The Eyes are Opened

I Meet You (Part 03)



I Meet You (Part 03)

3[Krriiiinggg-Krrriiiinggg-Krrrriiiinggg]     

Terdengar suara dering ponselku bunyi, aku berlari dan langsung saja meraih ponselku yang aku taruh di atas meja belajar. Melihat sekilas di layar ponselku tertulis nama Dito sedang memanggil dan saat itu sudah pukul 21.30 WIB. Tanpa ragu lagi akupun langsung mengangkat telepon Dito.     

"Hallooo.." Ucapku saat menerima telepon dari Dito.     

["Hallooo noonn.. Sudah mau tidur?"]     

"Belum kok. Kan lagi tungguin teleponmu. Tadi kan sudah janji buat telepon katanya..."     

["Hahahahaha.. Sampek di tungguin nih aku.. Jadi malu deh.. Hahahahaha.. Lagi ngapain nih non?"]     

"Lhaaa mau gimana dong? Masa iya aku tinggal tidur?? Hahahaha.. Ini lagi tiduran aja di kamar. Hehehe.."     

["Emang biasanya juga kamu suka ninggalin aku tidur kan non? Lagi enak-enak ngobrol juga kamu langsung ngilang. Hayoooo... Hahahahaha.."     

"Hehehehe.. Ya abisnya kamu cerita tuh kaya ngedongeng sih. Makanya aku jadi ketiduran. Hehehehe.."     

["Waduh kalau kaya gini, pasti nggak lama bakal di tinggal tidur lagi nih. Hahahahaha.."]     

"Nggak lah Dit.. masa iya aku ninggal tidur tiap kita teleponan? Ow ya besok gimana jadi ketemuan jam berapa?"     

["Heh?! Sampek lupa gitu. Padahal dirinya yang sering ninggal tidur pas teleponan dan bisa-bisanya nih bocah nggak ingat. Ketemu besok gue jitak biar ingat lu. Hahahahaha.. Iya jadi dong.. Jamnya jam sebelasan atau di jam makan siang aja gimana? Terus mau ketemuan dimana non?"]     

"Hahahaha... Masa sih? Aku beneran nggak ingat sama sekali kalau aku pernah kaya gitu selama kita teleponan deh. Hahahaha... Uhmm.. jam makan siang itu jam berapa ya pak? Bisa kasih detail yang jelas? Kan besok bapak ketemuannya sama anak SMA pak bukan mau meeting sama client. Kalau tempatnya besok aku SMS-in aja deh."     

["Haduhh.. ya gini ini kalau kenalan sama bocil. Hahahaha.. Bercanda lho ya non. Jangan dimasukin hati. Jam makan siang itu ya sekitar jam dua belas sampai jam satu siang non. Gituuuu... Ah gimana sih, masa gitu aja lu nggak paham. Hahahahaha.."]     

"Ya bukannya nggak paham bapaaakkk.. tapi jam makan siang anda sama saya itu beda. Kalau saya itung jam makan siang dari jam satu sampai jam tiga. Hahahahahaha..."     

["Hahahahaha... dasar bocil. Hahahahaha.. Iya iya deeehhh.. besok jam sebelas aja gimana? Mau ketemuan di mana?"]     

"Uhmm... Ketemuan di tempat makan aja gak apa kan? Sekalian makan siang.. soalnya kalau mau ketemuan di cafe-cafe gitu nggak ada yang buka jam segitu.."     

["Oke deh.. Aku ikut aja. Yang penting bisa ketemu nonik satu ini. Hehehehehe.."]     

"Iiihhh.. masih sempet-semopetnya ngegombal."     

["Nggak ngegombal non.. Emang lagi nggak sabar aja mau ketemu. Hehehehe.. Kalau di kasih ijin juga ya aku mau kok ketemuan malam ini ke rumahmu. Hahahahaha.."]     

