The Eyes are Opened

Hantu Penunggu Kelas



Hantu Penunggu Kelas

3Hari berganti dengan sangat cepat hingga tak terasa kini aku mulai memasuki semester yang baru di kelas yang baru. Semua anak baru terlihat sangat gembira dan kelaspun menjadi sangat riuh dengan suara teriakan setiap anak di kelas satu. Kejadian kesurupan pun sudah tak pernah terulang kembali di sekolah, sehingga aktivitas belajar mengajar berjalan seperti biasanya.     

Aku berjalan menyusuri lorong sekolah menuju tangga yang dekat dengan kelasku. Yap. Kini kelasku berada di lantai dua persis di bagian tengah gedung bersebalahan dengan kelas lain di sisi kiri dan di sebelah kanan kelasku terdapat toilet cowok. Aku terus berjalan hingga memasuki kelas yang akan aku tempati selama satu tahun. Kini aku duduk di bangku kelas XI IPA-2 dimana kebanyakan anak di sekolahku beranggapan jika anak IPA merupakan kumpulan anak-anak yang sangat pintar. Namun bagiku itu bukanlah sebuah patokan yang jelas karena banyak anak pintar juga yang masuk kedalam kelas IPS. Beberapa temanku lebih banyak masuk ke kelas IPS dari pada kelas IPA dan kini aku memulai beradaptasi dan mulai mengenal lagi anak-anak yang sangat jarang aku ajak bicara selama kelas satu. Aku masuk ke kelas yang sudah terlihat sangat ramai, terlihat beberapa anak bergerombol dan berbincang bersama, terlihat sebgaian lainnya sedang asik dengan ponselnya. Aku terus melangkahkan kakiku memasuki kelas baruku dimana kelas itu tercium aroma yang tak biasanya. Iya. Aku mencium bau yang sedikit busuk di dalam kelas, entah bau itu dari mana sumbernya, namun di hidungku bau itu sangat menyengat dan membuatku pusing pagi-pagi. Aku langsung mencari tempat duduk di bawah jendela dengan tujuanku agar tak terlalu menyengat bau itu. Aku berjalan ke arah belakang kelas dan mengambil duduk di bagian belakang baris kedua.     

"Eh, ini kosongkan bangkunya" Tanyaku pada seorang cowok yang sedang serius membaca komik serta menggunakan headphone di kepalanya yang duduk di bangku paling ujung saat itu. Namun ia tak merespon ucapanku dan akhirnya aku mengulanginya lagi untuk yang kedua kalinya.     

"Hei! Ini kosongkan?!" Teriakku sekali lagi sambil menepuk lengannya hingga ia menoleh kepadaku.     

"Oh, iya ini kosong kok." Ucapnya dengan acuh dan langsung kembali membaca buku komiknya. Akupun langsung menaruh tasku di atas meja dan langsung menduduki bangku tersebut. Namun bau yang sedari tadi aku cium tak hilang-hilang dan semakin lekat hingga membuatku semakin pusing. Seakan bau busuk bangkai tikus atau bau toilet yang bocor. Aku langsung mengambil minyak kayu putih di dalam tas dan membubuhkannya di atas tissue sambil kuhirup beberapa kali.     

"kamu pakai minyak kayu puytih ya?!" Ucap anak di sebelahku sambil melotot ke arahku dan menutupi hidungnya dengan hoodie yang ia kenakan.     

"Iya. Kenapa emangnya?"     

"Aku paling nggak suka bau minyak kayu putih soalnya. Bikin mual tahu."     

"Oh.. sori-sori.. soalnya aku dari tadi ngecium bau busuk sama bau lembab gitu di kelas. Makanya aku pakai minyak kayu putih biar nggak pusing sih."     

"Hah? Mana ada bau busuk! Dari tadi aku nggak cium bau busuk kok. Biasa aja kok kelasnya dari tadi. Malah aku datang lebih pagi dan masih kosong kelasnya juga nggak ada bau-bau yang kamu bilang tadi. Salah cium mungkin... Atau kamu belum mandi? Hahahaha.."     

