The Eyes are Opened

Keranda Mayat (Part 03)



Keranda Mayat (Part 03)

1Hari yang melelahkan menurutku. Banyak hal yang aku alami dan tak dapat ku cerna dengan pikiranku sendiri. Perasaan lelah dan ingin lepas dari semua pikiran yang ada di dalam otak dan benakku seakan ingin ku berlari sejauh mungkin agar dapat melupakannya. Namun apa daya, jika semua itu ternyata selalu terikat di kedua kakiku bahkan terikat di kepalaku. Menjadi beban yang harus ku pikul setiap hari dan menjadi tanggung jawabku yang harus ku jaga setiap waktu. Tak mudah bagiku untuk melakukan semuanya, di mana aku seperti anak yang baru lahir ke dunia ini, meskipun umurku tak sama dengan bayi. Dimana aku masih harus belajar banyak hal yang belum ku ketahui. Dimana aku masih harus belajar merangkak hingga aku dapat berjalan bahkan sampai berlari agar aku bisa bertahan. Dunia yang sangat luas ini benar-benar memiliki banyak hal misteri yang setiap orang belum tentu mengetahuinya. Aku yang sekarang seperti berada di antara banyaknya pasir di pantai yang tak dapat terhitung jumlahnya, sama juga seperti banyaknya bintang di langit, menerangi bumi yang kecil di antara luasnya angkasa di sana. Sering kali aku selalu bertanya kepada Tuhan dalam doaku, mengapa aku berbeda, mengapa aku di ijinkan untuk memiliki kemampuan ini dan apa tujuanku dengan adanya kemampuan ini. Pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi yang selalu kupanjatkan dalam doaku setiap hari. Namun tak satupun Tuhan menjawab doaku saat itu. Hingga aku merasa, Tuhan menginginkanku untuk menjadi apa dalam hidup ini. Semakin hari ku jalani hidupku, semakin banyak hal yang selalu aku ketahui, hal baru dalam hidupku yang perlahan namun pasti mengubah keseharianku. Hal baru dalam hidupku yang perlahan namun pasti mengubah masa depanku. Memang tidak terlihat saat ini, namun aku tahu pasti di depan sana ada hal-hal yang sedang menantiku. Entah itu masa depan, entah itu jodohku, dan entah itu diriku sendiri. Mau nggak mau aku harus menerima ini. Saat ini aku nggak tahu, jika apa yang aku rasakan, apa yang aku alami, apa yang aku miliki dapat di tutup dengan kuasa-Nya dan seijin-Nya. Hingga hari itu datang, aku mencoba untuk bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini dan tak pernah aku sesali satu detikpun. Bahkan aku yang sekarang masih mencoba menggali apa lagi yang aku peroleh dari kemampuan baruku ini dan mencoba untuk mengasahnya agar lebih tajam serta lebih sensitif.     

Tiba di hari dimana aku sedang bersama dengan teman-temanku, dan aku malah mgelamai hal yang tak dapat ku jelaskan dengan kata-kata maupun dengan logika, jika diriku ketarik dengan 'seorang penjaga'. Ragaku seakan ketarik bak ada magnety besar yang menarikku, hingga perlahan aku mulai merasa lemas dan tak berdaya lagi. Di saat itulah aku masuk ke dalam 'dunianya', dan untuk pertama kalinya aku merasakan rasanya perasaan yang tertekan dan kengerian yang dalam dimana aku berada di dalam kegelapan yang sangat gelap dan pekat, melihat kedua tanganku saja aku tak mampu. Hanya doa yang dapat kupanjatkan dalam hati agar diriku tak tersesat dan aku dapat kembali ke dalam tubuhku. Aku bersyukur orang yang mengenalku dengan baik yang membantuku keluar dari kegelapan itu dan menuntunku kembali ke dalam tubuhku. Jika saja aku terlambat untuk di selamatkan satu detikpun, aku tak dapat kembali lagi ke dalam dunia ini. Mungkin tubuhku dapat beraktivitas ataupun masih hidup, namun bukan diriku sendiri yang menjalaninya. Melainkan 'sosok' lain yang menempati tubuhku yang kosong. 'Mereka' yang sudah tiada namun ingin merasakan hidup kembali yang akan berebut untuk menempati wadah kosong itu. Ya. Kamu nggak salah baca dengan tulisanku saat ini, dan aku juga nggak salah dengan apa yang aku tulis. Namun aku yang sekarang sangat bersyukur masih di beri kesempatan untuk menikmati indahnya dunia ini. Bersyukur dapat bernafas hingga detik ini, dan bersyukur bisa mengetahui secuil rahasia dari dunia ini yang tak banyak orang lain tahu.     

