The Eyes are Opened

Kandas



Kandas

2Tak terasa hari sudah mulai sore, jam menunjukkan pukul setengah empat sore, langit menjadi lebih teduh dan kamarku pun jauh lebih dingin dari pada siang tadi. Aku yang masih menunggu kabar dari Dito ingin mengunjungi ku di kosan pun menghabiskan waktuku dengan menonton film streaming hingga dua film habis kutonton siang itu.     

"Dito jadi ke sini nggak ya? Kok nggak ada kabar? Apa aku oba telepon aja?" Gumamku sambilmeriah ponsel di atas meja belajar.     

[Trrrrrrr.... Trrrrrrrr... Trrrrrrr... Trrrrr.... ~]     

"Nggak diangkat. Udahlah. Nanti kalau nyampe juga bakal kasih kabar." Ujarku sambil kembali rebahan di atas tepat tidur dan berakhir akhirnya aku tertidur sore itu.     

[Drrtt! Drrtt!]     

Aku terbangun saat ponselku bergetar, melihat ada pesan yang barusan masuk, akupun melihat jam di layar ponselku sekilas sebelum membuka pesan tersebut. Hari sudah malam. Saat aku melihat ponselku jam sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Aku langsung membuka pesan tersebut dan berharap Dito yang menghubungi. Namun, aku sedikit kecewa, bukan Dito yang mengirimiku pesan, melainkan kak Dita yang ingin memberikanku makanan untukku. Tanpa membalas pesannya, akupun langsung menghubungi kak Dita saat itu juga.     

[Trrrrrrr... Trrrrrrr... Trrrrrrr...]     

["Hallooo.... Ndraaaa.... Di kosan?"] Ucap Kak Dita saat pertama kali menerima panggilan dariku.     

"Halloo... Iya kak. Ini Andra di kos kok. Kakak dimana?"     

["Ini aku sudah mau nyampe kosanmu. Masih di depan lampu merah. Sudah makan belum?"]     

"Belum. Ini baru bangun tidur. Hehehehe..."     

["Lha? Kok baru bangun tidur? Tumben amat?"]     

"Ya ngantuk kak.. Bosen di kosan. Udah kakak cepetan ke sini deh. Andra udah lapar. Kakak sama ko Kevin?"     

"Iya lah. Udah! Tungguin di depan! Ini sudah masuk ke gang kosanmu!" Ucap Kak Dita yang langsung menutup teleponnya.     

Aku langsung saja bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju ke pintu gerbang sambil menunggu kak Dita tiba. Di teras kos saat itu sangat ramai, ada banyak orang yang sedang duduk di halaman kosan sambil menikmati jagung bakar yang baru saja dipanggang, aku melirik sedikit kebelakang ternyata orang-orang yang sedang berkumpul ini adalah teman-teman dari anak lantai dua. Aku berjalan keluar dari gerbang dan berdiri di balik pintu gerbang, sambil menunggu kak Dita tiba. Aku melihat ke kanan dan ke kiri berharap Dito juga tiba di depan kosku, namun tak ada siapapun di sana. Aku juga melihat ke layar ponsel beberapa kali sambil menunggu kabar dari Dito yang tak juga menghubungiku lagi. Aku sudah merasa putus asa dan akhirnya duduk di bawah pohon depan kos sambil menunggu mobil Ko Kevin datang.     

[Tin! Tin!]     

"Woi Ndra! Ngapain kamu di sini?!" Teriak ko Kevin dari dalam mobil saat baru tiba di depan kosku.     

Akupun langsung beranjak dari tempat dudukku dan langsung menghampiri mereka.     

"Kamu ngapain duduk di situ deekk??? Nggak takut apa kalau ada yang nemenin bukan orang beneran? Udah gelap, malem-malem lagi." Ujar Kak Dita.     

"Ya kan aku tungguin kakak. Katanya sudah deket, tapi ujung-ujungnya ya lama. Makanya aku tungguin di depan." Ucapku sambil cemberut.     

"Ya sorriii deekk... tadi kakak mampir ke supermarket dulu. Ow iya, nih kakak bawain nasi bebek goreng. Di beli'in ko Kevin tuh."     

"Makasi ya ko..." Ucapku ke ko Kevin sambil menerima nasi bebek dari kak Dita.     

"Kakak nggak mampir dulu?"     

