The Eyes are Opened

Keranda Mayat (part 04)



Keranda Mayat (part 04)

2"Aku sebenarnya mimipi apa'an sih belakangan ini? Kok selalu mimpi'in anak kecil lah. Mimpi aneh-aneh. Haaahhh..." Gumamku dalam hati saat sedang berjalan di halaman sekolah.     

Cuaca hari itu terlihat sendu, tak nampak seberkas cahaya matahari sedikitpun menyinari hari itu sama sekali. Aku pun juga merasa malas untuk ke sekolah hari itu. Entah kenapa terasa seakan energiku terserap habis saat hari libur kemarin. Padahal jika di ingat-ingat, dari hari sabtu sampai minggu aku hanya berdiam diri di rumah dan menghabiskan waktuku untuk membaca komik dan novel terbitan terbaru yang baru saja aku beli di toko buku. Berjalan menuju ke gedung sekolah aja terasa sangat berat di setiap langkah kakiku dan masih terngiang-ngiang dengan kasurku yang hangat dan nyaman di rumah.     

"Aaahhhhh.. seandainya hari ini boleh tidur di rumah sehariiii sajaaa.. Apalagi lagi mendung-mendung giniii.. Hooaammm.. Jadi ngantuk lagi deh." Keluhku yang terus berjalan di sepanjang halaman sekolah.     

"Eh sini cepetan deh! Itu di gedung SMA ada rame-rame!" Teriak beberapa anak SMP yang berlarian menuju ke gedung SMA.     

Benar saja, dari kejauhan terlihat sangat ramai hingga di penuhi anak-anak SMP yang sedang melihat ke arah gedung SMA. Beberapa guru yang baru saja datang pun berlarian dengan sangat cepat untuk menaiki ke lantai dua tepat di area ruangan kosong dimana aku bersama anak-anak menggunakannya untuk dekor lomba mading. Namun meskipun begitu, aku masih saja enggan untuk berlari dan melihat kegaduhan yang terjadi pagi hari itu. Alasan utamaku tak ingin berlari, ya memang hari itu aku benar-benar malas dan seakan tak memiliki energi untuk berlari. Kebetulan juga kelas olahraga bukan hari ini, yang kedua jalan menuju ke gedung SMAku sudah di penuhi dengan anak SMP yang berdiri dan berjejalan di depan pintu masuk hingga naik ke tangga menuju ke lantai dua. Dengan tinggiku yang sekarang ini merupakan hal yang membuatku kian malas jika di haruskan untuk berdesakan dengan anak-anak lainnya. Apalagi anak-anak SMP jaman sekarang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dariku. Untukku yang hendak masuk ke gedung sendiri saja harus berjuang di tengah-tengah gerombolan anak SMP yang keingin tahuannya lebih tinggi dariku. Sampai-sampai ada Raka dan Alex yang kebetulan baru datang dan mereka tepat di belakangku.     

"Hei ayo minggir! Minggir! Jangan berdiri di sini!!" Teriak Alex dan juga Raka dengan lantangnya hingga membuka jalan agar kami dapat melewati sekelompok anak SMP saat itu.     

Dengan sekejap beberapa anak SMP yang memenuhi anak tangga ke lantai dua langsung turun dan beberapa yang masih penasaran hanya menepis ke pinggir-pinggir tangga.     

"Adduuhhhh!!! Pagi-pagi sudah bikin macet aja sih kalian ini! Sana balik ke gedung kalian sana lho!! Ini tuh bukan tontonan!!" Ujar Alex yang mengomel di setiap anak tangga agar anak-anak SMP yang berkerumun di sana dengan cepat membubarkan diri dan kembali ke gedungnya. Hal demikian meengganggu anak-anak lain yang hendak masuk ke kelas dan membuat jalan masuk ke kelas lantai dua semakin padat dengan banyak orang dan sesak. Akhirnya karena Alex terus mengomel, hampir sebagian anak SMP yang tadinya berdiri dan menonton di sekitaran tangga, mereka kembali ke gedung SMP mengingat juga jam masuk ke kelas juga tinggal lima menit lagi.     

