The Eyes are Opened

Kisah Kasih yang Berujung Maut (Part 03)



Kisah Kasih yang Berujung Maut (Part 03)

3Alunan musik kafe terdengar sangat keras hingga terasa memekakkan telinga. Lampu warna warni menerangi di setiap sudut kafe terlihat gemerlap. Suara bising orang-orang yang berbicara tenggelam dalam suara musik kafe sehingga harus berteriak agar dapat mendengarkan lawan bicara. Seorang perempuan mengenakan pakaian hitam berjalan mendekatiku yang tengah berdiri di depan toilet kafe, ia menyenggolku dan menghampiri Anton yang berada di depanku yang ternyata Bunga pacar aslinya. Sontak wajah Anton seketika terkejut dan langsung menghindariku.     

"Beb.. Kamu sedang apa di sini? Kenapa lama sekali?" Ucap Bunga sambil memeluk Anton dari samping dan memandangiku dari atas ke bawah.     

"Ah-iya ini mau balik tadi masih antri. Makanya lama." Ucap Anton membohongi Bunga.     

"Ini siapa beb? Apa kamu kenal dia? Dan kenapa tadi aku lihat kamu mengelus kepalanya?" Ucap Bunga dengan sedikit rasa curiga pada Anton. Langsung saja tanpa basa basi aku langsung mengungkapkan diriku pada Bunga saat itu.     

"Ah, kenalkan namaku Siska. Aku pacarnya Anton dari SMA AB." Ucapku dengan nada ketus dan dingin. Mendengar apa yang aku katakan, benar saja Bunga langsung terkejut mendengarnya. Matanya terbelalak tak percaya dengan ucapanku barusan dan langsung memandangi Anton dengan ekspresi marah.     

"Beb! Jelaskan apa yang di maksud cewek ini!! Kamu jangan macam-macam lho ya!" Ucapnya sambil berkecak pinggang.     

"Uhmm... Kamu jangan dengerin omongan cewek ini beb. Yuk kita balik aja yuk.." Ucap Anton untuk menghindari pernyataanku.     

"Eh.. Nggak bisa! Jelaskan dulu padaku maksudmu tadi! Barusan juga kamu bilang kamu cuma pacarku satu-satunya! Kenapa ada cewek ini seakan-akan dia cewekmu satu-satunya!" Ucapku dengan emosi marah. Kami berdebat di depan toilet sehingga membuat ke dua sahabatku datang dan juga Doni menjemputku dan membawa kami ke luar kafe.     

"Yuk Sis keluar dulu!" Ucap marsha sambil menarikku keluar kafe.     

"Ayo-ayo keluar dulu! Nanti di marahi sama pemilik kafe ini lho!" Ucap Doni sambil membawa kami semua keluar kafe.     

Di luar kafe, kami bertiga hanya terdiam dan tak ada yang berani mengatakan satu kata apapun. Cukup lama kami terdiam sampai akhirnya aku yang membuka percakapan di antara kami.     

"Jadi, bisa di jelaskan ini gimana?" Ucapku dengan nada tegas. Melihat Anton yang tertunduk dan tak dapat berkata apapun membuatku semakin kesal. Ia seakan ingin segera pergi dengan Bunga secepatnya dari sini dan menghindariku. Namun saat itu ia di hadang oleh Marsha, Cantika dan juga Doni sehingga Anton dan juga pacarnya tak dapat pergi kemana-mana.     

"Apa perlu aku harus menceritakan hal ini kepada orang tuamu? Agar mereka tahu kalau anaknya memiliki pasangan yang lainnya?" Ucapku dengan mengancam Anton.     

"Heh! Kamu jangan bawa-bawa masalah ini sama orang tuaku ya! Siapa kamu berani-beraninya mengancamku seperti ini?! Baik! Aku kasih tahu kamu ya! Aku ini pacarin kamu karena kamu itu cantik. Udah itu aja. Tapi kamunya malah bodoh kaya gini. Ya aku manfaatin sekalian lah. MAsa ada barang bagus nggak di pakai kan sia-sia. Hahahahahaha.. Tapi asal kamu tahu ya, pacarku yang aku kaui itu cuman dia seorang. Nggak ada cewek yang aku dekati maupun ku pacari aku akui sebagai pacar sesungguhnya. Hahahahaha.." Ucapnya dengan bangga di depan Bunga sambil terus memeluk pundaknya.     