Hari itu tepat pada malam Jumat, dimana langit malam yang terlihat cerah dari pada biasanya, terlihat bintang-bintang yang menghiasi langit yang berwarna gelap, serta bulan purnama yang terlihat sangat besar dan bercahaya menerangi malam kala itu. Setelah aku siuman dan mulai merasa ada energi yang mengalir di dalam tubuhku, aku sadar jika sedari tadi kak Andrew membantuku, namun ia tak berani mengucapkan sepatah kata apapun tentang apa yang t elah terjadi padaku. Tak terasa malam itu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Aku yang panik dan takut jika kedua orang tuaku akan mencariku, akupun berniat untuk pulang sendiri malam itu. Tetapi teman-temanku yang masih menemaniku tak mengijinkanku untuk langsung pulang sebelum aku makan dan menghabiskan teh hangat yang sudah di sediakan.     

"Ndra, kamu nanti aku anterin aja pulangnya. Aku di jemput pakai mobil kok. Nanti aku juga akan bilangin ke mama papamu waktu nyampe di rumahmu ya.." Ucap Bella yang menawarkanku tumpangan untuk pulang.     

"Nggak usah Bell, nanti biar aku pulang sendiri aja nggak apa kok."     

"Sudah lahhh!! Nanti pokonya kamu aku anterin pulang! Lagian lho, kamu mau pulang naik apa?! Sudah nggak ada tukang becak di luar sana! Kalau naik ojek terus kamu di jalan ada apa-apa gimana? Apalaghi kamu baru saja pingsan! Sudah pokonya kamu nanti aku anterin aja oke?"     

"Yahh.. terserah kamu aja deh.. Makasi banyak ya Bell.." Jawabku sambil menghabiskan sebungkus nasi goreng yang sudah di belikan Karin tadi.     

Saat itu aku nggak melihat Karin dan kak Andrew di sekitarku, hanya Bella yang menenamniku di dalam kamar pak Lukas.     

"Lho Bell, Karin sama kak Andrew kemana?"     

"Tadi sih keluar, mungkin di depan sama pak Lukas. Kenapa mau aku panggilin?"     

Nggak. Nggak usah. Soalnya kan dari tadi ada Karin sama kamu yang temeni aku selama aku pingsan."     

"Iya emang. Anak-anak yang lain pada pulang setelah kamu di bawa ke messan guru."     

"Emang kamu tadi pingsan kenapa sih Ndra? Belum makan atau kenapa?" Tanya Bella yang penasaran.     

"Uhmm nggak tahu. Aku juga nggak tahu kenapa aku pingsan."     

"Itu tadi kecape'an kamu itu.. Makanya kamu sampai pingsan seperti itu.. Sekarang sudah enakan?" Ujar kak Andrew yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.     

"Ahhh.. makanya... Aku tadi ya berpikir kamu kecape'an." Timpal Bella.     

"Nanti kamu pulang sama aku aja Ndra." Ucap kak Andrew tiba-tiba.     

"Lho kak, Andra biar sama aku aja. Nanti Karin gimana?" Jawab Bella saat mendengar pernyataan kak Andrew. Terlihat dari ekpresi Bella saat itu tak menginginkan jika cowok yang sudah punya pacar itu mengantarku pulang. Ia terlihat tak ingin adanya kesalahpahaman ataupun Karin cemburu denganku     

"Iya kak.. biar aku sama Bella aja nanti pulangnya.. Nggak apa kok. Nanti Karin pulangnya sama siapa kalau kakak anterin aku.."     

"Karin sudah pulang duluan kok. Barusan aja aku anterin dia pulang ke rumahnya. Lagi pula aku sudah ijin ke Karin buat anterin kamu." Mendengar penjelasan kak Andrew saat itu aku tak dapat berkata apapun, dan aku merasa kak Andrew ada maksud tertentu jika ia memaksa ingin mengantarkanku pulang. Tapi tetap, Bella tak menggijinkanku untuk bersama kak Andrew malam itu, sampai kak Andrew dan Bella sempat berdebat untuk masalah mengantarkanku pulang.     

