The Eyes are Opened

Bunga Bersemi Kembali



Bunga Bersemi Kembali

0Malam yang sangat panjang akhirnya telah ku lewati. Sepanjang malam hampir tak dapat tidur dengan tenang dan nyenyak. Bisa di bilang semalam aku tak dapat tidur sama sekali. Gangguan dari makhluk halus semalam membuatku semakin berhati-hati saat menghadapi seperti 'mereka', karena tak semua makhluk halus dapat menerima keberadaan kita, jika bagi 'mereka' kita sangat mengganggunya.     

Matahari sudah naik lebih tinggi, sinarnya sudah menerangi sebagian tanah dan rumahku sehingga pancaran sinarnya mengintip dari jendela rumah. Mama dan papa sedang berberes rumah serta beberapa kali mendoakan tiap sudut rumah yang dapat memicu menjadi tempat tinggalnya para makhluk halus. Kami juga mengadakan persekutuan doa di rumah setiap hari kamis agar rumahku terhindar dari hal-hal jahat yang ingin mengusik rumah tangga kedua orang tuaku.     

Aku saat itu sedang membersihkan seluruh isi kamarku agra terlihat lebih bersih dan tak terlihat berantakan. Di saat yang bersamaan, tiba-tiba di ponselku terdengar suara notifikasi dari sosmedku berbunyi.     

[Ting! Ting! Ting!]     

"Siapa yang kirim pesan lewat sosmed ya? Tumben?" Ucapku yang langsung menaruh baju kotorku di lantai dan langsung mengambil ponselku yang aku taruh di atas meja belajar.     

"Oh, cowok yang kemarin ngajak ngobrol kirim aku pesan! Seriusan ini?" Ucapku dengan nada yang sangat gembira mengetahui ada seorang cowok yang mengirimiku pesan dan ingin berkenalan lebih dekat.     

Yap, aku beberapa hari ini sering kali bermain sosial media dan beberapa kali juga aku mengobrol dengan banyak cowok dan saling berkenalan di sana. Aku tak mengira ada cowok yang benar-benar serius menanggapi perkenalanku waktu itu. Kebanyakan mereka hanya sekedar basa basi untuk berkenalan dan memperbanyak jumlah teman mereka saja. Namanya Dito, seorang cowok yang berasal dari Jakarta dan ia sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan ternama. Aku tak menyangka dengan perkenalanku ini. Semua berawal dari ia mengkomentari sebuah fotoku yang aku posting beberapa minggu lalu. Fotoku bersama Choco yang baru saja datang ke rumahku, dari situlah ia akhirnya selalu mengomentari setiap fotoku yang ada. Akupun juga beberapa kali mengkomentari fotonya yang terpampang dengan sangat unik dan membuat gelak tawa saat melihatnya. Tak lama ia selalu mengirim pesan lewat dan mengobrol basa basi. Selama kami mengobrol aku merasa nyaman dan percakapan kami selama itu masih terus nyambung. Banyak hal yang kami bicarakan, belakang ini kami sering membicarakan hal-hal kesibukan satu sama lain dan beberapa kali ia sering bercerita tentang teman-teman kantornya yang selalu membuat masalah di kantor. Hingga akhirnya percakapan kami berujung pagi ini. Ia meminta nomor teleponku agar dia dapat menghubungiku dengan intens baik melalui kirim pesan maupun telepon.     

Sepanjang hari akhirnya aku lebih sering memandang layar ponselku dari pada mengajak bermain choco hingga mama menjadi penasaran kenapa aku segitunya dengan ponsel.     

"Ndra, kamu ini kenapa sih? Kok seharian main ponsel terus? Senyum-senyum sendiri? Hayooo.. ada apa.. Mau cerita sama mama nggak?"     

"Ih, apa'an sih mama ini. Nggak ada apa-apa. Andra cuman lagi chattingan sama temen doang kok. Udah ah, mama jangan kepo-kepo." Ucapku sambil berlalu masuk ke dalam kamar.     

Saat itu rasanya aku kembali di butakan dengan yang namanya cinta. Dimana ia datang jika kita tak mengharapkan kehadirannya dan berharap untuk selalu berada di dekatnya. Aku sangat merasa bahagia berkenalan dengan Dito, terkadang aku lebih sering melamun di ujung temoat tidurku dan berkhayal jika aku berpacaran dengannya. Sampai akhirnya mama mengetahui gelagatku yang muali jatuh cinta lagi setelah putus dengan Azka. Saat makan malam bersama, aku yang biasanya tak pernah membawa ponsel di meja makan, malam itu aku membawa ponselku dan hampir sebagian waktu makan malamku, kuhabiskan dengan terus memandang layar ponsel dan membuat papa menjadi marah.     

[Braaakkk!!]     