"Nggak dulu deh. Kakak besok ada kerjaan ke luar kota, berangkat pagi-pagi juga. Jadi ini kakak langsung balik aja ya..."     

"Ya udah kalau gitu. Hati-hati di jalan ya kalau gitu... Sekali lagi makasi nasi bebeknya..."     

"Iya. Ow ya, Dito nggak ke sini dek?" Tanya kak Dita tiba-tiba saat hendak pulang.     

"Nggak. Tadinya mau kesini. Tapi sampai malam gini nggak ada kabar." Jawabku.     

Namun saat kak Dita mendengar ucapanku barusan, mereka berdua di dalam mobil langsung saling tatap-tatapan seakan ada sesuatu yang berkaitan denganku.     

"Kenapa kak?" Tanyakudengan heran.     

"Nggak ada apa-apa kok." Jawab kak Dita yang terlihat masih menutupi sesuatu.     

("Kamu yakin nggak kasih tahu adekmu masalah ini? Atau kamu ada rencana? atau aku aja yang hantam co-.)" Bisik ko Kevin yang sekilas terdengar olehku.     

"Ada apa sih?! Ada masalah apa sih ko? Koko mau hantam siapa?" Tanyaku yang semakin membuatku penasaran.     

"Nggak apa kok Ndra. Itu masalahnya ko Kevin sendiri sama temannya. Udah, kamu masuk dulu sana. Sudah jam setengah sepuluh nih. Kita balik dulu ya Ndra... Byeee..." Ujar kak Dita yang melambaikan tangannya dari dalam mobil.     

"Beneran nggak ada apa-apa? Ya udah kalau gitu. Kalian hati-hati di jalan." Ucapku sambil melangkah mundur masuk ke dalam rumah kosan.     

Di perjalanan pulang...     

"Vin! Lu gila ya?! Masa iya lu mau kasih tau Andra masalah cowoknya jalan sama cewek lain sih tadi? Kalau dia sampai nangis tanggung jawab adek gue lu!"     

"Ya kalau kaya gitu harus di kasih tahu adek lu lah Dit! Masa lu sebagai kakaknya malah diam aja dan ngebiarin cowok adek lu kaya gitu? Lu juga ngediemin cowoknya jalan sama cewek lain. Cowok brengsek kaya gitu pengen gue hajar tahu nggak Dit! Nggak bisa di diemin! Lu pacar gue, adik lu ya adik gue Dita! Sakit hati gue lihat tuh cowok kaya gitu." Ujar Kevin dengan emosi hingga membuat Dita terdiam dan tak dapat mengatakan apa-apa saat itu.     

"Ya tapi timingnya nggak pas beebbb... Kasian adek gue..."     

"Nggak ada timing yang tepat buat ceritain hal kaya gini beb. Lebih kasihan lagi kalau Andra tahu langsung dengan mata kepalanya sendiri. Apa lu nggak bakalan ngerasa bersalah? Lu tahu tapi nggak kasih tahu adik lu?"     

"Iya juga sih beb... tapi... hmmpphhh.... Sudah nanti aja di omongin ke Andranya. Aku pikirin aja cara ketemunya dulu sama Andra terus bahas cowoknya yang enak."     

"Terserah lu beb. Asal jangan terlalu lama. Kasihan."     

"Iya."     

Di sisi lain Andra yang masih terlihat gelisah tak mendapatkan kabar satupun dari Dito mulai panik. Ia mencoba mencari jejak dari media sosial untuk mengetahui apakah Dito hari ini mengupdate sesuatu di media sosialnya. Iajuga hendak menanyakan keberadaan Dito pada teman terdekat atau kerabatnya, namun tak ada satu orangpun yang ia kenal. Ia terlihat putus asa di dalam kamar sampai berdoa agar Dito tetap masih hidup jika mengalami kecelakaan ataupun sakit. Berulang kali Andra mencoba menghubungi Dito malam itu, namun berujung ponsel Dito tidak aktif sama sekali, membuat perasaan Andra bercampur aduk sehingga tak dapat tidur malam itu.     

Senin, 08 Oktober 2012.     

[Tititititittt! Titititititit! Titititititit!! Tititititititit! Tititititit!!]     