"Naahhhh.. dari tadi kek bubarnya! Kok baru sekarang bubar. Nggak tahu diri banget sih mereka sampai bikin kita hampir terlambat masuk ke kelas gara-gara macet kaya gin. Udah di jalan macet, mau masuk ke kelas aja juga harus macet-macetan kaya gitu. Duuuhhh.. belum lagi aku nyelesai'in misiku menangin raja di game OT lagi sama anak-anak.. Duuuhhhh..." Keluh Alex yang tak ada henti-hentinya di sepanajng jalan kami menuju kelas.     

"Duh Lex..Lexx...kamu ya pagi-pagi sudah bikin bete tahu nggak!" Tukas Raka yang terus berjalan di belakangnya.     

"Lho? Apa salahku? Kok kamu bilang gitu se Ka?"     

"Ya itu dari tadi aku cuman dengerin kamu ngeluuuhh terus. Nggak berhenti-henti. Udah ah, bikin males aja aku jalan di belakangmu." Ujar Raka yang langsung melangkahkan kakinya mendahului Alex.     

Di saat yang bersamaan aku melihat kaca jendela ruangan yang buat dekor mading pecah dan pecahan kaca masih berserakan dimana-mana. Aku menghentikan langkahku sesaat dan tak memperdulikan bel masuk kelas sudah berbunyi. Aku memperhatikan sekitarku dan mengingat jika di dalam ruangan itu tak ada benda tajam sekalipun yang bisa membuat kaca jendela kelas sampai pecah. Aku mengintip ke dalam kelas, mading yang di buatpun juga hancur berantakan. Aku sangat terkejut melihat hal tersebut. Aku berlari menuju pintu kelas dan hendak meastikan masing yang telah di buat masih dapat di perbaiki. Namun sayangnya, saat aku hendak melangkahkan kakiku masuk, pak Lukas dengan guru BK dan guru olahraga langsung mencegahku dan memerintahkanku untuk masuk ke dalam kelas terlebih dahulu. Di belakang para guru terlihat bapak-bapak kebersihan yang selalu membersihkan ruangan kelas dan sekitarnya. Aku berjalan memasuki kellas sambil tak melepaskan pandanganku pada ruangan mading sedetikpun. Para tukang kebersihan sekolah dengan sigap langsung membersihkan serpihan kaca yang berceceran di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Sedangkan para guru meminggirkan mading yang kita buat beserta keranda bambu yang ada di sebelahnya. Di saat aku melihat keranda itu, aku terkejut mengingat kak Andrew bicara padaku jika ia akan membuangnya, namun yang menjadi pikiranku saat itu kenapa keranda itu masih ada di sana? Aku terus memperhatikan para guru itu membersihkan dan merapikan ruang mading itu, sampai akhirnya guru biologi yang mengajar kelasku pagi itu tiba, aku langsung berlari menuju ke bangku ku.     

"Selamt pagi anak-anak!" Sapa Bu Tika saat memasuki ruang kelas pagi itu sambil membawa berkas-berkas mengajarnya dan juga membawa laptopnya untuk membuat materi-materi baru.     

"PAGI BUUU!!" Teriak semua anak saat menyambut Bu Tika.     

"Yah.. seperti yang kalian lihat pagi ini, hal yang tak terduga terjadi di ruangan kosong sebelah yang di gunakan beberapa siswa di sekolah ini untuk membuat mading mengalami kecelaka'an. Semua isi kelas berantakan, kaca jendela juga sampai pecah. Bukan hanya satu kaca saja yang pecah, namun ada tiga kaca yang pecah dan hancur berantakan. Beberapa kaca yang lain hanya retak. Yaahhh.. saya sebagai guru di sini hanya mengingatkan kalian untuk selalu berhati-hati saat bermain ataupun beraktivitas apapun itu baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas, karena kita nggak tahu apa yang akan terjadi. Kalau sampai merugikan fasilitas sekolah seperti ini nanti bagaimana kelanjutannya?" Terdengar Bu Tika seperti memberikan intermezzo pada kami pagi itu, namun yang aku tak sukai ialah beliau terus menatapku selama beliau berbicara, seakan tak menyukaiku karena aku merupakan salah satu anak yang mengikuti lomba mading tersebut. Setiap anak di kelas juga tak ada yang merespon sedikitpun tentang apa yang beliau ucapkan.     

"Uhmmm.. Seingat saya di kelas ini juga ada anak yang mengikuti lomba mading itu ya? Siapa ya namanya?" Ucap Bu Tika dengan tatapan sinis kepadaku.     