"Ya jangan ngadi-ngadi deh Dit kalau mau ketemuan malam-malam gini, bisa-bisa kena grebek sama petugas satpam dan tetangga. Hahahaha.."     

["Hahahahaha... ya aku juga nggak gila kok non. Hahahaha.."]     

Tak terasa kami berbicara lewat telepon hingga tengah malam, dan seperti biasa ketika aku mulai lelah hampir saja aku langsung meninggalkan Dito tidur yang masih asik bercerita di telepon, namun karena tadi aku sudah di tegurnya, akhirnya aku memutuskan untuk ijin tidur terlebih dahulu padanya. Tepat pukul 00.00 WIB aku mengakhiri teleponku bersama Dito malam itu dan kami sama-sama tak sabar untuk bertemu esok harinya.     

Hari berganti dengan sangat cepat, hingga tak terasa jika malam telah berganti menjadi pagi, bulan berganti dengan matahari yang menyinari bumi ini dengan sinarnya. Aku terbangun pukul 07.00 WIB, meregangkan seluruh tubuhku yang terasa kaku dan langsung bangkit dari tempat tidurku. Melihat layar ponsel yang ada di sebelah kiriku tak ada pesan apapun yang masuk, aku langsung berjalan keluar kamar dan berjalan menuju meja makan untuk sarapan pagi.     

"Nanti ketemuan jam berapa?" Tanya mama yang sedang merapikan meja makan setelah selesai sarapan pagi bersama papa.     

"Jam sebelas nanti ketemuannya. Nanti mama yang anterin Andra kan?"     

"Iya. Nanti mama anterin kamu tapi di depan aja ya.. Mama nggak akan nemenin kamu sampai masuk ke dalam apalagi nungguin kamu. Kamu sudah besar, jadi nanti temui sendiri."     

"Huufftt.. ya dehh.. Mau gimana lagi.." Ucapku dengan nada yang lemas sembari mengambil sebungkus nasi pecel langganan papa di atas meja makan.     

"Mau ketemuan sama siapa? Di mana?" Tanya papa yang tiba-tiba menghampiriku dari dalam kamar.     

"Itu lho pa yang kemarin mama ceritain." Jawab mama.     

"Sssttt.. Aku mau Andra yang cerita ke papa sendiri." Ucap papa sambil mengarahkan telunjuknya di depan bibir.     

"Umm.. itu pa, Andra mau ketemuan sama kenalan baru Andra. Namanya Dito. Nanti mau ketemuan di warung ayam depan sekolah Andra jam sebelas." Ucapku dengan perasaan gugup, takut papa akan marah atau tidak memperbolehkanku untuk pergi.     

"Hati-hati kalau ketemu cowok itu. Jangan asal mau diajak kesana kesini. Nanti pulang telepon mama. Nggak usah jalan-jalan sama kenalanmu. Ngerti."     

"Iya pa. Ya udah pa, ini Andra mau mandi-mandi dulu." Ucapku sambil merapikan meja makan setelah selesai makan.     

Aku langsung berjalan menuju ke kamar mandi dan langsung membersihkan diriku sebelum bertemu dengan Dito.     

Selesai mandi, aku langsung siap-siap dan membereskan kamarku sebelum aku tinggal pergi dan lagi-lagi aku memeriksa ponselku yang aku taruh di atas meja belajar.     

"Nggak ada pesan satupun yang masuk." Gumamku sambil terus membersihkan kamar dan merapikan seluruh barang yang tergeletak dimana-mana.     

