The Eyes are Opened

Si Penjaga (Part 03)



Si Penjaga (Part 03)

2"Wuaahh...malamini super kenyang aku... sampai-sampai aku nggak bisa nafas dengan benar. Apalagi kue sus dari Ce Shenny bener-bener enak. Ya... iya sih... orang kelihatan mahal gitu packagingnya. Uhmm... ini sisa satu aku simpan buat nanti atau besok ah... Sayang kalau di habiskan semuanya." Ucapku saat baru selesai makan malam sendirian di meja makan kosan.     

"Cuci piring dulu lah..." Ujarku sekali lagi sambil melirik ke arah pintu kamar Ce Lili.     

Setelah selesai mencuci piring, akupun langsung berjalan menuju ke kamar untuk menaruh piring-piringku, lalu berencana untuk ke kamar Ce Lili setelahnya. Namun, saat aku sedang melewati kamar Ce Lili, tiba-tiba pintu kamar Ce Lili terbuka sedikit dan nampak Ce Lili memanggil ku dari celah pintu.     

"Psstt!! Ndra! Kesini ya!" Bisiknya, lalu langsung menutup pintunya kembali.     

Akupun hanya meliriknya dan langsung berjalan lebih cepat menuju ke kamarku dan menaruh semua peralatan makan dan piring yang baru saja aku cuci di atas meja belajar, lalu aku langsung bergegas menuju kamar Ce Lili dengan mengetuk pintunya pelan-pelan.     

[Tok-tok-tok!]     

[Krieeetttt...]     

"Sini masuk." Ucapnya lirih sambil membiarkan pintu terbuka untuk aku dapat masuk ke dalamnya.     

Saat aku pertama kali menginjakkan kakiku masuk ke dalam kamar Ce Lili, hal pertama yang aku lihat ialah tempat tidurnya yang di penuhi dengan boneka besar maupun kecil, kamar yang ternyata berukuran 3x3m ini terlihat sangat sempit dan sesak dimana begitu banyak barang dan lemari tambahan yang memenuhi kamar Ce Lili saat itu. Berbagai macam buku tebal dan tipis tertata rapi di lemari-lemari rak buku tersebut, meskipun ada beberapa buku yang tertata rapi di atas meja belajarnya. Kamar yang harum dengan aroma vanilla menyerbak di seluruh ruangan dan membuatku sangat nyaman berada di dalam kamar tersebut. Beberapa foto jaman kuliahnya bersama teman-teman dan juga pasangannya saat ini terpampang di dinding kamar dan juga di atas meja belajar dengan hiasan-hiasan yang mempercantik kamar tersebut. Beberapa kosmetik dan skincare pun tak kalah memenuhi isi kamar Ce Lili saat aku memperhatikannya dan semua itu yang aku lihat termasuk merek branded dan terbilang mahal persatuan. Aku hanya bisa menghela nafas beberapa kali saat melihat isi kamar Ce Lili saat itu. Membandingkan dengan isi kamarku yang masih terbilang masih kosong melompong dan hanya di penuhi dengan makanan-makanan ringan untuk menemaniku begadang saat sedang mengerjakan tugas kuliah.     

"Permisi ya ce..." Ucapku saat pertama kali masuk ke kamar Ce Lili sambil memperhatikan isi kamarnya.     

"Iya masuk o Ndra. Sorry ya kalau kamarnya penuh barang. Kamu bisa duduk di sini" Ucapnya terlihat malu dengan kamarnya yang penuh dan hanya terdapat sedikit ruangan untuk bisa berjalan di dalam kamarnya serta menepuk tempat tidurnya agar aku dapat duduk dengan nyaman.     

"Iya nggak apa kok Ce. Hehehehe..." Jawabku sambil tersenyum seolah mengabaikan isi kamar Ce Lili saat itu.     

"Ow ya ini aku sambil makan ya. Kamu sudah makan?" Tanyanya basa basi.     

"Iya ce, makan o dulu. Aku barusan selesai makan kok waktu cece panggil aku itu."     