"Udah-udah Bell.. nggak usah sampai berdebat gitu sama kak Andrew.. Biar aku pulang sama kak Andrew aja nggak apa.. Lagian Karin juga tahu kok. It's okey.." Ucapku saat menengahi Bella dan kak Andrew.     

"Iya tapi Ndra nanti kalau ada orang tahu kalau kamu sama kak Andrew di antar pulang berdua gimana? Terus malah jadi gosip di sekolah gimana? Aku tuh kaya gini karena khawatir sama kamu lho Ndra. Aku tahu kamu anak yang baik makanya aku nggak mau kamu sampe jadi bahan gosipan anak-anak di sekolah."     

"Ya kalau sampai ada gosip di sekolah yang beredar masalah aku anter Dyandra pulang malam ini itu berarti semua info dari kamu Bel! Karena hanya kamu yang tahu dan hanya kamu saja anak sekolah yang ada di sini bersama aku dan Dyandra."     

"Lho?! Kok malah nyalahin aku sih kak?!"     

"Aku nggak menyalahkan kamu kok Bell. Lagian emang ada omonganku atau kata-kataku yang menyalahkanmu?"     

"Itu tadi apa dong kak!"     

"Yaaa... kalau kamu jawab kaya gitu berarti benar kamu akan menyebarkan gosip yang nggak guna ke anak-anak sekolah tentang malam ini. Udah gitu aja. Kalau sampai besok ada berita yang nggak enak tentang malam ini, apapun itu, apalagi sampai bawa-bawa Dyandra ataupun Karin, lu yang akan gue datengin pertama kali. Gue nggak peduli itu karen hanya lu yang tahu masalah malam ini. Paham!"     

"Oh, jadi kakak mau ngancam saya gitu malam ini? Saya nggak takut kak."     

"Oh.. jadi rupanya kamu mau cari ribut sama saya.. dan kamu sudah bertekad di hatimu buat cerita masalah ini ke teman-temanmu besok pagi kan? Entah itu malam ini kamu chattingan sama temen genk mu atau besok yang pasti kamu ada niatan buat itu kan?" Mendengar ucapan kak Andrew ini seketika Bella terdiam, dan terlihat pada ekpresinya jika apa yang di ucapkan kak Andrew tadi memang benar jika Bella hendak menceritakan kejadian yang terjadi hari ini.     

"Kenapa kamu diam Bell? Benar kan apa yang aku omongin tadi? Yahhh.. aku nggak mau di bilang ngancam atau apapun ya.. cuman hati-hati aja.. karma itu ada lho Bell.. aku sudah baikin kamu. Jadi tolong jangan salah gunakan kebaikan ini. Aku juga nggak main-main kalau kamu menyalahgunakan kebaikanku. Aku juga nggak mau bantuin kamu kalau kamu ada apa-apa setelah malam ini. Paham? Sudah ya, aku mau anterin Dyandra dulu. Sudah jam sembilan, sebaiknya kamu juga langsung pulang sebelum semakin larut. Ow ya, jangan lupa tutup pintu kamar pak Lukas kalau kamu keluar dan ijin pulang sama mbak Sri yang sudah buatin teh hangat tadi buat kamu. Nggak usah cari pak Lukas, soalnya pak Lukasnya juga lagi pergi keluar kota tadi. Besok ada Diklat katanya. Bye Bell.. Ayo Ndra." Ucap kak Andrew yang langsung meninggalkan kamar pak Lukas sambil membawakan tasku.     

"Aku balik dulu ya Bell. Terima kasih buat malam ini dan tawaran tumpanganmu tadi. Byee.." Ucapku yang langsung mengikuti kak Andrew yang sudah keluar mess guru terlebih dahulu. Terlihat di raut wajah Bella saat itu seakan tak menyukai akhir dari harinya. Terlihat seperti ia ingin marah, kesal, dan menangis. Semua ekpresi bercampur aduk terpancar di wajahnya dan setelah aku meninggalkan mess guru, ia langsung menyambar tas ranselnya yang di taruh di ruang tamu mess, lalu ia langsung berlari keluar dari mess tanpa menutup pintu ataupun berpamitan dengan bu Sri yang sedang memperhatikannya dari kejauhan.     