Setelah selesai merapikan seluruh isi kamarku, aku membaringkan tubuhku sejenak di tempat tidur sambil membaca buku novel yang minggu lalu aku pinjam. Di saat aku sedang tidak fokus membaca, sekilas aku mendapat penglihatan dimana aku melihat seorang pria dengan rambut ikal yang membelakangiku menunggu di suatu tempat. Tak terlihat jelas dimana tempat itu berada, hanya seperti tempat kosong dan tak banyak benda di sekitarnya. Selain itu, terlihat sekilas pria itu menggunakan kemeja berwarna hijau army dengan postur yang tak terlalu tinggi dan menggunakan jam tangan di sebelah kanan serta menggunakan celana cargo dengan warna senada namun lebih gelap dan juga sepatu kets berwarna cream. Hanya sekilas apa yang aku lihat saat itu namun tak begitu jelas juga, aku hanya terdiam setelah mendapatkan penglihatan itu dan membaca novelku kembali sammbil menunggu waktu sebelum berangkat bertemu dengan Dito hari ini.     

"Ndraaaa!! Ayo kalau mau berangkat sekarang!!" Teriak mama dari bawah.     

Aku yang mendengar hal tersebut langsung menaruh buku novelku di atas kasur dan melihat jam di kamar yang sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB.     

"Iya maaa.. Bentar Andra ganti baju dulu." Ucapku sambil langsung menyambar beberapa baju yang ada di lemari bajuku. Beberapa kali mengganti baju yang cocok untuk bertemu dengan Dito hingga menghabiskan waktu setengah jam sendiri.     

"Kamu ini dari tadi ngapain sih? Kok lama banget?" Tanya mama yang menghampiriku di kamar.     

"Ini Andra lagi cari baju yang cocok buat ketemuan. Bagusan pake apa ya ma? Pake rok, dress, atau celana panjang?" Tanyaku sambil menunjukkan beberapa baju yang hendak aku pakai.     

"Umm.. pake celana panjang sama baju putih itu aja lho." Ujar mama sambil menunjuk baju putih dengan lengan model sabrina yang tergeletak di atas tempat tidurku.     

"Yang ini?" Tanyaku sambil menunjukkan kembali baju yang dimaksud mama.     

"Iya. Pake itu. Terus pake sepatu kets atau heels kalau kamu mau. Tapi kalau mama sih sukanya kamu pakai sepatu kets biar terkesan santai tapi cantik." Ucap mama sambil merangkulku dari belakang dan tersenyum memandangku seakan bangga melihat gadis kecilnya hendak bertemu dengan gebetannya.     

Akupun langsung mengenakan pakaian yang telah disarankan oleh mama dengan cepat dan juga tak lupa merapikan sedikit rambutku dan bando simple untuk melengkapi penampilanku hari ini. Saat itu juga aku tak ingat dengan apa yang aku dapat sekilas tentang penglihatan itu dan langsung berlari menuruni tangga mendapati mama yang sudah siap mengantarku bertemu dengan Dito.     

"Yuk ma." Ucapku sambil naik ke atas sepeda motor.     

Selama perjalanan aku hanya menikmati pemandangan di sepanjang jalan dan hanya 15 menit aku sudah sampai di depan Warung Ayam depan sekolahku.     

"Udah ya Ndra, mama pulang dulu. Nanti kalau sudah mau pulang SMS mama aj nanti mama jemput."     

"Lho.. mama nggak tungguin Andra dulu sampai Andra masuk dan ketemu orangnya? Nanti kalau ada apa-apa gimana?"     

"Udah. Kamu sudah besar kok. Kamu berani ambil keputusan buat ketemu orang yang belum kamu kenal, berarti kamu ya harus berani ambil sikap dong."     

"Ayo lah maaa.. tungguin Andra sampai masuk aja deeehhh.. Jangan di tinggal langsung ginii..." Rengekku pada mama agar tak di tinggal pulang, hingga akhirnya mama mau mendengarkan ucapanku dan menungguku 5 menit di depan warung ayam tersebut.     