Hampir seluruh anak terdiam dan memperhatikan tatapan Bu Tika saat itu dan beberapa anak yang lain langsung melihat ke arahku.     

"(Itu bukanya kamu ya Ndra yang di maksud?)" Bisik Elisa yang langsung menoleh ke bangkuku saat Bu Tika berbicara seperti itu. Aku hanya mengangguk dan tak mengucapkan sepatah kata apapun saat itu.     

"Ya mbak? Yang duduk di belakang sana itu bukannya yang ikutan lomba mading ya?"     

"I-iya bu." Jawabku dengan perasaan gugup.     

"Bisa jelaskan nggak kenapa kok bisa ruangan sebelah menjadi seperti itu? Bukannya mbaknya bersama teman-temannya yang lain kerja mading ya kemarin? Apa kalian sambil mainan bola di dalam sana sampai-sampai kaca jendelanya pecah semua?"     

Mendengar apa yang di ucapkan Bu Tika membuatku tersinggung, sebab apa yang beliau ucapkan tidak seperti dengan kenyataan yang terjadi pada kami.     

"Maaf bu untuk sebelumnya, meskipun saya dengan teman-teman saya mengikuti lomba mading itu, tapi saya dan teman-teman saya nggak ada yang berani bermain bola di dalam ruang kelas apalagi sampai merusak fasilitas sekolah seperti demikian. Sayapun juga baru mengetahui hal tersebut saat saya baru tiba di sekolah tadi ini. Jadi jika ibu mungkin menyalahkan saya dan teman-teman saya yang berbuat demikian, maaf bu, bukan kami pelakunya. Dan kalau bisa jangan berspekulasi buruk tentang lomba ini jika memang tidak menyukainya bu." Jawabku dengan lantang dan tegas. Seketika beberapa teman yang duduk di sekitarku memberikan tepuk tangan dengan diam untuk mengapresiasi diriku yang berani menjawab Bu Tika dengan tegas seperti ini. Hampir kebanyakan siswa tak ada yang berani menjawab ucapan Bu Tika yang terkadang terdengar sewenang-wenang dan seenaknya. Bahkan murid kesayangannya pun tak ada yang berani membantah apa yang beliau suruh.     

Setelah mendengar ucapaku saat itu Bu Tika seketika menjadi terdiam dan tak menjawab pernyataanku ataupun membahas masalah itu lagi dan beliau langsung mengalihkan dengan membahas materi baru yang akan beliau bawakan hari ini.     

Pelajaran hari itu baru saja di mulai beberapa menit, tiba-tiba terdengar pintu kelasku di ketuk dengan beberapa anak. Awalnya aku tak memperhatikan siapa yang masuk ke dalam kelas saat itu. Aku hanya terlalu fokus dengan menyalin materi serta gambar pada buku tulisku. Lalu Bu Tika tiba-tiba memanggil namaku dengan keras namun sedikit lembut.     

"Mbak Dyandra."     

"Ya bu!" Jawabku saat itu dan langsung terkejut melihat Karin dan Cassandra berdiri di samping Bu Tika. Aku yang melihat kedua temanku itu langsung bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menemui beliau di depan kelas.     

"Bu, kami ijin dulu untuk meminjam Dyandra sebentar." Ucap Karin.     

"Permisi bu.." Ucap kami bertiga yang langsung melangkahkan kaki keluar kelas.     

Tanpa banyak bertanya pada Karin, aku langsung mengikutinya dari belakang bersebelahan dengan Cassandra dan mengikutinya menuju ruangan kosong. Di dalam ruangan ternyata sudah berkumpul anak-anak yang ikut lomba mading, baik itu yang kemarin ikut kerja dekor maupun nggak. Serta terdapat tiga guru yang sedari tadi merapikan ruangan kosong. Kami berbaris dan membentuk lingkaran di dalam ruangan itu, sedangkan pak Lukas berada di tengah-tengah lingkaran tersebut beserta Pak Krisna dan ada Bu Lucy yang berdiri di luar lingkaran.     

"Ya, selamat pagi anak-anak!" Sapa Pak Krisna membuka percakapan kami pada saat itu.     

"Pagi pakkk.." Jawab kami serempak.     

