The Eyes are Opened

Berkemah : "Turun Gunung"(Part 04)



Berkemah : "Turun Gunung"(Part 04)

0Pukul 11.30 WIB     

Hari sudah semakin siang, namun hujan saat itu turun sangat deras dan masih belum berhenti. Pak Eka dan Via tetap menuruni gunung meskipun kondisi yang sangat sulit untuk mereka tempuh. Dengan sangat hati-hati pak Eka menggendong Via yang tegeletak lemas di punggung beliau dengan tubuh yang sangat basah dan dingin terkena hujan hari itu. Hingga akhirnya pak Eka tiba di pos 4 bertemu dengan beberapa pendaki yang lain dan pak Andi yang menunggu di bawah pohon damar. Melihat pak Eka yang sedang menggedong Via yang sudah sangat lemas, beberapa pendaki yang sedang berteduh dengan sigap membantu pak Eka menurunkan Via dari punggung pak Eka dan membaringkannya di tanah yang beralaskan dedaunan yang sudah mengering.     

"Makasi banyak ya mas sudah bantu saya." Ucap pak Eka sambil membungkuk beberapa kali memberikan ucapan terima kasih pada pendaki yang membantunya.     

"Nggak apa pak. Sama-sama. Kita juga saling bantu kok kalau sedang kesusahan. Hehehehe.. ini adiknya kenapa emangnya pak?" Tanya pemuda itu.     

"Ini murid saya sedang datang bulan saat mau pulang tadi. Di tengah jalan saat turun dari gunung malah pingsan sampai sekarang belum siuman." Jelas pak Eka sambil beberapa kali mengoleskan minyak kayu putih di bawah hidung, dahi dan lehernya.     

"Waduh pakk kalau sedang datang bulan pas posisi masih digunung itu paling menakutkan sih pak.. Soalnya itu incaran makhluk-makhluk halus di gunung dengan bau darahnya. Mungkin adiknya ini sampai pingsan karena itu deh pak."     

"Iya saya juga menduganya karena itu mas.. Makanya ini saya gendong untuk cepat-cepat turun."     

"Ya sudah pak hati-hati ya pak selama turun nanti. Perbanyak berdoa saja. Saya ijin naik dulu pak. Hujannya sudah mulai reda."     

Setelah pak Eka berpisah dengan pendaki tersebut, ia melihat pak Andi dengan kelima muridnya berteduh di bawah pohon yang tak begitu besar.     

"Pak Anddiiiii!!!" Teriak Pak Eka yang masih berteduh di bawah pos 4.     

Melihat pak ekya yang berteriak, seketika saja pak Andi langsung melihat kerarahnya dan dengan cepat menghampiri pak Eka meninggalkan ke lima muridnya.     

"Pak gimana keadaan Via?" Tanya pak Andi yang baru saja berlari menjemput pak Eka.     

"Ini saya baringkan di sini dulu tadi. Via benar-benar pingasan tak dapat siuman sedari tadi. Barang-barang kami di bawa dua orang porter ini." Ucap pak Eka sambil menunjukkan dua orang porter yang sedang beristirahat di samping Via yang sedang terbaring.     

"Ini saya juga bingung membawa Rena turun, kakinya benar-benar lemas nggak bisa berdiri. Gimana ya?" Tanya pak Andi yang kebingungan.     

"Maaf pak, kalau saya menyela." Ucap salah satu orang porter yang membawakan barang pak Eka.     

"Itu anaknya yang duduk di bawah pohon kenapa?" Tanyanya lagi.     

"Oh, itu mas, di ketahuan mengambil salah satu bunga yang ada di gunung Lawu ini mas. Gimana ya caranya biar anak didik saya bisa berjalan lagi?" Tanya pak Andi.     

"Itu maaf kalau saya lancang sebelumnya ya pak.. Itu yang saya lihat, kaki murid bapak sedang 'digandoli' sama 'penunggu' gunung Lawu pak.. Kalau bisa bunga yang di ambil segera di taruh kembali di salah satu tempat dan meminta ijin untuk mengembalikkannya. Lalu anaknya dan bapak.. uhhhmmm kaya bapak itu meminta maaf kepada yang empunya gunung atas apa yang telah di perbuat, lalu mengembalikan bunga itu lalu minat doa restu kepada 'mereka' agar bapak dan rombongannya di selamatkan dan di bebaskan dari segala mara bencana dan kebencian 'mereka'" Terang tukang porter tersebut.     