Aku berjalan dari parkiran sampai ke depan pintu Warung Ayam, terlihat dari luar, Warung Ayam Goreng depan sekolahku ini sangat ramai dan tempat duduknya juga hampir penuh. Namun di saat aku berdiri tepat di depan pintu kaca Warung Ayam hendak membuka pintunya untuk masuk, aku merasakan hawa yang agak panas. Perasaanku juga jadi nggak enak, serta bulu kuduku seketika berdiri semua. Aku memberanikan diriku untuk masuk dan di saat yang bersamaan ketika aku membuka pintunya, terlihat ada seorang bapak-bapak dengan anaknya juga bersamaan keluar dari sana, aku menyerongkan badanku agar mereka dapat lewat tanpa terhalang olehku. Tetapi seketika itu juga aku terkejut dan terdiam seperti patung di saat mengetahui 'mereka' menembus tubuhku.     

"Apa itu tadi? Apa itu tadi arwah?" Gumamku yang masih berdiri di depan pintu masuk hingga pelayan warung ayam menghampiriku untuk membukakan pintu.     

"Selamat siang kak.. Silahkan masuk.." Ucap pelayan itu dengan ramah dan senyum yang lebar. Aku tersadar dan langsung saja masuk ke dalamnya. Berjalan beberapa langkah kedalam warung ayam dan melihat ke sekelilingku, memastikan tempat duduk Dito ada di lantai satu.     

[Trrrr-trrrrr-trrrrr]     

["Hallo?? Dyandra? Kamu sudah dimana?"] Ucap Dito saat menerima teleponku.     

"Ini aku sudah di dalam Warung Ayam. Kamu duduk dimana ya Dit? Di lantai satu apa di lantai dua?" Tanyaku memastikan.     

["Aku di lantai satu kok. Aku duduk di tengah dekta jendela."] Ujarnya yang juga sambil melihat ke sekeliling memastikan keberadaanku.     

"Okee. Kamu pakai baju apa?"     

Belum sempat ia jawab, Dito langsung menoleh ke arahku sambil melambaikan tangannya untuk memberi tahukanku posisinya.     

("Apa hanya perasaanku saja atau gimana ya? Kok aku ngerasa di sini banyak arwahnya dari pada manusia asli sih? Padahal juga masih pagi.") Gumamku dalam hati sambil melihat ke kanan dan ke kiriku. Aku terus berjalan menuju meja dimana Dito telah duduk terlebih dulu, dan ketika aku mendekatinya, seketika aku teringat dengan apa yang aku lihat tadi di rumah.     

"Hah? Kok bisa sama sih? Kemeja army hijau dengan celana yang senada." Gumamku lirih saat bertemu Dito dari dekat.     

"Hey.. Hallooo.. kenapa bengong? Nggak duduk?" Ucapnya yang menyadarkan dari lamunanku.     

"Ah i-iya." Ucapku sambil tersenyum lebar kepadanya.     

Sesaat kita hanya terdiam saling memandang satu sama lain dengan perasaan cangggung. Seakan kita tak ada bahan perbincangan sama sekali, padahal setiap telepon malam hari ada banyak bahan obrolan di antara kita, hingga kita sendiri tak sadar jika hari sudah semakin larut. Satu menit berlalu kita terdiam, Dito yang asik dengan ponselnya sedangkan aku tertunduk tak berani untuk menatap wajahnya.     

("Apa lagi ini? Kok ada yang aneh? Ada hawa panas dan dingin yang dari tadi ngikutin aku berjalan kesana kemari. Masa iya ada yang ikutin aku sejak masuk ke dalam Warung Ayam sih? Ughhh.. Udah deh.. positif thinking aja Ndraa...") Gumamku dalam hati, lalu aku memberanikan diriku untuk melihat ke depan dimana Dito duduk di depanku dan seketika itu juga aku melihat ada seorang perempuan yang mengenakan dress putih duduk di sebelah Dito sambil terus tersenyum kepadanya. Aku menelan ludahku, jantungku seketika berdegup kencang dan aku kembali menundukkan kepalaku tak berani melihat ke arah sosok perempuan itu.     

"Ndra. Dyandra." Panggil Dito.     

"Ah iya, kenapa Dit?" Tanyaku yang masih terus menundukkan kepala.     