"Ughh... Sudah jam enam... Hoaammm... Masih ngantuk... Tidur bentar lagi ahh..." Gumamku setelah mematikan alarm yang ada di atas meja belajar, lalu aku kembali tidur lagi.     

Namun, baru juga 10 menit berlalu, aku langsung terbangun dari tidurku dan memeriksa notifikasi di ponselku.     

"Masih nggak ada kabar dari orang itu." Ucapku saat melihat layar ponselku yang nggak ada balasan satupun dari Dito. Aku terdiam sejenak lalu langsung beranjak dari tempat tidurku dan memutuskan untuk segera mandi, karena saat itu aku baru ingat jika hari ini ada kelas pagi di lantai empat dan juga di gedung fakultas farmasi. Aku nggak ingin terlambat di kelas pagi ini sebelum absensiku di anggap tidak hadir meskipun aku terlambat satu menit saja.     

06.15 WIB Aku baru selesai mandi dan langsung bersiap-siap untuk berangkat meskipun hari ini kelas di mulai pukul 07.00 WIB. Selama perjalanan menuju ke kampus, aku merasakan ponselku bergetarbeberapa kali di dalam tas, namun aku nggak berani mengeluarkan ponselku selama aku di jalan, apalagi saat itu jalanan sekitar komplek kos dan kampus ku masih sangat sepi dan rawan dengan pencopetan di pagi hari, oleh karena itu aku sangat berjaga-jaga dan berjalan lebih cepat agar cepat tiba di kampus.     

Benar saja, tak butuh waktu lama saat aku berjalan dari kosan hingga ke kampus. Hanya 15 menit jalan kaki akhirnya aku tiba di kampus dan langsung berjalan lagi menuju ke gedung farmasi untuk mencari kelas yang akan digunakan untuk kuliah hari ini.     

"Waahhh... liftnya penuh lagi. Hmm... naik tangga aja deh. Terpaksa dari pada nunggu liftnya lama." Gumamku saat melihat lift yang ada di gedung ini penuh dengan mahasiswa-mahasiswa yang hendak naik ke lantai atas. Aku langsung berjalan belok ke kanan dan menaiki anak tangga yang ada di sebelah lift gedung farmasi.     

"Lah?! Gedung farmasi anak tangganya nggak terlalu tinggi aja ada liftnya! Di gedung ekonomi tiga tingkat tapi anak tangganya tinggi kaya naik gunung nggak pakai lift! Waahhh... nggak adil banget sih ini. Kalau kaya gini meskipun naik tangga juga nggak terlalu capek." Gumamku.     

Setelah tiba di kelas yang dituju, akupun langsung mencari tempat duduk di bagian tengah dan langsung membuka ponselku.     

"Hm? Dito?" Ucapku saat melihat ada panggilan yang tak terjawab dari Dito. Tanpa pikir panjang, aku langsung keluar kelas dan menghubunginya lagi.     

"Hallo?" Ucapku saat Dito pertama kali mengangkat teleponku.     

["Dimana kamu? Kok tadi aku telepon berkali-kali nggak di angkat?"] Jawabnya dengan ketus.     

"??? Di kampus. Kenapa? Kenapa nyolot gitu ngomongmu?" Ucapku yang masih santai padanya.     

["Aku nggak nyolot kok. Beneran di kampus? Mana buktinya? Kirim sekarang?"]     

"Kamu nggak ada mau bilang sesuatu ke aku? Atau minta maaf ke aku gitu?"     

"Apa'an? Sudah cepetan kirim fotonya sekarang! Banyak alasan kamu ini! Pakai ngomong kaya gitu ngalihin pembicaraanku ya?! Udah di telepon pagi-pagi nggak di angkat, sekarang banyak alasan, pintar jawab lagi!"]     

"Hah? Apa'an sih kamu ini. Pagi-pagi ngomongnya kaya gini?! Udah salah nggak mau minta maaf lagi! Sudah lah! Aku mau kelas! Dosenku sudah datang!" Ucapku dengannada kesal padanya dan langsung mengirimkan satu gambar gedung kampus kepadanya dan tak memperdulikan lagi pesan maupun panggilan darinya. Aku seketika pagi itu dibuatnya sangat kesal dan tanpa basa basi aku mematikan nada dering ponselku serta membuatnya tak bergetar sama sekali saat ada panggilan ataupun pesan yang masuk agar tidak menggangguku selama kuliah.     