"Ok. Ok." Jawabnya singkat sambil menyantap makan malamnya saat itu.     

Kami terdiam sesaat ketika Ce Lili sedang makan. Seakan Ce Lili tipe orang yang nggak suka makan sambil berbicara sehingga ia dengan cepat menghabiskan makanannya dan langsung memulai membuka pembicaraan malam itu.     

"Ya apa, ya apa Ndra?" Tanyanya saat memulai pembicaraan kami.     

"Apanya ce? Hehehehe..."     

"Lho itu lho yang kamu sempat tanyain ke mbak Sum itu lho... Itu gimana cerita ne?"     

"Ohhh... Itu to... Jadi gini ce~"     

Akhirnya aku menceritakan apa yang aku alami selama di kos ini. Dari aku sering lihat ada perempuan yang duduk di sofa TV tengah malam sambil nonton Tv meskipun TVnya sudah nggak ada channelnya lagi, sampai ada bayangan orang yang berjalan di belakang kamarku. Ce Lilipun mendengarkan seluruh ceritaku dengan seksama dan sesekali ia juga menganggukan kepalanya seakan membenarkan apa yang aku ucapkan. Hingga akhirnya Ce Lili juga menceritakan pengalamannya selama tinggal di kos ini.     

"Wuih! Kamu ini termasuk anak yang paling berani lho Ndra. Aku kalau jadi kamu paleng sudah lari ke kamar terus tak kunci kamar e."     

"Hahahahaha... Aku ya takut ce awal e... Cuman kan aku pas itu nggak tahu kalau yang tak lihat itu bukan orang. Lha dari belakang kaya mbak Silvi anak e mbak Sum kok. Rambut e kan ya panjang. Maka e mau tak deketi pas itu, lha kok malah ilang. Itu aku ya wes merinding ce. Hehehehehe..."     

"Iyo tetep yo, gitu yo kamu sek berani keluar tengah malam. Aku ae nek mbak Sum sudah matikno semua lampu kos nggak pernah mau keluar kamar kok."     

"Lha ya apa lagi ce... Kalau kebelet pipis ya apa? Mosok nyiapno pispot. Hahahahaha..."     

"Lho nek perlu ya apa lagi Ndra. Aku ya punya kok. Itu tak taruh di bawah rak sepatu. Hahahahaha... Kalau malem tak masukno."     

"Tapi ce, emang e kos ini dari dulu sudah kaya gini ta?"     

"Uhmm... ya lebih nemen se... Ini itungan e sudah nggak ada lah... Eh, sek-sek-sek. Ini nggak kerasa wes jam sembilan Ndra. Besok sabtu pagi ae ya apa kamu ke kamarku lagi? Atau aku tak ke kamar mu aja buat cerita e." Ucapnya memutus pembicaraan kami seketika malam itu.     

"Lho apa o ce?" Tanyaku penasaran.     

"Ya wes malem. Nanti kalau kita cerita kaya gini malem-malem malah kepanggil. Besok sabtu siang ae ya Ndra. Nggak apa kan? Sorry lho ya..."     

"Ya wes ce. Besok sabtu siang ya ce. Aku besok nggak kemana-mana kok. Kalau mau ke kamar, ketok aja ya ce..." Jawabku.     

"Iya-iya Ndra. Maaf lho ya Ndra. Sekali lagi aku minta maaf." Ucapnya yang terlihat sungkan kepadaku malam itu.     

Akupun langsung beranjak dari tempat tidur Ce Lili dan hendak meninggalkan kamarnya. Namun di saat aku membalikkan badan menghadap ke pintu, seketika leher belakangku terasa dingin dan aku merinding. Aku langsung melihat ke arah kipas angin yang ada di dalam kamar Ce Lili, dan kipas itu menghadap ke arah tempat tidur. Aku merasa aneh dan mencoba menghiraukan apa yang baru saja aku rasakan. Saat aku berpamitan pada Ce Lili di depan kamarnya, barulah aku paham perasaan aneh tersebut. Aku sempat terkejut, namun tak bisa berkata apapun saat itu. Aku melihat bayangan sosok perempuan dari balik jendela kamar ce Lili yang menghadap ke arah gang kecil belakang kosan. Sosok perempuan itu tengah berdiri dan melihat ke arahku. Bulu kuduku langsung berdiri dan diam-diam aku menggosok lenganku, mencoba menenangkan perasaanku agar tak membuat ce Lili susah tidur malam itu.     