Papa memukul meja makan dengan sangat keras sehingga membuat ku serta mama terkejut. Dengan wajah kesal, papa terus memperhatikanku tanpa berucap sama sekali. Aku yang mengetahuinya langsung saja menaruh ponselku di atas pahaku dan kembali makan seperti biasa. Namun tidak dengan papa. Setelah melihatku dengan ekspresi yang seperti itu, ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan makanannya yang belum juga habis.     

"Pa?" Tanya mama.     

"Aku mau di kamar saja dulu."     

"Makannya?"     

"Aku sudah nggak nafsu makan." Ucapnya dengan langkah gontai papa langsung menuju ke kamarnya.     

Aku hanya terdiam dan tak dapat mengucapkan sepatah kata apapun dan hanya menyelesaikan makan malamku yang sudah tinggal sedikit. Aku juga tak berani mentap ke arah wajah mama yang duduk di seberangku.     

"Aku selesai." Ucapku setelah menyelesaikan makan malam dan hendak menaruh piring kotorku ke tempat cuci piring.     

Aku berjalan melewati mama yang sedang berjalan ke arah tempat cucian piring, dengan perasaan gelisah samapi aku tak berani mengangkat kepalaku di hadapan mam ayang melewatiku.     

["Waduuhh.. gimana ini kalau papa sampai marah dan ambil ponselku? Hmmm... Apa aku ke kamar papa ya buat bilang minta maaf? Tapi aku juga takut.. Hmmm.."] Gumamku dalam hati sambil berjalan pelan menuju ke kamarku.     

Setelah masuk ke dalam kamar, aku langsung melihat pesan yang tadi terkirim saat makan malam.     

"Ah, Dito mengirimiki pesan. Apa ya isinya.." Ucapku sambil membuka ponselku. Namun di saat yang sama mama tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.     

"Ndraaa..."     

"Iya ma.."     

"Kamu ngapain?" Tanya mama sambil duduk di tempat tidur sebelahku.     

"Ini lagi nggak ngapa-ngapain, smabil main hape aja." Ucapku langsung duduk di sebelah mama.     

"Apa kamu lagi dekat dengan seseorang sekarang? Kamu mau cerita sama mama?"     

"Uhm... yaa.. kalau di bilang deket sih, belum ma.. Andra baru aja kenalan juga kok ini."     

"Kenal dari mana? Cowoknya gimana?"     

"Baru aja kenal di sosmed. Ini foto anaknya." Ucapku sambil menujukkan sebuah foto yang terdapat di sosial media milik Dito.     

"Gimana ma? Cakep nggak?" Tanyaku pada mama saat melihat foto Dito.     

"Yaahhh... lumayan lah.. Lebih cakep ini sih dari pada Azka mantanmu itu."     

"Hah? Masa ma? Kalau misalnya aku jadian sama Dito boleh nggak ma?"     

"Ya.. mama sih nggak mempermaslaahkan kamu jika punya pacar, toh kamu juga sudah gede. Tapi ingat ya.. Kamu masih sekolah. Jalanmu masih panjang. Belum nanti kamu kuliah pasti banyak cowok yang lebih cakep dari pada Dito. Kalau mama kasih masukan, lebih baik kamu berteman dulu sama Dito. Kenalah Dito baik-baik, dari keburukannya dan kebaikannya. Jangan karena kamu merasa suka lalu kamu memilih berpacaran tanpa kamu tahu baik-buruknya. Dia juga belum tentu jodohmu Ndra." Ucap mama dengan tatapan yang sangat dalam saat berbicara kepadaku.     

"Ya tapi kan ma kalau nggak di coba dulu mana tahu dia jodohku atau bukan?"     

"Yaahhh.. terserah kamu sih. Kamu sudah gede kok. Sudah bisa ambil keputusan sendiri. Beda kamu waktu masih kecil. Mama tadi cuman kasih saran buat kamu agar kamu bisa memikirkannya kembali dan nggak sampai terluka lagi seperti yang lalu."     

"Iya ma.. Ow ya ma. Papa tadi marah apa karena Andra main ponsel di saat jam makan?"     

"Nah itu ya mama mau kasih tahu kamu. Papa kamu tahu kalau kamu dekat dengan seseorang yang sering menghubungimu lewat media sosial. Terus bertambahlah saat tadi di meja makan. Sebenarnya papa kamu nggak marah banget sama kamu, cuman papa kamu ngerasa kehilangan sosok anaknya jika kamu memiliki pacar, nanti kamu nggak memperhatikan papa lagi."     

"Iiihh.. Apa'an sih nih papa. Masa gitu aja sampe nggondok? Lah kan masih ada kak Dita."     

"Yaaaa.. tapi kan kamu yang lebih sering ketemu papa di rumah dari pada kakakmu Dita. Jadinya papa bakalan lebih merasa kehilangan kamu lah dari pada kak Dita. Besok aja coba kamu abisin waktumu sama papa. Pasti moodnya bakalan balik lagi." Ucap mama langsung beranjak dari tempat tidurku.     