Nggak terasa hari sudah siang, dan aku juga baru selesai kelas. Aku langsung berjalan menuju ke kantin untuk mencari makan, karena dari pagi aku belum makan apapun sampai saat ini. Lalu setelah membeli makan siang, aku memutuskan untuk langsung kembali ke kos, karena kelas yang aku ambil hari ini sudah berakhir. Saat perjalanan menuju ke kos pun aku belum melihat ponselku lagi dan aku nggak ada pikiran tentang Dito yang akan ke kos ku hari ini. Aku sudah merasa kecewa dimana seharusnya kemarin aku bertemu dengannya, tetapi dia sendiri yang mengingkari janjinya padaku. Aku berjalan dengan perlahan di tengah teriknya matahari dan di saat yang bersamaan, mataku langsung tertuju pada satu mobil sedan hitam yang terparkir di depan kosanku. Aku memperhatikan baik-baik dari kejauhan, memastikan jika itu bukan mobil milik Dito. Namun saat aku semakin dekat dengan rumah kosanku, dan aku memperhatikan plat nomor kendaraan mobil sedan hitam itu, dengan perasaan yakin jika mobil itu milik Dito. Aku berdiri tepat didepan mobilnya sambil menatapnya tajam dan dengan perasaan kesal. Namun ia masih juga nggak mengetahuiku sama sekali dan masih saja sibuk dengan ponselnya. Aku menunggunya hampir lima menit dan ia juga belum menyadarinya. Aku berjalan menuju ke arah pintunya dan mengetuk kaca mobilnya. Namun aku salah, ia sedang menggunakan headsetnya dan masih tak menyadari aku ada di sana saat itu. Sudah hampir lima belas menit aku menunggunya, namun ia masih nggak tahu aku di sana, akupun langsung memutuskan untuk meninggalkannya di depan kos dan berjalan masuk ke dalam.     

Sesampainya aku di kamar, aku melihat ke arah ponselku yang tergelat di atas meja belajar, terlihat ada panggilan masuk dari Cherryl. Akupun langsung mengangkat ponselku tanpa menghiraukan Dito yang masih menunggu di depan.     

"Hallo?" Sapaku saat pertama kali menerima panggilan dari Cherryl.     

["Ndra! Kamu dari mana aja? Aku cariin tadi di kampus nggak ada! Tadi kamu ada kelas di gedung farmasi kaaannn??"]     

"Iya. Aku ini lagi di kos Cher, barusan pulang. Emang ada apa?"     

["Ini lho aku barusan di kasih tahu Alex kalau besok ada ujian perpajakan. Bahan materinya ada di tempat fotocopy San-san. Kamu sudah ada ta?"]     

"Heh? Yang bener?? Maka e aku tadi lihat di tempat fotocopy rame banget. Nggak tahunya ada materi ujian buat besok. Eh, Apa?! Besok?! Lha! Aku nggak punya Cher! Kamu masih di kampus ta? Sudah fotocopy?"     

["Iya ini aku masih di kampus. Aku fotocopi'in buat kamu sekalian ya. Tapi kamu ke kampus ya Ndra buat ambilnya... Aku ada kelas abis gini soal e... Nggak apa kaann??"]     

"Iya aku ambil sekarang deh. Tunggu ya Cher! Byeee... Thank you sebelumnya!" Ucapku mengakhiri teleponku siang itu.     

Akupun langsung bergegas mengambil tas dan cardiganku untuk kembali ke kampus. Tetapi saat aku baru membuka gerbang kosan, tiba-tiba Dito sudah berdiri di depan pintu sambil memaikan gawainya tanpa henti. Akupun pura-pura nggak tahu jika ada dia di sana dan langsung keluar kos begitu saja. Namun di saat aku baru berjalan tiga langkah keluar dari kosan, Dito langsung memanggilku.     

"Nik!!" Teriaknya saat ia baru menyadari aku keluar kos. Aku langsung berhenti dan menoleh kebelakang.     

"Kamu mau kemana?" Tanyanya sambil menghampiriku.     

"Aku mau ke kampus. Mau ambil materi buat ujian besok. Kenapa?"     

"Kok kenapa sih? Aku ini sudah jauh-jauh ke sini bukannya disambut baik-baik kok malah kamu tinggal pergi begitu saja." Tukasnya dengan nada kesal.     