"Oh gitu ya pak? Baik pak terima kasih atas sarannya. Saya akan lakukan sekarang. Kalau anak didik saya ini gimana caranya pak agar siuman?" Tanya pak Andi lagi.     

"Nah kalau adik ini memang nggak bisa langsung siuman sekarang pak. Apalagi lagi di gunung kaya gini. 'Mereka' sedang ngicar adik ini untuk ambil darahnya. Cara satu-satunya ya di bawa segera untuk turun pak. Jangan terlalu lama di gunung. Bahaya. Kasihan adiknya. Bisa meninggal kalau terlalu lama. Nanti kalau sudah turun segera di baluri minyak angin sekujur badan ya pak, sama di doakan untuk keselamatan dan rohnya agar tidak terlepas dari tubuhnya. Doa ini ya pak.."Jawab bapak porter sambil menunjukkan sepucuk surat yang bertuliskan bahasa arab berisi doa-doa.     

Setelah mendengar yang di perintahkan dari bapak porter itu, pak Andi dengan cepat turun kembali ke tempat Rena berada. Menyuruh Rena untuk menaruh bunga yang telah ia mabil dan dengan sungguh-sungguh untuk meminta maaf telah apa yang ia perbuat dan meminta doa perlindungan kepada 'penunggu' gunung Lawu.     

"Gimana Ren, apa yang kamu rasakan pada kakimu?" Tanya pak Andi.     

"Uhmmm.. ini kaki saya sudah mulai bisa di gerakkan pak. Terima kasih ya paakkk.." Ucap Rena yang sambil menangis memegang tangan pak Andi yang duduk di dekatnya.     

"Iya. Ya sudah kalau begitu jangan sampai kamu ulangi lagi lain kali di gunung manapun kalau kamu sedang mendaki ya!" Ucap pak Andi mengingatkan.     

"Iya pak. Terima kasih. Sekarang saya mau coba buat berdiri ya pak."     

"Iya. Bisa? Sini saya bantu papah kamu."     

Perlahan dengan pasti Rena kini dapat berdiri dan berjalan kembali meskipun sangat pelan-pelan tetapi akhirnya rombongan pak Andi dapat turun.     

Pak Eka yang melihat perkembangan dari jauh yang sudah dapat berjalan kembali memutuskan untuk ikut berjalan bersama pak Andi dan anak-anak yang lainnya. Pak Eka mulai membungkuk untuk menggendong Via, tetapi saat itu di tahan oleh bapak porter yang memberi saran pada pak Andi.     

"Pak! Biar saya aja yang bawa anak ini. Biar saya gendong. Bapak bawa tas bapak aja." Ucap bapak ini.     

"Sebentar pak. Apa nggak apa? Bapak yang membawa murid saya? Nama bapak siapa kalau boleh tahu?"     

"Nama saya Narto pak. Sini saya yang akan gendong muridnya."     

Lalu rombongan pak Eka pun menyusul pak Andi menuruni gunung menuju pos 3 dimana rombongan yang lainnya sedang menunggu di sana sambil berteduh.     

Hari sudah semakin siang. Terik matahari juga perlahan memancarkan sinarnya kembali. Hujan yang tadinya turun dengan sangat deras tiba-tiba perlahan telah berhenti. Jalanan yang kami lalui juga menjadi tantangan tersendiri karena sangat licin dan becek terkena hujan. Aku bersama Karin, Claudi dan Bella segera mulai berjalan kembali setelah Bella membuat tongkat kayu bagiku berjalan.     

"Ndra, kamu yakin bisa berjalan?" Tanya Karin yang masih memapahku dengan sangat lembut.     

"Iya aku nggak apa kok Rin, sakit di kakiku juga nggak terasa sekarang. Rasanya seperti di bius sehingga pergelangan kakiku mati rasa."     

