringin duduk bersama Karin dan kak Andrew.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.