"Kamu lihat apa sih kok lihat ke bawah terus?" Tanyanya yang tak tahu apapun saat itu.     

("Adduuuhhh kenapa sih kok perempuan ini ada di sini? Ganjen banget! Adduuhhh pergi dulu napaaa... Iigghh..") Gumamku dalam hati sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab Dito.     

"Ah, nggak apa kok. Uhmm.. Apa kita nggak pesan dulu?" Ucapku sambil mengalihkan pandanganku agar tak melihat sosok perempuan itu.     

"Iya. Tadi aku panggil kamu juga maunya ngajak untuk pesan. Aku aja yang pesanin ya? Kamu mau beli ayam apa?"     

"Uhmm.. aku sama'an aja sama kamu."     

"Oke." Jawabnya sambil berjalan menuju counter pemesanan.     

Di saat Dito pergi pesan makanan untuk kami, sosok itu terus mengikutinya dan terus menempel di sebelahnya tak lepas sedikitpun.     

"Dito di tempelin gitu apa ya nggak capek? Tapi kok rasanya tuh 'perempuan bukan dari sini ya? Bajunya aja kaya baju noni-noni gitu. Tapi 'dia' nggak nyadarkan kalau aku bisa lihat?" Gumamku saat menunggu Dito. Sesekali dari kejauhan juga aku memperhatikan Dito yang kerap kali memegang pundaknya, seperti kelihatan orang yang kelelahan.     

"Ah, dit sini aku bantu." Ucapku menawarkan bantuan kepada Dito yang tengah membawakan makanan kami.     

"Nggak usah Ndra, kamu duduk aja di sana." Ucapnya sambil tyersenyum dan berjalan ke arahku.     

"Ini nasi mu." Ujar Dito sambil memberikan satu porsi nasi ayam goreng krispi dan satu gelas es teh manis.     

"Terima kasih ya Dit. Uhmm.. kamu kenapa? Kok kamu terlihat kelelahan sih? Apa kamu kurang tidur?"     

"Nggak kok. Aku semalam juga tidurnya juga nyenyak, tapi entah aku ngerasa capek banget di pundak sini. Berat gitu rasanya." Ucapnya sambil beberapa kali memegang dan memijat pundak kanannya.     

"Salah tidur mungkin kamu.."     

"Uhmm.. bisa jadi.. Ya udah yuk kita makan."     

Selama kami makan Dito tak henti-hentinya mencuri-curi pandanganya kepadaku, hingga akhirnya aku memergokinya saat ia terus memandangiku tanpa henti. Di saat yang bersamaan aku juga melihat ke arah sosok perempuan di sebelahnya yang terlihat tak menyukai jika Dito menaruh pandangannya kepadaku. Aku hanya terdiam tak berani memandang ke arahnya.     

("Waduuhh.. Kenapa si cewek ini akhirnya lihat ke aku sih?! Semoga aja dia nggak tahu kalau aku bisa lihat juga.") Gumamku dalam hati.     

"Uhmm.. Kenapa Dit? Kok lihatnya kaya gitu sih?"     

"Enggak apa. Nggak boleh ya aku lihatin cewek cantik di depanku?"     

"Iiihh.. apa'an sih... hahaha.."     

"Emang iya kok. Ternyata cewek yang selama ini aku ajak telepon dan sering kirim pesan ke aku cantik banget setelah ketemu langsung gini." Ujarnya sambil tersenyum kepadaku dengan tatapannya yang tanpa henti memandangiku. Seketika saja aku merasa malu dan menjadi salah tingkah dengan sikap dan ucapannya yang seperti itu sampai-sampai pipiku berubah menjadi merah merona karena tersipu malu.     

"Tuuhh kan kamu jadi malu-malu.. Hehehehe... Emang beneran cantik kok. Beneran deh aku nggak bohong. Kalau ada cewek secantik kaya kamu gini di sekolah pasti sudah banyak ya yang suka sama kamu? Atau sekarang kamu sudah punya cowok lagi?"     