Mendengar hal tersebut Bunga yang bukanlah wanita gampangan pun sontak terkejut mendengar pengakuan Anton. Seakan Anton masuk kedalam perangkap yang telah terpasang, ia akhirnya mendapatkan tamparan keras dari Bunga saat itu juga sehingga meninggalkan bekas tamparan dan sangat merah di pipinya. Aku dan teman-temanku hanya tersenyum saat itu terjadi dan kami tak ada berkata apapun. Hanya melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah pertengkaran hebat antara Anton dan Bunga di depan kafe, akhirnya Bunga meninggalkan Anton dan memutuskannya setelah mengetahui hal tersebut. Anton dengan ekspresi marah tak terima apa yang telah ia terima dari Bunga malah berujung menyalahkan Siska saat itu juga. Menurutnya hal ini akibat Siska yang menghampirinya di dalam kafe itu sehingga semua yang ia lakukan akhirnya terbongkar di depan Bunga, padahal Anton dan Bunga telah berencana akan melakukan pertunangan setelah lulus SMA. Dengan wajah yang masih marah, Anton meninggalkan kami dan berlari menjemput Bunga yang telah berjalan jauh. Siska tak menyadari jika ini bukanlah akhir sakit hatinya saat mengetahui Anton menerima ucapan putus dari Bunga, melainkan awal dari sakit hati yang sesungguhnya.     

Beberapa hari telah berlalu setelah hari itu. Kehidupan Siska berjalan seperti biasa hingga satu hari Anton menemuinya di depan gerbang sekolah. Terlihat ia menunggu Siska dengan menggunakan pakaian bebas saat itu. Ia menunggu di depan gerbnag sekolah bersama beberapa temannya menggunakan mobil Jeep hitam miliknya. Saat sepulang sekolah dimana anak-anak yang lain sudah kelaur dari gerbang sekolah, Anton langsung turun dari mobilnya dan menunggu Siska keluar dari gerbang sekolah. Ketika terlihat Siska yang tengah berjalan menuju gerbang sekolah, Anton langsung menhampirinya.     

"Halo sayang.." Ucap Anton dengan nada yang sangat lembut saat menghampiri Siska yang berjalan menuju ke gerbang sekolah. Melihat Anton yang berada di depan sekolahnya, Siska sangat terkejut hingga ia mundur beberapa langkah untuk menghindari Anton saat itu.     

"Lhoo.. kenapa kamu kok mundur-mundur begitu sih sama aku? Kenapa? Apa kamu nggak kangen aku ta?" Ucapnya sambil merayu Siska. Siska yang merasa kebingungan dengan sikap Anton berusaha untuk mencari perlindungan orang yang lewat di dekatnya, ia berharap ada sahabatnya yang menghampirinya.     

"K-kamu ngapain ke sini? Lagian kita kan sudah putus juga?!" Ucap Siska sambil melihat ke sekitar berharap ada temannya yang lewat saat itu.     

"Lhoo.. aku ke sini ya mau ketemu kamu lah.. Masa nggak boleh?? Aku mau minta maaf atas sikapku yang dulu. Yah.. aku menyesal setelah melakukan hal itu. Sejak hari itu aku selalu kepirian tentangmu terus lho Sis.. Makanya aku sekarang menghampirimu. Apa kamu nggak ingin memaafkanku?" Ucap tipu muslihatnya kepada Siska agar di percaya.     

"Nggak! Aku nggak mau memaafkanmu! Pergi sana! Kalau nggak aku bakalan teriak!!" Ucap Siska dengan lantang agar orang-orang yang melihatnya langsung membantunya. Namun sayangnya tak ada yang memperhatikan ataupun menolongnya, karena orang-orang yang melihatnya itu adalah pertengkaran pasangan yang pacaran saja.     

"Udah yuk.. sini ikut aku dulu, nggak enak kan bicara di sini.. DIlihat banyak orang. Yukk ke tempat biasanya sekalian makan siang." Ucap Anton sambil berjalan memeluk pundak Siska dan membawanya ke dalam mobilnya.     