"Ihh.. Nggak tuh! Aku sudah mandi dan pakai parfum kali. Tapi beneran deh dari tadi itu aku ngecium bau busuk di sekitaran sini. Tapi nggak tahu sumber baunya dimana.." Ucapku sambil menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mencari sumber bau itu hingga sampai aku membungkuk mencari bau itu di bawah kolong tiap bangku.     

"Nggak ada baunya tuh! Sudah duduk aja! Sebentar lagi juga kelas di mulai." Ucapnya sambil memasukkan buku komik yang ia baca ke dalam tas. Akupun langsung menuruti ucapannya dan kembali ke tempat duduk sambil terus menghirup bau minyak kayu putih yang aku taruh di tissue yang sedari tadi tak pernah aku lepas.     

"Ow ya, namamu siapa? Kamu dari kelas mana?" Tanyanya sambil mengeluarkan buku dan alat tulis di atas meja.     

"Aku Dyandra, dari kelas XA. Kalau kamu?"     

"Aku Raka dari XC." Ucapnya sambil menoleh dan tersenyum ke arahku.     

"Salam kenal ya Ndra. Semoga bisa jadi teman baik." Ucapnya.     

"Iya. Salam kenal juga ya Ka. Uhmm.. kok rasanya aku hampir nggak pernah lihat kamu ya selama kelas satu?"     

"Ah, masa? Tapi emang aku jarang juga sih kumpul-kumpul kaya anak-anak yang lain di sana. Aku lebih suka menyendiri dan baca buku kaya tadi."     

"Kenapa?" Tanyaku penasaran. Di saat aku melihat ke arah Raka, aku merasakan ada yang berbeda dengannya. Ia tak sama dengan anak-anak yang lainnya.     

"Uhmmm.. yaaaa.. ada lah.. Nggak nyaman aja aku berada di antara mereka. Tapi entah kenapa aku tadi lihat kamu agak beda juga dari mereka."     

Mendengar ucapan Raka membuatku semakin bertanya-tanya hingga tak sadar aku membaca apa yang ada di pikirannya sedikit sebelum ia menyelaku.     

"Kamu abis ngapain tadi?" Tanyanya dengan nada ketus.     

"Hah? Apa'an?" Ucapku sambil menatapnya dan terbengong.     

"Kamu ngapain? Mau baca pikiranku?"     

Mendengar apa yang barusan ia katakan, aku mulai menyadari jika apa yang baru saja ku dengar itu merupakan apa yang di pikirkan Raka.     

"Oh, sori-sori. Aku nggak bermaksud melakukan itu, karena apa yang berusan aku lakukan itu ke kamu, aku nggak nyadar."     

"Lu, punya sixth sense ya?" Tanyanya sambil berbisik saat guru wali kelas memasuki ruang kelas.     

"Iya. Tapi itu terbuka juga nggak di sengaja."     

"Ya udah nanti aja lagi kita ngobrol. Gurunya sudah datang." Ucapnya sambil kembali melihat ke arah depan.     

Hari itu berjalan seperti biasa. Hari pertama di kelas dua tak banyak materi yang di bahas, beberapa hanya mengulang dan mendalami materi dari kelas satu sehingga tugas-tugas pun masih belum di berikan. Hingga tak terasa jam istirahatpun akhirnya berbunyi. Aku langsung mengambil dompet yang ada di dalam tasku dan langsung beranjak dari bangku ku sebelum kantin semakin ramai.     

"Kok baunya masih menempel sih? Perasaan tadi selama pelajaran nggak terlalu bau deh." Gumamku dalam hati saat berjalan keluar kelas.     

Setelah aku kembali dari kantin, suasana kelas saat itu sangat sunyi. Hanya terdapat beberapa anak saja yang berada di dalam kelas termasuk Raka yang selalu berdiam di bangkunya sambil membaca buku komik dan memakan sepotong roti sandwich di tangan kanannya. Di saat yang bersamaan, aku melihat ke arah jendela di atas Raka. Terlihat ada seorang anak perempuan yang terlihat berdiri di dekat jendela. Perempuan itu terlihat menggunakan pakaian putih dengan wajah yang terturup rambut, aku pun langsung berjalan berbalik ke arah pintu kelas dan melihat siapa yang berdiri di sana. Namun ketika aku melihat ke luar, tak aku nggak melihat siapapun di depan jendela. Bahkan nggak ada bangku yang bisa gunakan untuk memanjat dan melihat ke arah jendela.     