"Ow ya ta? Baguslah kalau gitu. Kita harus sedikit cepat tapi sangat hati-hati untuk turun menyusul yang lainnya yang sudah tiba di pos 3." Ucap Bella yang berjalan di depan kami terlebih dahulu.     

"Eh kalian ada yang punya snack nggak? Gue merasa laper e.." Ujar Claudi.     

"Ini ada Di." Ucap Bella sambil memberikan sebungkus roti donat pada Claudi yang terlihat sangat kelaparan. Kami tahu kami saat tadi tak sempat untuk makan karena cuaca yang tidak mendukung.     

Ditengah-tengah perjalanan kami sedang turun ternyata kami di susul dengan rombongan pak Andi dan pak Eka yang membawa Via dan Rena yang juga mengalami musibah selama perjalan turun.     

"Lho Ndra! Kamu kenapa kakinya?" Teriak Pak Andi yang berjalan terlebih dulu di depan rombongannya.     

"Ini pak tadi saya tergelincir di atas. Makanya kaki saya bengkak dan sudah di berikan bobokan daun obat. Sewaktu saya tergelincir itu saya bertemu burung jalak yang memberi tahu obat-obat ini." Ucapku.     

"Lalu sapa yang memberikanmu obat itu Ndra?" Tanya pak Andi lagi.     

"Bella tadi pak yang meracikkannya untuk saya. Tapi sekrang sudah nggak apa kok pak. kaki saya seperti mati rasa di berikan obat bius, makanya saya bisa berjalan kembali saat ini." Ucapku sambil tersenyum.     

"Rena sama Via gimana pak kondisinya? Apakah mereka baik-baik saja?"     

"Iya baik-baik saja kalau Rena, tetapi Via nggak sadarkan diri. Dia pingsan sejak di pertengahan pos 5 ke pos 4. Sekarang sedang di gendong oleh seorang porter."     

"Kalau gitu lebih baik kita harus cepat untuk turun pak. Suruh anak-anak yang lain juga segera turun terlebih dahulu bagi anak-anak yang sudah di bawah pak."     

"Kalian ini sudah makan?" Tanya pak Andi.     

"Belum pak. Nanti aja waktu di pos 3 ya pak kita minta waktunya buat makan dulu." Ucapku sambil terus berjalan lebih lambat.     

"Kalau kamu nggak bisa jalan bilang ya. Nanti saya bantu buat mapah." Ucap Pak Andi yang terus berjalan terlebih dahulu di depan kami.     

Kami berjalan perlahan-lahan di tengah batu yang sangat licin yang perlahan mulai mengering terkena sinar matahari yang bersinar dengan sangat panas. Hingga akhirnya kami berjalan menuju pos 3 selama 1 jam lebih baru sampai. Kami dengan cepat untuk membuka tas kami dan mengambil nasi bungkus yang telah kami bawa. Disana aku bersama yang lainnya makan siang dengan nasi bungkus yang kami beli. Pak Andi dan pak Eka membuka kompornya untuk membuat mie instan karena perbekalan mereka telah habis terlebih dahulu. Pak Andi dan pak Eka sempat tertidur di pos 3 selama 30 menit sebelum kami berjalan kembali. Mereka terlihat sangat lelah sekali hingga wajah mereka kotor terkena tanah saat hujan tadi.     

"Pak! Pak! Pak Andi!" Ucap Angga yang membangunkan pak Andi yang sedang tidur.     

Tak lama kemudian pak Andi dan pak Eka terbangun.     

"Pak apa kita nggak jalan lagi?" Tanya Angga.     

"Iya Ayo kita jalan lagi. Mungkin yang lainnya juga sudah setengah jalan menuju pos 2." Ucap Pak Eka.     

"Kalian semua masih bisa berjalan kan?" Tanya pak Eka.     

"Iya pak kami sudah siap untuk berjalan lagi kok." Ucap Karin.     

"Kakimu gimana Ndra?"     

"Ini nggak apa kok pak. Masih kuat buat jalan. Semoga saja sampai di bawah bisa cepat turun" Ucapku yang sudah berdiri dengan bantuan tongkat kayu yang di buatkan Bella. Lalu kami berjalan kembali dan turun menuju pos 2 menjemput yang lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.