"Mana ada cowok. Kan aku sudah pernah bilang ke kamu kalau aku nggak punya pacar. Kalau cowok yang suka sama akuuu... Uhhmmm.. rasanya nggak ada deh. Nggak ada yang nyatain perasaannya tuh setelah aku pertamakali putus. Kalau diam-diam suka ya nggak tahu lagi yaa.. Hehehehe.."     

"Waduuhh kalau ada yang diam-diam suka ini agak berat nih saingannya, nggak tahu kaya apa sih cowok yang suka sama kamu. Uhmm. Bentar ya aku mau cuci tangan dulu." Ucapnya langsung meninggalkan bangkunya dan berjalan menuju wastafel terdekat.     

Selagi Dito sedang cuci tangan, arwah perempuan yang sedari tadi menempel pada Dito akhirnya tak mengikutinya. 'Ia' malah menghampiriku dan menatapku dengan tatapan yang sangat dekat dengan wajahku. Aku hanya terdiam dan tak berani bergerak satu milipun. Hembusan nafasnya terasa sangat panas bercampur dingin menyentuh pipiku serta telingaku. 'Ia' terus memandangiku dan mengelilingiku berkali-kali hingga akhirnya 'ia' mencoba berkomunikasi denganku dengan berbisik di telingaku.     

"Hhhhh... Haappaaahh kaahhhmmuuhh bhiiiisshhaaa meeeeliiihhaaatttkuuuhhh??"     

Aku hanya mengangguk pelan untuk menjawab apa yang 'ia' tanyakan kepadaku, dan dengan cepat ia berbicara lagi kepadaku.     

("Adduuuhhh.. Dito lama banget lagi cuci tangannya. Lah sekarang tuh anak kemana?? BUkannya tadi bilangnya ke wastafel? Kok sekarang nggak ada?") Gumamku sambil terus memperhatikan sekelilingku dan berusaha untuk bersikap seperti biasa.     

"Maumu apa? Kenapa kamu mendekati Dito temanku?" Bisikku lirih.     

"Haaaakkuuuhhh ssuuukkkaaaahhh ddiiiaaaahhh.. Haaakkkuuu hiiingggiinn ddiiaaa jjhaaddiiii miiillliiiikkkkuuuhhh.. Hihihihihi.."     

"Nggak bisa. Dia temanku dan kamu nggak bisa memilikinya. Kamu sudah mati. Lebih baik kamu cari yang lain aja dan jangan ganggu dia lagi."     

"Haarrgggghhhh.. Haakkuuuhhh nggaakkk ssshhuukkkaaa kaammuuuuhhh.. Haaarrggghhh.." Teriak arwah perempuan itu yang hendak mencekekku, tetapi saat itu aku terselamatkan karena Dito telah datang, dan seketika juga arwah perempuan itu pergi menghilang entah kemana.     

"Kenapa Ndra?" Tanya Dito yang baru saja kembali sambil membawa sebuah kado lumayan besar yang ia taruh di atas meja.     

"Ah, nggak apa kok Dit. Btw ini apa Dit? Kok besar banget?"     

"Kamu yakin nggak apa? Nggak sakit kan abis makan ayam? Soalnya kamu kelihatan pucat lho mukamu dari pada tadi saat kita ketemu? Mau cuci tangan dulu?"     

"Iya nggak apa kok aku Dit. Iya aku mau cuci tangan bentar ya.." Tukasku yang langsung beranjak dari tempat dudukku dan berlari menuju wastafel.     

Sambil mencuci tanganku, aku memperhatikan wajahku yang benar-benar sangat pucat seperti orang sakit. Tanganku gemetaran dan terasa sangat dingin. Aku benar-benar ketakutan dan tak dapat bercerita pada siapapun saat itu. Di saat yang sama ketika aku masih membilas tanganku, arwah perempuan itu tiba-tiba muncul di dalam cermin dan dengan tatapan yang tajam ia menatapku. Seketika aku terkejut dan menoleh kebelakang. Tak ada siapapun di sana. tetapi arwah itu terlihat seperti nyata berada di belakangku.     