"Ce, jangan lupa tutup gorden jendelanya ya." Ucapku saat meninggalkan kamar ce Lili dan langsung berjalan menuju ke kamar.     

"Hah? Iya Ndra. Thanks, ya." Jawabnya yang langsung menutup pintunya. Akupun langsung berjalan kembali menuju ke kamarku sambil terus melihat ke bawah.     

"Ndra, kamu dari mana? Kok tadi aku cari'in nggak ada di kamarmu?" Tanya Karin yang tiba-tiba muncul saat aku mau masuk ke dalam kamar.     

"Hah? Aku tadi abis dari kamarnya Ce Lili."     

"Owala... Kirain kamu tadi keluar kamar, soal e kok tumben keluar kamar tapi kamar e nggak di kunci. Emang e kamu tadi abis ngapain di kamar e Ce Lili Ndra?"     

"Nggak ngapa-ngapain. Tadi Ce Lili cuman pengen ngobrol aja sama aku. Uhmm... Terus kamu tadi cari aku emangnya ada apa Rin?"     

"Itu... Aku tadi mau ajak kamu ke depan buat temenin aku beli makan sama ambil paket, tapi kamunya nggak ada ya udah nggak jadi..."     

"Lha terus? Kamu tadi jalan kaki sendiri?" Tanyaku lagi.     

"Nggak. Aku minta tolong kokoku buat anter ke sini. Hehehe..."     

"Ko Andrew?"     

"He'e. Hehehe..."     

"Ya udah kalau gitu aku masuk kamar dulu ya Rin... Bye..."     

"Iya Ndra. Bye..." Jawabnya sambil menutup pintu kamarnya kembali.     

Akupun langsung masuk ke dalam kamar dan berbaring di tempat tidurku sambil membayangkan sosok perempuan yang ada di balik jendela kamar Ce Lili.     

"Siapa ya tadi yang aku lihat? Nggak kelihatan apa-apa sih... Cuman kelihatan wajah sama rambut e tok panjang. Wajah e putih pucat. Nggak terlihat nyeremin tapi ya medeni juga. Tapi sek ta lah... Emang di balik kamar e Ce Lili itu ada jalan yang bisa muat orang lewat ta? Lewat mana coba? Huft! Sudahlah! Aku jadi ngantuk kan sekarang." Gumamku langsung memejamkan mata.     

"MARIAA!!! CATERING!!!"     

Terdengar teriakan mbak Sum dari balik jendela kamarkubegitu sangat kencang dan keras hingga membuatku terbangun dari tidur.     

"Hmm... Sudah jam tujuh to... Makanya ko mbak Sum teriak-teriak." Ucapku saat melihat jam di layar ponselku.     

Seperti biasa, hampir setiap hari mbak Sum selalu berteriak memanggil anak-anak lantai atas saat ada catering datang, teman yang berkunjung, ataupun mobil antar jemput yang sudah menunggu di depan. Seakan hal seperti itu sudah menjadi kebiasaan dari kosan ini dan terus aku dengarkan dari pagi sampai sore, sehingga kosan yang aku tempati saat ini nggak akan pernah sepi dari teriakannya mbak Sum yang sangat khas.     

Akupun langsung beranjak dari tempat tidurku dan berjalan keluar kamar untuk melihat toilet apakah ada orang yang menggunakannya atau tidak.     