"Yak, sepertinya kalian sudah tahu kenapa saya memanggil kalian di ruangan ini. Dan seperti yang kalian lihat saat ini, terdapat beberapa jendela di ruangan ini tampak sudah tak utuh seperti sebelumnya. Ada yang bisa menjelaskan kenapa bisa terjadi seperti ini sebelumnya?" Ujar pak Krisna sambil menatap mata kami satu persatu, seakan kamilah yang membuat ulah sampai-sampai merusak fasilitas sekolah.     

"Gimana? Ada yang bisa menjelaskan?" Ucap Pak Krisna sekali lagi. Namun tak ada yang berani menjawab satu katapun saat itu, karena kami semua yang ada di sana baik yang tidak kerja hari Juma'at, maupun yang kerja dekor hari itu merasa kami tak sampai merusak fasilitas sekolah samapi seperti ini. Kami saling menatap satu sama lain dan masih belumada yang berani menjawab pertanyaan Pak Krisna hingga akhirnya Karin yang di sana berperan sebagai pemimpin tim kami akhirnya mulai membuka suara.     

"Maaf Pak sebelumnya, saya yang akan menjawab pertanyaan bapak." Ucap Karin yang terlihat sangat gugup.     

"Ya. Karin. Iya benarkan ya, namamu Karin?"     

"Iya pak. Uhmm... Jadi sebetulnya kami tidak ada yang tahu menahu tentang masalah ini. Setelah kami selesai mendekor di ruangan inipun kami emmbersihkan semua bekas kotoran dan sampah yangg ada. Lalu ketika kami pulang juga kami mematikan semua lampu dan kipas di ruangan ini serta kerika keluar ruangan juga kami tutup dan kami kunci kembali. Jadi kami pastikan jika tidak ada yang masuk ke dalam ruangan ini selama dua hari kemarin, Sabtu dan Minngu kemarin. Karena kami tidak pernah menjadwalkan kerja dekor di luar jam sekolah pak." Ucap Karin dengan tegas mengakhiri pertanyaan dari Pak Krisna.     

"Baik. Saya juga mengetahui hal tersebut waktu hari jumat itu, saya melihat Karin bersama anak kelas tiga yang bernama Andrew menutup semua jendela dan pintu di ruangan ini dan mematikan listrik di ruangan ini. Lalu kok ini bisa terjadi seperti ini? Kalau di lempar menggunakan batu juga nggak mungkin, karena nggak ada jejak batu yang tertinggal di dalam maupun di luar ruangan. Kalau di pecah dengan alat juga ngapain ada orang yang ingin menghancurkan kacanya saja tanpa mengambil apapun di dalam. Saya dan teman-teman juga tadi memperhatikan mading kalian nggak ada part yang hilang, hanya hancur seperti yang kalian lihat saat ini. Apa ada yang bisa memberi tahu saya ada kejadian apa selama kalian kerja di sini?" Ucap Pak Kris yang mulai mengkorek-korek tentang kejadian yang kami alami hari Jum'at sore itu.     

Baik aku maupun Karin masih belum berani menjawab pertanyaan Pak Kris, akupun berpikir jika ada yang berani mengatakannya, apakah guru di sini percaya dengan apa yang akan kami ceritakan? Beberapa kali Karin yang berdiri di sebelah kiriku menyenggol lenganku, seakan memberi kode kepadaku untuk aku yang bercerita tentang kejadian malam itu. Karena hanya aku dan Bella yang mengetahui detail kejadian yang aku alami selama Karin dan kak Andrew beli makan. Aku mencoba memikirkan kembali kejadian yang telah terjadi, dan mencoba merangkum kata-kata agar dapat dimengerti semua orang di tempat ini. Aku mencoba mengambil nafas panjang sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk bercerita pada semua orangg di tempat itu apa yang terjadi pada malam Jum'at saat itu.     

"Uhmm.. saya akan bercerita sedikit pak tentang apa yang terjadi pada malam Jum'at waktu itu. Sebelumnya saya nggak yakin jika saya menceritakan hal ini kalian semua akan percaya pada ucapan saya atau nggak. Namun untuk kasus ini, mungkin ada sangkut pautnya. Jadii....."     