Saat Anton membuka pintu mobilnya dan terlihat beberapa teman Anton di dalamnya, Siska sangat terkejut dan hampir saja berusaha untuk meloloskan dirinya dari genggaman Anton. Tetapi lagi-lagi Siska tak dapat melepaskannya dan terlihat salah seorang teman Anton membungkam mulut dan hidungnya menggunakan kain lap tangan yang ternyata telah di beri obat bius terlebih dahulu sehingga membuat Siska tak sadarkan diri setelahnya. Mereka langsung menggendong Siska masuk ke dalam mobil dan membawanya ke sebuah rumah besar dan kosong tanpa ada penghuninya. Rumah yang terletak di kawan elit di kotaku memang sangat sepi dan hampir tak ada orang atau tetangga yang peduli dengan satu sama lain sehingga mempermudah aksi yang di lakukan oleh Anton dan teman-temannya. Beberapa jam setelah pingsan, Siska terbangun dengan kondisi ia tak menggunakan busana sehelai kainpun di tubuhnya. Ia sangat terkejut setelah melihat kondisinya dan sambil menangis tersedu-sedu. Ia mengambil baju-bajunya yang telah berceceran di lantai rumah yang sangat kotor itu sambil mengenakannya kembali. Melihat ke sekelilingnya tak ada orang satupun di sana, Siska langsung bergegas keluar dari rumah itu sambil berlari sampai ke depan pintu utama.     

Hari mulai gelap, di dalam rumahpun juga sangat gelap tak ada penerangan satupun yang menyala. Ia membuka pintu rumah yang tak terkunci dengan sangat pelan-pelan. Melihat langit yang sudah menjadi petang dah hawa dingin menerpa tubuhnya yang masih menggigil ketakutan. Ia berjalan perlahan menuju pintu gerbang yang berada di depannya. Perasaan takut dan kotor menyelimuti dirinya. Seakan ia sudah jatuh dalam lumpur yang sangat dalam. Ia terus berjalan hingga mendekati gerbang pintu rumah itu dan perlahan membuka pintu yang telah berkarat serta terdapat banyak tanaman rambat menutupi pagar itu.     

[Krriiieeettt!!]     

"Siapa disana!!" Teriak petugas keamanan perumahan yang sedang berpatroli.     

Mendengar suara itu Siska langsung terkejut dan bersembunyi di balik pintu pagar dengan tubuh yang masih menggigil ketakutan dan lemas. Bibir yang mulai pecah-pecah serta tenggorokan yang kering membuatnya lebih susah untuk mengeluarkan suara meskipun sekecil apapun itu. Petugas yang berpatroli mengarahkan senter yang ia bawa ke arah gerbang rumah kosong itu dan meminggirkan sepeda yang ia kenakan di depan rumah itu. Terlihat gerbang yang terbuka sedikit, ia menuruni sepedanya dan mulai berjalan perlahan mendekati gerbang itu.     

"Halo!! Siapa disana!! Cepat keluar atau nggak saya akan lapor polisi!!" Teriak petugas itu dengan suara yang lantang dan tegas. Semakin mendengarnya semakin takut untuk keluar. Siska juga tak ada tenaga lagi untuk berlari. Kaki yang sakit dan kram membuatnya semakin susah bergerak apalagi melangkahkan satu langkah di depannya. Ia hanya terdiam di balik pagar tanpa bersuara sedikitpun. Hingga akhirnya ia di temukan oleh petugas keamanan dengann kondisi yang sangat memprihatinkan.     

"Masya Allah nakk.. kamu kenapa ada di sini dengan pakaian seperti ini?" Tanya petugas keamanan yang ternyata seorang pria paruh baya menemukan Siska yang tengah jongkok di belakang pintu gerbang karena ketakutan.     

Namun Siska tak dapat menjawab satu katapun dan terus meringkukkan badannya seakan takut ia mendapatkan perlakuan yang sama sebelumnya. Hingga akhirnya petugas itu dengan pelan dan lembut mengulurkan tangannya untuk membantu Siska berdiri dan mengikutinya ke pos jaga. Perlahan tapi pasti akhirnya Siska memberanikan diri untuk meraih uluran tangan petugas itu dengan tubuh yang masih bergetar ketakutan.     

"Nggak apa kok nak, nggak usah taku. Saya nggak ada niatan jahat sama kamu. Yuk ikut saya ke pos jaga yuk.." Ucapnya dengan sangat lembut seperti seorang ayah bicara kepada anaknya. Pelan-pelan Siska mulai berdiri dan memberanikan diri untuk percaya kepada petugas itu dan mengikutinya keluar dari rumah kosong ini dan terus berjalan bersama hingga ke pos satpam yang tak jauh dari sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.