"Oh! Kosong!" Ucapku dengan lirih sambil melihat toilet yang masih kosong belum ada orang yang menggunakannya. Akupun langsung berlari ke tempat jemuran dan mengambil handukku cepat-cepat sebelum ada orang lain yang menggunakannya lalu langsung mandi pagi itu juga.     

Setelah mandi badanku terasa lebih segar dan berenergy, aku memutuskan pagi itu untuk berjalan keluar sambil mencari sarapan. Baru saja aku mengunci pagar kosan, tiba-tiba ponselku berdering dan aku melihat ada panggilan dari Dito, aku langsung menerima panggilan tersebut dan berbicara dengannya.     

"Hallo?" Sapaku.     

["Hallo... Tumben cepet banget di angkatnya? Kamu lagi apa? Dimana?"]     

"Iya ini mau keluar beli makan. Kenapa?"     

["Sama siapa? Fotoin."]     

"Sendiri. Bisa nggak sih pagi-pagi lho kamu sudah kaya gini? Masih nggak percaya sama aku? Kan kamu juga tahu sendiri aku sudah nggak punya teman lagi sejak kamu terlalu overprotective sama aku. Masa iya kaya gini aja kamu segininya sih?"     

["Ya aku nggak tahu kan selama kamu di sana bisa aja kamu tutup-tutupin ke aku. Makanya aku minta foto bukti biar aku percaya."]     

"Huuffftt!! Tuh sudah aku kirim ke kamu." Jawabku dengan jutek.     

["Ow ya sudah. Nanti aku mau ke sana."] Ucapnya dengan nada dingin setelah melihat foto yang aku kirim.     

"Sudah kan? Aku mau jalan beli makan. Kalau aku teleponan terus di jalan nanti kalau ada apa-apa gimana? Terus kamu ke sini mau ngapain?"     

["Ya mau ketemu kamu lah. Kenapa?"]     

"Nggak apa. Biasanya kamu sibuk soalnya."     

["Ya makanya ini aku lagi nggak sibuk. Aku mau ketemu kamu. Ya sudah kalau gitu. Hati-hati kalau di jalan. Dah. Nyampe sana mungkin sorean."]     

"Iya. Dah."Jawabku mengakhiri panggilan pagi itu dan langsung memasukkan ponselku ke dalam tas kecil yang aku gunakan saat itu.     

Aku berjalan menuju gapura depan dan melihat ada warung kecil yang menjual berbagai makanan rumahan. Akupun langsung memutuskan untuk membeli makan pagi di sana. Terlihat sangat ramai pengunjung saat aku masuk ke dalamya. Ada beberapa orang anak kuliahan dan juga beberapa orang yang berseragam lengkap seperti orang yang hendak berangkat kerja membeli nasi di situ. Pelayanannya sangat cepat sehingga aku tak perlu menunggu lama untuk dapat di layani dan mendapatkan nasi bungkus yang aku inginkan. Selesai membeli nasi, aku langsung bergegas pulang ke kos untuk menyantap nasi yang baru saja aku beli. Sinar matahari semakin lama semakin tinggi, terasa teriknya semakin panas membuatku sedikit berkeringat saat berjalan menuju ke kosan. Dengan cepat langkah kakiku ku gerakkan agar tiba di kosan.     

"Waahhh... panas banget ya hari ini. Meskipun masih pagi, tapi terik mataharinya nyengat banget.' Gumamku saat sudah masuk ke dalam kos.     

"Dari mana Ndra?" Tanya mbak Sum yang sedang menyapu halaman kosan.     

"Ini habis beli nasi campur di sebelahnya bakso pak Tombak."     

"Ow iya, itu nasi e enak."     

"Iya maka e tadi nyoba pas rame. ya udah aku masuk dulu ya mbak."     

"Iya Ndra." Jawab Mbak Sum sambil melanjutkan bersih-bersih halaman kosan.     

Aku langsung masuk ke kamar dan langsung makan nasi bungkus yang baru saja aku beli. Baru selesai makan, tiba-tiba aku mendengar ada yang mengetuk pintuku.     

[Tok-tok-tok...]     