Aku menceritakan semua kejadian demi kejadian yang aku alami saat sendirian bersama Bella dan Alex setelah di tinggal Karin dan kak Andrew beli makan. Lalu tak lama Alex meninggalkanku dan Bella sendirian di ruangan ini, hal-hal aneh mulai bermunculan satu demi satu. Disaat cerita itulah beberapa anak sempat terkejut dan terlihat dari raut wajah mereka tak percaya dengan ceritaku. Bu Lucy yang berdiri tepat di belakang Kenzo tepat pukul jam satupun sampai membelalakkan matanya dengan rasa tak percaya dan terkejut. Aku terus menceritakan hal yang terjadi pada saat itu hingga akhirnya kami berempat berlarian turun tangga sampai bertemu dengan kak Andrew dan Karin di depan pos satpam. Di saat itulah Kak Andrew memeriksa ruangan ini. Tak lama setelah itu, akupun sempat jatuh pingsan dan setelah itu aku tak mengetahui apa yang terjadi karena setelah aku siuman semua barang yang ada di ruangan itu sudah di bersihkan, termasuk tasku yang sudah ada di sampingku.     

Pak Krisna dan Pak Lukas saling menatap satu sama lain, seakan tahu apa yang telah terjadi di sini dan siapa pelaku dari kekacauan yang terjadi.     

"Yah, baik. Terima kasih Dyandra atas apa yang kamu ceritakan. Yahh.. saya percaya akan hal itu karena memang saya sendiri pernah mengalami hal yang serupa saat saya di haruskan lembur saat memeriksa hasil ujian kalian di sekolah. Dan memang ada penunggu lain di sekolah ini yang sering menegur orang-orang yang melakukan aktivitas melebihi jam kerjanya. Terkadang memang sampai mengusili saya dan beberapa teman yang sering lembur. Namun terkadang 'mereka' hanya menegur kami para guru yang kerja lembur untuk segera pulang tepat waktu. Tetapi saya baru tahu jika mereka bisa sampai seperti ini." Ucap Pak Krisna.     

"Ow ya, saya ingin bertanya kepada kalian, kenapa kalian membuat dekor mading seperti ini? Sampai-sampai membawa keranda bekas orang meninggal?" Tanya Bu Lucy tiba-tiba.     

"Uhmm.. Itu karena ide saya Bu!" Ujar Alvaro secara sepontan.     

"Kamu tahu jika apa yang kamu lakukan ini sangat membahayakan teman-temanmu semua. Jika kamu mengetahui sekolah ini bukan hanya sekolah biasa yang di tinggali manusia biasa, melainkan ada makhluk lain yang tinggal di sini, kamu tahu arti semua yang kamu lakukan?!" Tukas Bu Lucy dengan tegas.     

"Nggak bu."     

"Hahhh.. Kamu ini.. Kamu tahu jika kamu membuat hal semacam ini bisa mengundang mereka untuk masuk kedalam sini! Apalagi ini keranda bekas orang yang baru saja meninggal kan?!"     

"Kalau masalah keranda ini saya kurang tahu bu! Soalnya saya memungut keranda ini di dekat rumahnya Zacky bu, keranda ini tergeletak di bawah pohon besar di pinggir jalan."     

"Apakah kamu lihat di sekitar sana nggak ada tempat pemakaman?"     

"Uhmm.. nggak ada bu! Di saat saya mengambil keranda itu nggak tempat pemakaman umum, hanya tanah lapang dan sawah-sawah." Ucap Alvaro dengan percaya diri.     

Akhirnya keputusan untuk hari itu, keranda yang telah di bawa Alvaro di bawa oleh tukang kebersihan sekolah untuk di bakar dan di doakan agar arwah yang masih ikut di dalam keranda itu dapat pergi dengan tenang. Lalu masalah dekor mading yang telah kita buat, akhirnya kami harus merelakan untuk membuat ulang dengan desain yang tidak terlalu mengunang makhluk halus. Dan kita yang ada di sana di beri kebebasan di hari itu untuk membetulkan desain mading yang sudah hampir rusak.     

"Heh! Kok bisa kaya gini seh!" Ucap Alvaro dengan nada kesal.     

"Ya mana aku tahu Ro." Jawab Karin sambil membongkar semua ornamen-ornamen artikel yang sudah tertempel dengan sangat hati-hati. Beberapa ornament yang tertempel dan memang sudah rusak dan tidak dapat di gunakan terpaksa kami buang dan membuat ulang.     

"Yaahhh.. tapi paling nggak kita enak lahhh.. di kasih waktu seharian buat kerja lomba mading ini. Itung-itung bisa bolos dengan persetujuan guru. Hahahahaha..." Ucap Andhika sambil tertawa puas ia dapat tak mengikuti pelajaran seharian.     