"Hah? Tadi itu siapa? Dari luar nggak ada orang, terus tadi yang aku lihat siapa coba? Lagi pula bangkunya di pindahin ke seberang sini sama anak-anak. Terussss???" Ucapku yang akhirnya terdiam sambil melihat ke arah jendela di atas Raka sudah tak terlihat lagi perempuan itu.     

Aku berjalan masuk ke arah bangku ku dengan tatapan yang terlihat bingung dan ketakutan. Sesekali aku melihat ke arah jendela di sebelah Raka dan memastikan tak ada anak perempuan yang berdiri di sana. Aku berdiri di samping meja Raka cukup lama sambil memandangi jendela di sampingnya, hingga akhirnya Raka memanggilku beberapa kali sampai aku tersadar.     

"Hoi Ndra! Kamu ngapain di sini sambil ngintip-ngintip di jendela sini?" Ucapnya dengan nada santai.     

"Ah, nggak apa kok." Ucapku dengan gugup dan langsung duduk di bangkuku.     

"Kamu penasaran ada siapa di sini ya?" Tanya Raka tiba-tiba sambil mendekati bangku ku.     

"Hah? Penasaran apanya?" Jawabku yang masih terlihat bingung dan gugup saat ia memergokiku.     

"Sudah laaahh.. aku tahu apa yang kamu lakukan dari tadi. Kamu pikir aku nggak lihat apa yang kamu perhatikan sedari tadi saat kamu baru balik dari kantin?"     

"Lho kamu kok tahu? Perasaan kamu dari tadi baca buku terus deh."     

"Yaa.. inilah kelebihanku salah satunya. Aku bisa tahu apa yang terjadi di masa depan. Dan apa yang kamu lihat itu emang yang nungguin di sini. Uhmmm.. mungkin bau yang kamu maksud itu dari cewek itu. Hehehe.." Jelasanya.     

"Kok kamu kaya biasa aja sih? Nggak kaget atau risih gitu sama 'mereka'?"     

"Ya risih adalah terkadang.. Tapi karena aku sudah bisa lihat hal seperti itu dari aku umur 10 tahun jadi kaya sudah terbiasa gitu kesininya. Nggak kaget juga jadinya kalau ada yang aneh-aneh. Tapi 'dia' nggak ngeganggu kok. Tapi terkadang aku ngerasa'in ada yang lainnya sering usil juga di kelas ini. Tapi 'dia' lagi nggak ada sih.. Jadi sekarang aman aja.. Hehehehe.."     

"Ohhh.. gitu yaa.. berarti dari tadi kamu ngecium dong bau yang tadi pagi?"     

"Iya. Tapi aku cueka aja sih. Mau gimana lagi..."     

"Tapi kok tadi pas guru dateng baunya nggak ada coba?"     

"Oh... itu tadi aku usir 'dia' sih. Aku suruh 'dia' buat pergi dulu selama pelajaran biar aku bisa fokus belajar. Hahahaha.. Udahhh.. nggak usah kamu pikirin deh 'mereka'. Berusaha cuek aja biar 'mereka' juga nggak kepo sama kamu." Terangnya sambil tersenyum kepadaku dan membuatku semakin percaya atas kemampuan ini. Yahhh.. setidaknya aku nggak sendirian yang memiliki kemampuan ini.     

Akhirnya selama seharian itu aku lebih akrab dengan Raka, kami bercerita banyak hal, saling tukar buku komik, dan tak jarang akmi juga sering mengerjakan tugas kelompok bersama. Hal itu ternyata membuat beberapa anak perempuan di kelasku menjadi cemburu dengan kedekatan kami, yang akhirnya aku tahu jika ada satu anak di kelasku ternyata telah menyukai Raka sejak duduk di bangku kelas sepuluh. Yah.. memang sih Raka itu cowok yang manis menurutku, tetapi dia buka tipeku ataupun seleraku. Agama kami juga sangat berbeda, hal inilah membuatku nyaman menjadikan Raka sebagai teman saja apalagi kita memiliki kemampuan yang sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.