"Iyaaa... Bentar!!" Teriakku sambil cepat-cepat merapikan sisa makanku dan membukakan pintu.     

"Oh, Ce Lili. Masuk ce. Maaf kamarku bau makanan. Hehehehe..."     

"Iya nggak apa kok Ndra. Kamu abis beli makan di mana?"     

"Aku tadi abis beli makan di warung yang sebelahnya bakso Pak To itu lho ce."     

"Ohh... Iya tahu... Iya di situ lumayan emang masakannya. Aku juga sering beli nasi bungkus buat bekal kerja. Eh, kamarmu enak juga ya ternyata. Lebih adem dari pada kamarku." Ucapnya sambil melihat isi kamarku.     

"Hehehehe... Iya ta ce? Ya mungkin jendelanya hadap ke arah jemuran belakang jadi anginnya bisa masuk. Ow ya, di kamarnya cece itu pas di baliknya jendela itu ada ruangan lagi ta?"     

"Ohh... itu, nggak ada ruangan lagi se. Itu kaya gang kecil aja buat sirkulasi udara kamar yang deket dapur bener e."     

"Bisa di lewati orang ta ce?"     

"Hah? Ya nggak lah. Setahuku ya, itu nggak bisa di lewati orang. Aku dulu sudah tanya sama shu shu e kos, katanya ini rumah emang di buat ada gang kecil buat kamar yang tembok e dempet sama tembok e tetangga gitu, biar ada sirkulasi udaranya, makanya kamarku kan nggak ada jendela yang hadap ke dalam rumah kan? Ya karena itu. Lagi pula kata e itu gang e cuma 30 centian apa lebar e, jadi nggak mungkin ada orang yang bisa lewat ke situ lah. Apa'o Ndra?"     

"Ohh... nggak apa kok ce, tanya aja. Soal e ya penasaran aja itu kamar e cece jendela e hadap ke gang gitu apa di balik e ada gudang atau gimana. Hehehe..."     

"Tapi ya Ndra, aku sering banget lho dengerin suara glodakan di balik jendelaku itu pas malem-malem apalagi. Sampe tak kasih senter buat lihat ada apa ya nggak ketokan. Pas siang e aku lihat lagi pake kaca to, di gang itu lho nggak ada apa-apa. Tapi sering banget suara glodakan lha, terus suara kaya kaki jalan yang di seret itu lho. Kamu tahukan maksudku?"     

"Iya-iya tahu ce. Lha terus ya apa ce? Cece nggak bilang shu shu kos e?"     

"Ya sudah, sampe ambek shu shu e dilihat dari atas genteng. Tapi kata e ya nggak ada apa-apa di sana. Wes guendeng nggak se kamu lek pas di posisiku kaya gitu malem-malem apalagi aku sering denger e pas jam satu kebawah. Ya mesti tak titeni lho Ndra. Tiap jam satu sampe jam tiga itu aku sering denger kaya gitu di kamarku, apalagi sebelah kamarku dulu masih kosong."     

"Lho itu kejadian e sampe sekarang ta ce? Kok cece nggak pindah kamar ae dulu?"     

"Kalo sekarang sudah hampir nggak pernah se. Apa mungkin ada dewi yang jaga kos ini akhir e nggak ada kaya gitu-gitu, ya aku nggak tahu lagi se. Kalo pindah se dulu sempet mau pindah ke kamar atas, tapi aku males puoll! Barang ku itu wes banyak! Lebih banyak dari pada sekarang malah. Yaa... nama eaku dulu sek kuliah, boneka-boneka dari pacarku ya buanyak. Ini ae sudah tak pindahno ke rumahku. Jadi e muales gitu lho Ndra kalau di suruh pindahan kamar. Dulu kamar yang di lorong ini sudah penuh semua, Shenny juga dari awal masuk ya sudah nempati kamar nomor satu itu ambek adik e. Sekarang adik e sudah nikah duluan maka e Shenny masih ngekos."     