("Hampir saja aku mati di bunuh sama hantu, sekrang aku merasa di perhatikan terus dari jauh. Bikin nggak nayamn aja sih tuh hantu.") Gerutuku sambil cepat-cepat kembali ke bangkuku.     

"Sudah selesai cuci tangannya?" Tanya Dito sambil terus menatapku dan tersenyum.     

"Iya sudah nih. Uhmmm.. ini apa Dit?" Tanyaku sekali lagi.     

"Ini buat kamu. Dibukanya di rumah aja ya.. jangan di sini, malu nanti. Hehehehe... Semoga kamu suka." Ujarnya sambil terus tersenyum.     

Aku yang mendengarnya juga ikutan tersenyum dan tersipu malumelihatnya yang terus tak henti-hentinya memandangiku.     

"Uhmm.. kamu tadi lihatin apa waktu di wastafel?" Tanyanya tiba-tiba.     

"Ahh.. nggak ada kok.."     

"Tapi kok kamu tadi aku perhati'in kaya lihat seseorang?"     

"Hah? Masa sih? Uhmm.. mungkin aku ngerasa orang yang ada di belakangku yang kepantul di cermin lihatin aku, makanya aku kaya gitu. Hehehehe.."     

"Ohhh.. kirain kenapa. Hehehe.. Ow ya besok kamu ngapain?"     

"Besok? Mungkin ke gereja aja sih. Terus nggak ada acara kemana-mana kok. Kenapa?"     

"Oh, ke gereja mana kamu? Boleh nggak aku ikut di gereja mu? Kan aku selama di sini nanti nggak tahu juga mau ke gereja dimana."     

"Uhmm.. boleh kok. Kamu bisa ikut ibadah di gereja yang dekat pasar swalayan itu. Aku ibadah di sana."     

"Okee.. Mau aku jemput nggak besok?"     

("Hah? Cepet banget nih cowok? Nggak salah nih? Baru juga ketemuan? Masa iya sudah mau jemput-jemput segala?")     

"Hah? Gimana Dit?"     

"Uhmm.. aku mau jemput kamu pas ke gereja. Boleh nggak? Biar aku ada temannya gituuu.."     

"Hehehe.. uhmm.. gimana kalau langsung ketemuan di gereja aja. Soalnya aku biasa berangkat ke gereja sama mama papaku."     

"Ohhh.. gitu ya.. oke deh.. Hehehehe..."     

Akhirnya kami menghabiskan sisa waktu kami hampir seharian di tempat makan sambil berbicara banyak hal dan saling mengenal satu sama lain. Yahhhh.. aku memang masih merasa canggung saat dengannya, mungkin karena ini pertama kalinya kami bertemu langsung. Kami biasanya memang lebih sering menghabiskan waktu ketika bercerita di telepon dan selama itu aku merasa nyaman dengannya ketika di telepon. Perasaanku juga sepanjang mengobrol dengannya selalu deg-deg'an tanpa henti seakan jantung ini ingin lepas dari tempatnya. Arwah perempuan itu juga akhirnya kembali memperlihatkan dirinya padaku dan tetap terus menempel pada Dito sepanjang kami bertemu dan 'ia' terus menatapku sambil tersenyum sinis. Beberapa kali juga aku merasa bulu kuduku terus berdiri. Kedatangan perempuan itu juga membuat daya tarik makhluk-makhluk lain mendekati kami, hingga aku merasa tak nyaman dengan keberadaannya dan akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri pertemuanku dengan Dito siang hari itu dan menyuruh mama untuk cepat datang menjemputku sebelum aura negatif dari para arwah gentayangan yang terus berdatangan semakin banyak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.