"Sudah Ndra?" Tanya kak Andrew saat aku menaiki sepeda motornya.     

"Iya sudah kak." Jawabku.     

Di saat aku hendak meninggalkan rumah mess guru, seketika bu Sri yang tadinya berdiri di depan pintu dapur sambil memperhatikan kami dari jauh, baru sedetik aku membetulkan kakiku untuk memasang pijakan kaki sepeda motor, dan hendak memberikan salam kepada bu Sri dari kejauhan, seketika itu juga aku tak melihat bu Sri lagi sampai aku mencari-cari dari kejauhan apakah bu Sri sedang di dalam kamar pak Lukas, namun dari luar jendela kamar pak Lukaspun tak terlihat sosok Bu Sri malam itu dan akhirnya aku mengabaikannya.     

"Ndra.."     

"Ya kak.."     

"Kamu sudah nggak apa kan? Sudah nggak merasa lemas lagi?"     

"Iya sudah enakan, tapi agak sedikit mengantuk ya.. Hehehehe.. Ow ya kak yang aku alami itu kenapa?"     

"Kamu tadi lihat siapa ketika aku naik ke lantai dua di sekolah?"     

"Uhmm.. kaya sesosok orang gitu dengan tubuh yang gede, berotot tapi nggak tahu kaya ada bulu-bulunya di tangannya atau nggak, agak nggak kelihatan terus bawa tongkat gada di tanggan kanannya sama yang buat aku ngeri itu waktu sosok itu menoleh ke arahku, matanya merah besar kaya melotot gitu terus ada taringnya panjang."     

"Oh ya? Wahhh sengeri itu ya? Terus sosok itu pakai pakaian nggak Ndra?"     

"Uhmm.. sosok itu aku lihatnya telanjang dada cuman pakai kaya celana ada kain batiknya gitu."     

"Udah gitu aja?"     

"Iya. yang aku lihat sih itu kak.. Emang kenapa? Dan juga itu apa sih? Kok kaya nempel gitu sama kakak.."     

"Uhmmm.. mungkin itu bisa di bilang 'penjaga' ku Ndra.. kamu kan tahu kalau aku bisa memiliki kemampuan kaya gini itu turunan dari orang tuaku. Mungkin itu yang selalu menjagaku saat dimana kau mengalami hal yang nggak di inginkan. Selama ini aku nggak pernah tahu wujud sosok dari 'penjagaku' itu. Aku hanya tahu dari mamaku yang pernah bercerita tentang sosok itu sejak aku kecil, dan apa yang kamu ceritakan itu sama persis dengan apa kata mamaku."     

Aku yang mendengar sedikit cerita tentang 'penjaga' yang dimiliki kak Andrew malam itu tiba-tiba saja sekujur tubuhku menjadi merinding seakan baru saja ada yang lewat di dekatku.     

"Uhmm.. lalu yang masalah keranda itu gimana kak?"     

"Itu keranda ternayta bekas mengantarkanorang meninggal. Kok ya bisa-bisanya anak-anak itu membawa keranda bekas mayat ke sekolahan. Mana orang yang meninggal itu ikut lagi. Hadduuhh.. bikin repot aja tadi."     

"Hah? Masa sih kak? Terus kerandanya gimana sekarang?"     

"Ya masih di sekolahan sih.. tapi aku besok mau ke sekolahan buat mengembalikan tu keranda. Bikin ulah soalnya."     

"Emang kenapa kak?" Tanyaku keherenan saat kami masih dalam perjalanan ke rumah.     

"Ya gitu lahh.. Biasa bocil yang suka iseng." Tutur kak Andrew singkat yang tak memberikan penjelasan detail padaku.     

"Haahhh?? Apa'an sih kakak ini kok ceritanya nanggung banget! Cerita'in dong!" Paksaku.     

"Emang kamu nggak bisa lihat isi kerandanya Ndra?"     

"Nggak! Aku nggak bisa lihat kalau kaya gitu.. Iya kalau 'mereka' yang mau menampakkan diri sama aku ya beda lagii.. Baru aku bisa lihat 'mereka'."     