"Iya deh. Uhmm.. mama mau kemana?"     

"Ya mama mau balik ke kamar lah. Ngantuk! Sudah jam berapa ini?? Ayo kamu juga tidur! Jangan main ponsel aja terus-terusan! Besok sekolah lho Ndra!" Ujar mama sambil keluar kamarku.     

"Iya maa.."     

[Drrrrtttt-drrrrtttt-drrrtttt-Drrttt]     

Terdengar suara getar dari ponselku dan langsung aku lihat Dito meneleponku malam itu. Saat itu sudah pukul sembilan malam, tepat setelah mama keluar dari kamarku.     

"Ya hallo??"     

["Halooo.. Dyandra yaaa.."]     

"Iya. Ini aku Dyandra. Kamu Dito?"     

["Iya.. Hehehe.. Ngganggu nggak?"]     

"Oh, nggak kok. Hehehe.."     

["Ok deh.. Aku kira kamu tadi sibuk atau sudah tidur, soalnya pesanku nggak kamu balas sih.."]     

"Oh iya! Maaf ya.. Tadi ada mamaku ngobrol di kamarku, jadinya aku nggak sempat balas pesanmu. Ini belum tidur kok. Hehehe.. Kamu sendiri kok belum tidur?"     

["Ini baru pulang kerja, terus mampir beli makan juga. Hehehe.. Kamu sudah makan belum?"]     

"Sudah kok, tadi jam tujuh sudah makan. Waahh.. kamu malam juga ya pulang kerjanya? Lagi lembur apa emang sering pulang jam segini kalau kerja?"     

["Iya. Hari ini karena masih awal bulan, jadinya lebih banyak lemburnya. Tapi biasanya nggak sampe malam gini kok pulangnya kalau lembur. Palingan jam tujuh atau jam delapan baru sampe rumah. Uhmm.. Kamu sudah mau tidur belum?"] Ucapnya dengan nada yang sedikit malu dan terdengar sanagt lembut di telingaku.     

"Belum kok. Masih belum tidur. Hehehe.. Katanya kamu abis beli makan? Nggak dimakan dulu nih?"     

["Iya ini mau makan. Mau nemenin aku sambil makan nggak?"]     

"Ya nggak apa kalau kamunya nggak ke ganggu sambil telponan. Hehehe.. Makan di mana?"     

["Ini makan di food court dekat kantor. Kebetulan masih buka jadi sekalian aja mampir ke stand langganan aku. Hehehehe.. Ini lagi makan nasi goreng hongkong sama koloke. Kalau kamu tadi makan malam apa?"]     

"Waahhh.. enak tuh malam-malam makan chines food. Aku tadi makan sama semur daging. Hehehehe.."     

["Itu lebih enak lagi deh rasanya. Apalagi denger masakan semur daging jadi inget mama ku."]     

"Oh, kamu di Jakarta nggak tinggal sama mama papamu?"     

["Nggak, mama papaku ada di Jawa Timur. Aku di sini ngekos. Hehehe.. Yaahh.. Namanya rejekinya dapet di sini mau gimana lagi. Kalau di tolak juga susah cari kerjanya.."] Ucapnya dengan nada yang memelas.     

"Iya sih.. mungkin kalau aku nanti dapet kerjaan juga bakalan kaya gitu kali ya? Nggak pilih-pilih kerjaan, kalau dapat yang bagus ya di terima, dapat yang jauh ya di terima.. Mungkin aku bakalan kaya gitu nanti. Hehehehe.."     

["Hahahaha.. ya tergantung kamunya lah.. Emang sekarang kamu sudah kuliah apa masih sekolah sih?"]     

"Masih sekolah. Baru aja kelas dua SMA. Hahahaha.."     

["Ow ya ta? Aku kira sudah kuliah.. Hahahaha.. Nggak nyangka masih SMA. MAsih kecil banget dong yaa.."]     

"Yaa.. tergantung sih. Emang kamu sendiri umur berapa kok bilang aku masih kecil banget?" Tanyaku dengan nada yang sedikit kesal mendengar ucapannya barusan, seakan-akan Dito saat itu meremahkanku.     

["Aku masih umur 21 tahun sih.. Hehehehe.."]     

"Ya nggak terlalu jauh lah umurmu sama umurku.. Terpaut empat tahun kok kamu tadi bilang masih kecil. Iya kalau terpaut 10 tahun gitu. Hahahaha.."     

Malam itu kamu berbincang sangat lama di telepon hingga tak sadar aku mulai mengantuk dan sudah beberapa kali aku menguap kelelahan. Beberapa menit kemudian saat Dito sedang asik bercerita, tak lama aku sudah terlelap dan tak menyadari jika teleponku malam itu masih terus menyala dan aku tertidur hingga ke esokan paginya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.