"Owala...gitu to ce... Lha terus kata e cece yang dewi-dew tadi itu beneran ta?"     

"Nahhh... itu aku ya mau cerita-cerita sama kamu. Aku nggak tahu ini beneran apa nggak ya Ndra, aku sendiri ya nggak percaya sama hal-hal mistis kaya gini ini. Cuman setelah aku sering lapor ke shu shu kos itu, beberapa hari setelah e shu shu kos dateng sama 'orang pinter' gitu lah. Sampe satu kos di doa'no, di kasi dupa-dupa gitu, hampir tiap minggu shu shu e kos mesti sembahyang di bawah e tangga, nah aku tahu e di bawah e tangga itu ada altar buat sembahyang e. Ada dewi Kwan In ambek patung dewa apa gitu lho yang di percaya buat jaga rumah dan bisa nangkal makhluk halus gitu. Nahh.... terus, tiap malam itu aku ya sering dengerin suara tv e nyala sendiri, padahal lampu-lampu e sudah di matikan, moro-moro tv e nyala tapi kan kalau sudah di atas jam dua belas nggak ada sinyal siaran tv lagi to Ndra, jadi sering denger tv e gemresek gitu. Aku ya sering tanya mbak Sum pagi e ya nggak ada yang ngaku lho! Lak yo tambah medeni to Ndra."     

"Wah cece kok bisa sampe tahu gitu apa cece belum tidur ta jam segitu?"     

"Aku dulu dari jaman kuliah tidurku malem-malem terus Ndra, ngerjakno tugas lah, belajar buat ujian lah, kadang ya nonton streaming film drakor jadi tidur e malem-malem. Hehehehe..."     

"Lha terus gitu tv e pas pagi masih nyala apa sudah mati ce?"     

"Uhmm... aku nggak tahu pasti e ya Ndra, cuman pernah aku pas itu begadang dan jam satu dengar tv e nyala, itu aku wes nggak mau keluar kamarto, terus sampe jam setengah empat pagi, tepat suara orang mau sholat itu mati, nggak ada denger suara tv lagi wes pokok e. Aku nggak tahu pas itu ada orang yang mati'in tv e atau mati sendiri aku nggak tahu, aku ya nggak tanya mbak Sum lagi masalah itu. Malah bikin paranoid dewe nek aku tanya-tanya gitu terus Ndraa... Wes tiap malem di teror sama suara aneh dari balik jendela, terus ini tv nyala tiap malem. Wess... Wess... maka e aku jarang kalau sudah malam keluar kamar ya gara-gara itu Ndra..." Ujarnya sambil merebahkan tubuhnya ke kasurku.     

"Wah aku baru tahucerita kaya gini kalau cece nggak cerita. Aku kira aku aja yang ngerasain hal kaya gini. Ternyata aku nggak sendirian."Ucapku.     

"Emang e kamu sering ngerasain apa selama tinggal di sini Ndra?"     

"Uhmm... kalau aku se sering e ya nemui tv nyala sendiri terus aku lihat ada orang rambut panjang duduk sambil lihat tv e, tapi pas aku samperin orang e nggak ada. Hilang gitu. Terus ada lagi, kejadian e hampir sama, tapi pas itu lihat sosok perempuan itu lewat di belakangku pakai baju putih panjang banget. Tapi bukan baju putih yang biasa dipake mbak kun lho ya ce. Kaya kain putih tipis, uhmm... sejenis kain sutra tahu kan ce? Nah itu, rambut e ya panjang hampir sepantat rasa e, terus pas lewat itu ngecium bau bunga wangi banget. Hawa e juga dingin gitu yang aku rasa in. Lalu beberapa hari berikut e aku denger ada suara orang kaya lagi nyapu pakai sapu lidi malem-malem, aku kepo kan ce... Ya aku lihat dari balik jendela kos malam itu, uhmm... kalau nggak salah pas itu sudah hampir jam dua belas malam. Nah, pas aku lihat tuh halaman depan, nggak ada orang sama sekali. Tapi suara e kedengaran pol kalau itu di depan rumah kosan."     