"Tapi lu bisa ngerasa'in kalau ada kehadiran makhluk asing kan?"     

"Iya bisa. Makanya aku tanya kakak.. Aku penasaran soalnya dari tadi itu aku merasa aneh waktu di kelas kosong itu. Berkali-kali aku mencium bau bunga dimana-mana kaya ada orang yang pake parfum yang baunya tajem banget terus jalan-jalan di sekitarku gitu lho!"     

"Ya sudah besok aja aku cerita'in. Kamu masuk dulu sana sudah nyampek nih!"     

"Humph.. ya sudah lah.. Terima kasih banyak ya kak.. Ati-ati di jalan." Ucapku sambil berjalan mundur mendekati pintu pagar.     

"Iya. Sudah cepat masuk sana. Mama papamu juga sudah tidur tuh. Jadi kalau kamu di tanyain mereka besok ya bilang aja emang kerja proyeknya sampe malem sekalian kamu makan malem bareng sama teman-temanmu. Bye Ndra.." Ucap kak Andrew yang langsung memutar sepeda motornya dan pergi meniggalkan rumahku setelah beberapa detik aku masuk ke dalam rumah.     

Dan benar saja, ketika aku membuka pintu rumah, kondisi rumah sudah terlihat sangat sepi, suara televisi di dalam kamar mama papa juga sudah tak terdengar lagi dari depan kamar. Terasa sunyi saat aku pulang kala itu. Aku melirik ke arah jam dinding di dekat ruang makan terlihat sudah pukul setengah sepuluh malam. Aku langsung bergegas ke toilet untuk membasuh seluruh tubuhku sebelum aku masuk ke kamar. Air dingin mengalir di seluruh tubuhku terasa sangat menusuk hingga ke tulang. Malam itu setelah beberapa menit aku tiba di rumah tiba-tiba huja turun dengan sangat deras dan kencang bagai badai di tengah malam. Aku yang sedang mandi, buru-buru untuk menyelesaikan mandiku dan berlari menuju ke kamar untuk menghangatkan badanku yang sudah tak kuat dengan hawa dingin malam itu.     

"Waahhh.. kok bisa sih tiba-tiba huja deras kaya gini? Tapi untung saja aku sudah di rumah. Eh, tapi kak Andrew kan baru saja balik dari sini? Wahhh.. kasian dong kehujanan.. Semoga aja nggak samapi sakit." Gumamku sambil mengeringkan rambutku dengan pengering rambut.     

Suara bising pengering rambut yang terdengar bising di telingaku di tambah suara hujan di luar jendela membuatku merasa lebih tenang. Seakan semua hal yang terjadi di hari ini runtuh seketika. Selesai mengeringkan rambut, tubuhku merasa lemas dan ingin sekali untuk menikmati tempat tidurku yang sudah menunggu sedari tadi. Aku langsung melompat ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut yang hangat.     

"Aahhh.. enaknyaaaa.... rasanya capek banget.. Kaya abis kerja di sawah seharian sampai seenak ini ketika bertemu dengan kasur." Gumamku.     

Tak berasa malam itu aku tertidur sangat lelap hingga tak sadar jika beberapa kali ponselku berbunyi terdapat pesan masuk dari kak Andrew dan juga Dito. Namun apa daya mataku dan tenagaku sudah benar-benar tak kuasa untuk membuka layar ponsel saat itu.     

Di tengah malam yang dingin, ditemani suara air hujan yang turun dengan sangat deras, aku bermimpi berada di suatu tempat. Tempat yang gelap dan sangat pekat. Seperti tempat yang sama ketika aku pingsan. Hanya kesunyian yang aku rasakan malam itu. Namun perlahan, kegelapan yang aku lihat perlahan mulai memudar. Dari yang berawal gelap gulita, tiba-tiba berubah menjadi sedikit kelabu. Kedua tanganku mulai dapat kulihat sedikit demi sedikit. Kakikupun mulai terlihat. Seakan mimpiku itu memperlihatkan satu demi satu apa yang ingin 'ia' tunjukkan kepadaku, hingga akhirnya aku melihat di sekelilingku berwarna putih terang sampai aku tak dapat melihat jauh ke depan karena sangat menyilaukan mataku. Lalu perlahan aku melihat ada suara anak kecil yang berlarian kesana kemari dengan tawanya yang terdengar sangat ceria.     