Disela-sela kami sedang membuat ulang mading, tiba-tiba kak Andrew bersama temannya melintas di lantai dua dan melihat ruangan kosong yang di gunakan untuk mading terbuka lebar pintunya. Ia pun berjalan mendekati ruangan mading dan terkejut melihat kami yang tengah mengerjakan mading di siang itu.     

"Lho? Kok kalian kerja mading di jam pelajaran sih?" Ujar teman kak Andrew.     

"Ya nggak apa lah ko! Lagian ini di ijinkan kok sama para guru." Jawab Alex sambil memotong sterofoam.     

"Heeeee.. kok enak banget! Aku ya mau ikut kalian aja kalau gitu! Hahahahaha enak nggak kena pelajaran matematika dan fisika." Ucapnya dengan tertawa slengehan.     

Mendengar ucapan teman kak Andrew seperti itu, tanpa pikir panjang pun kak Andrew langsung mendorong kepala temannya sampai hampir terjatuh.     

"Lu kalau ngomong yang bener dong Bob! Lu itu sudah mau lulus nih! Mas aiya masih mau main terus-terusan! Minggu depan ada Try out tahu nggak!! Lu mau nggak lulus tahun ini??"     

"Hahahaha.. kan bercanda Ndrew.. ya aku juga nggak mau lah nggak lulus tahun ini. Bisa di bantai bokap. Hahahahaha.." Mendengar ucapan temannya yang memang kadang waras kadang nggak warass itu, kak Andrew hanya tersenyum sambil menepuk pundak temannya itu lalu berjalan mendekatiku yang sedang merangakai artikel baru.     

"Ndra, Karin kemana?" Tanyanya basa basi.     

"Tadi keluar beli kertas manila sama sterofoam baru sama Zacky sama Cassandra kalau nggak salah. Ow ya kak kok bisa sih kejadian kaya gini?"     

"Ohh.. makanya kok aku tadi cariin nggak ada. Aku chat juga nggak di balas."     

"(Sssstttt... nanti aja aku ceritain sama Karin pulang sekolah. Jangan di sini.)" Bisik kak Andrew padaku, lalu ia dan temannya berjalan keluar kembali ke kelasnya.     

Pulang sekolah pun tiba, aku dan Karin yang sudah selesai mendekor ulang mading kami akhirnya memutuskan untuk mengakhiri ini semua dan bergegas untuk pulang ke rumah. Namun sebelum aku pulang ke rumah, kak Andrew menemui kami di kantin dan memberi tahu apa yang terjadi pada ruangan itu.     

"Jadi gimana ceritanya kak?" Tanyaku yang langsung menodongnya saat aku bertemu dengannya di kantin.     

"Yaaa.. itu ulah dari makhluk halus yang di sini. Ada yang nggak suka dengan anak kecil yang terbawa dari keranda itu karena anak itu terlalu usil dengan makhluk-makhluk di sini sampai akhirnya para penghuni di sini marah. Yahhh.. makanya sampai terjadi kaya yang kalian ketahui. Akupun nggak tahu hal ini terjadi sebelumnya. Aku tahu juga baru tadi pagi dan penghuni yang ada di toilet cewek lantai atas yang menceritakan semua yang terjadi kemarin. Beberapa makhluk halus ada yang mengambil aman dan tak ingin membuat kekacauan, 'mereka' beberapa bersembunyi di tempat biasa 'mereka' dan ada yang sengaja untuk pindah sesaat agar tak membuat keributan yang lebih besar di sekolah. Yahhh.. seperti itulah sebenarnya ceritanya kenapa bisa sampai kacau ruangan itu padahal nggak ada orang yang masuk selama hari libur. Tapi kalian nggak usah cerita pada siapapun hal ini. Hanya kalian yang tahu. Karena ada beberapa mkhluk yang tek menyukain jika kejelekkan 'mereka' di ketahui banyak orang. 'Mereka' akan lebih sering membuat keributan jika ada yang tidak terima. Ya udah yuk pulang. Sebelum semakin larut." Ajak kak Andrew mengakhiri ceritanya sore hari itu. Dan akhirnya aku bersama Karin dan juga kak Andrew pulang bersama dan kami berpisah di depan gerbang sekolah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.