"Hah? Masa sih Ndra? Kok kamu ya berani banget kaya gitu? Kalau aku ya sudah lari ke kamar Ndra..."     

"Ya aku bener e ya takut ce... Udah kos e nggak ada orang sama sekali pas itu, lampu tengah juga udah di matikan to jam segitu... Tapi nama e orang penasaran ya tak dateng i aja. Hahaha..."     

"Tapi kamu tahu nggak, kalau kamu denger ada orang yang nyapu malam-malam itu bener e bukan orang lho! Tapi mbak Kun yang lagi jalan, kan rambut e panjang ngepel jalan, nah suara srek-srek itu dari suara rambut e! Aku tahu sendiri soal e pas aku nginep di rumah e emakku jaman masih SMP apa SMA itu kan masih sepi pol rumah e emakku, yaahh... termasuk kampung lah kalau istilah e sekarang. Nah... itu aku ya ngalami kaya kamu gitu. Tapi pas itu aku lagi di kamar tidur sama emak, jaman dulu kan tembok rumah belum kaya sekarang kaann... Masih ada yang pakai kayu, atau gebyok bambu, itu suara srek-srek tengah malam itu kedengaran sampe kamarku. Terus aku tanya sama emakku yang sudah tidur, dan emakku malah bilang, aku di suruh tidur sambil tutup telingaku biar nggak kedengaran suara srek-srek itu. Pas pagi e baru emakku jelasin suara itu suara apa, terus ada yang bilang kalau dengar suara anak ayam tengah malam itu ya pertanda ada e si mbak itu. Kalau semakin jauh suara ayam e, malah semakin deket sama kamu. Kalau semakin deket suara e, berarti si mbak posisinya jauh dari kamu. Gitu. Itu sering banget lho kalau di desa-desa atau kampung gitu." Tukas Ce Lili yang bercerita panjang lebar tentang pengalamannya.     

"Iya se ce, aku ya pernah dengar kalau yang suara anak ayam itu. Tapi ya ngeri juga ya ce..."     

"Iya maka e itu aku sih percaya nggak percaya Ndra... Ya untung e aku nggak bisa lihat hal-hal kaya gitu. Kalau bisa ya amsiong wess... Kalau kamu bisa lihat ya kaya e?"     

"Nggak ce. Aku nggak bisa lihat bener e... Tapi terkadang 'mereka' sering menampakkan diri sendiri ke aku, maka e aku sering ngelihat 'mereka'. Tapi ya sering e nggak di lihatin wujud asli e se. Wajah e nggak keliahatan yang aku lihat." Ucapku.     

"Eh, sudah siang ae ini. Nggak kerasa lho ngobrol-ngobrol sama kamu sekarang sudah jam dua belas. Kamu ada makan siang ta?" Tanya Ce Lili sambil beranjak dari tempat duduknya.     

"Ada kok ce. Tadi sekalian beli lauk aja sih. Kenapa? Cece nggak ada lauk ta? Atau mau aku temenin beli lauk di depan?"     

"Nggak-nggak kok Ndra. Aku ya punya lauk kok. Ya udah kalau gitu Ndra, tak mbalek sek ke kamarku ya. Bye Ndra... Makasi ya buat waktunya... Kamarmu beneran uwenak se, adem, nggarai pengen tidur terus nek ndek sini. Hahahaha... Daahhh..." Ucap Ce Lili sambil meninggalkan kamarku dan bersamaan itu Karin baru saja keluar dari kamarnya saat Ce Lili keluar dari kamarku, ia langsung menghampiriku dan menanyakanku tentang Ce Lili saat itu juga.     

Namun aku nggak menceritakan detail apa saja yang kami obrolkan bersama, dan memberikan alasan lain agar Karin tidak terlalu penasaran dan berpikiran aneh terhadapku saat itu. Lalu setelah itupun ia meninggalkanku dan kembali masuk ke kamarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.