["Hahahahahahahahahahaaaa..."] Terdengar suara tawa anak kecil dari sisi kiriku dan seketika suara itu menghilang.     

["Hwahahahahahahahahahahahahaaaaa....."] Terdengar lagi suara anak kecil itu dari sisi kananku.. dan beberapa detik kemudian menghilang, seakan hanya aku yang berada di dalam tempat itu.     

Suara tawa itu berulang-ulang beberapa kali terdengar seperti dari kejauhan dan selalu terdengar dari sisi kanan dan kiriku. Akupun beberapa kali menoleh dari arah datangnya suara tersebut, namun tak kutemukan siapapun di sana. Semakin lama suara itu semakkin jelas dan terdengar sangat dekat dengan diriku yang berdiri di tengah-tengah tempat itu. Aku merasa takut tetapi aku nggak takut. Aku merasa bingung tetapi aku nggak bingung. Aku terus mencari sumber suara anak kecil itu hingga akhirnya ada seseorang yang berdiri tepat di belakangku.     

["Hihihihihihihihihiiiii..."]     

Terdengar suara tawa anak kecil yang sangat lirih tepat di belakangku, aku dengan cepat langsung berbalik dan sekilas melihat ada seorang anak laki-laki kecil dengan tinggi kurangg lebih sepinggangku sesaat melihat ke arahku sambil tersenyum lebar. Aku mencoba menghampirinya dan mencoba berbicara kepadanya, namun aku tak dapat mengeluarkan suara satu katapun saat itu. Seakan suaraku tenggelam di dalam kesunyian tempat itu. Hanya suara anak kecil itu yang dapat kudengarkan dengan jelas di telingaku. Aku mencoba berteriak dengan sangat kencang, tetapi tetap saja aku tak dapat mendengarkan suaraku sendiri. Seakan aku bisu dan tuli di dalam sana.     

Rasa lelah setelah mencoba berteriak beberapa kali namun tak ada hasil pada suaraku yang terdengar, aku langsung mencoba mendekati anak laki-laki itu. 'Ia' masih tetap berdiri menungguku dari kejauhan. Semakin dekat semakin terlihat jelas wajah anak laki-laki itu. Dengan menggunakan pakaian yang serba putih, tanpa mengenakan alas kaki ia terus berdiri melihatku menghampirinya sambil tersenyum dengan senyuman yang sangat hangat. Mulai terlihat warna kulitnya yang sawo matang, dengan mata yang sipit serta rambut lurus belah samping ia tetap menungguku hingga akhirnya jarak kami tersisa dua meter jauhnya, ia tiba-tiba berlari ke belakang, seakan mengajakku untuk berlari mengejarnya. Melihatnya yang berlari setelah aku hendak mendekatinya, langkah kakiku tiba-tiba terasa lebih ringan dari pada sebelumnya, dan aku langsung ikut berlari mengejarnya hingga tak tahu kemana arah ia berlari. Sesekali anak kecil itu berlari sambil tertawa dengan ceria sambil melihat ke arahku dan akupun terus mengejarnya hingga akhirnya 'ia' berhenti di depan sebuah pintu yang terbuka dimana terlihat jalan setapak yang terbuat dari batu menuju ke sebuah tanah lapang yang di tumbuhi dengan rerumputan yang sangat hijau. Anak kecil ituterus menatapku dengan wajah yang sangat bahagia sambil melambaikan ke dua tangannya seakan 'ia' berpamitan denganku. Aku terdiam sambil melihatnya yang terus melambaikan tangan tanpa henti, lalu tanpa sadar aku mulai melangkah pelan hingga berlari ke arahnya, namun semakin lama aku berlari, semakin berat langkahku mendekatinya. Sampai akhirnya aku menyerah dan berhenti. Anak kecil itu dengan perlahan melangakahkan kakinya menuju pintu itu dan mulai meninggalkan ku sendirian sampai akhirnya aku terbangun dari tidurku dengan tangisan yang membasahi kedua pipiku sampai bantalku pun juga basah. Aku menangis dengan tersedu-sedu seakan mengerti arti mimpi yang aku lihat semalam. Hingga akhirnya mama mengetuk pintu kamarku, aku pun dengan cepat menghapus semua air mataku dan beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.