"Yang harusnya bilang kaya gitu itu aku tahu nggak ko. Dari kemarin aku sudah tungguin kamu sampai malam nggak ada kabar, terus pagi-pagi telepon bukannya minta maaf malah ajak debat lagi. Terus sekarang ke sini kamu mau apa ko? Kalau mau ajak debat, maaf ko. Aku nggak ada waktu. Aku mau ke kampus. Aku sudah di tungguin temanku. Bye." Ucapku sambil lalu dan meninggalkan Dito begitu saja.     

Tetapi saat aku muali berjalan lagi,Dito langsung menarik lengan kananku dan membuatku berhenti.     

"Nik. Aku anterin aja." Ajaknya dengan nada lembut. Seketika aku langsung mengikutinya naik ke dalam mobil dan ia langsung mengantarkanku sampai ke depan gerbang kampus.     

"Kamu tunggu di sana aja dulu, kalau di sini nggak boleh parkir. Aku cuman sebentar kok." Ucapku saat hendak meniggalkan mobil Dito dan menyuruhnya untuk menunggu di supermarket yang ada di persimpangan jalan.     

Benar saja, tak butuh waktu yang lama untukku mengambil materi dari Cherryl yang sedang menungguku di gazebo sambil mengerjakan tugas kuliahnya di sana. Di saat yang bersamaan, tanpa sengaja aku melihat ada seorang mahasiswi yang terlihat seperti angkatan atas sedang berjalan di selasar gedung EC, lalu setelah ia melewati pilar yang ada di tengah-tengah selasar, mahasiswi itu seketika tak nampak lagi. Akupun sempat merasa ke bingungan saat melihat hal tersebut, namun perhatianku langsung teralihkan ketika Cherryl mengajakku berbicara.     

"Kamu abis gini mau langsung balik kos lagi ta Ndra?"     

"He'em. Rasanya aku langsung pelajari materi ini deh. Aku nggak bisa pol soal e..."     

"Nggak mau ikut aku belajar bareng sama anak-anak ta nanti sore jam enaman?"     

"Ndek mana?"     

"Kata e se ya di sini atau nggak di ruang baca. Mau nggak?"     

"Mau Cher. Nanti kabari aku ya kalau kamu sudah selesai kelas sore mu. Nanti aku tak ke sini."     

"Iya. Nanti tak telepon e ya. Ponselmu jalan di silent po'o. Aku dari tadi sudah telepon kamu berkali-kali lhoo..."     

"Hehehehe... Soriii-soriii... nanti nggak tak silent kok. Ya udah kalau gitu, aku tak balek duluan ya. Tak pelajari sek materi e." Ucapku sambil melambaikan tangan kepada Cherryl yang masih duduk di gazebo.     

Di saat aku berjalan keluar kampus, seketika aku melihat mahasiswi itu lagi berjalan di depanku dan ia terus berjalan ke arah pohon beringin besar yang ada di tengah-tengah area fakultas. Dengan cepat aku langsung mengikuti mahasiswi tersebut untuk memastikan kemana ia pergi, namun dengan sekejap perempuan itu langsung menghilang setelah melewati pohon beringin ini. Sekujur tubuhku langsung merinding hingga bulu kuduku berdiri semua. Aku langsung berlari menuju ke gerbang keluar dan cepat-cepat menghampiri Dito yang sudah menunggu di dalam mobil.     

("Kok bisa-bisanya sih aku lihat hal gitu di siang bolong?") Gumamku dalam hati saat perjalanan menghampiri Dito.     

"Sudah?" Tanya Dito saat aku baru saja masuk ke dalam mobilnya.     

"Iya sudah." Jawabku singkat. Iapun langsung menyalakan mesin mobilnya dan membawaku pergi dari sana. Aku menyusuri sepanjang jalanan tanpa tahu aku mau kemana bersamanya saat itu. Kita di dalam mobil juga nggak ada saling membuka pembicaraan saat itu. Rasanya masih bercampur aduk jika harus aku yang memulai duluan. Hingga akhirnya aku terpaksa untuk bertanya kepadanya arah tujuan kita saat itu.     

"Ini kita mau ke mana sih? Kok dari tadi muter-muter terus?" Ucapku dengan nada sedikit kesal.     

"Mau cari makan. Aku lapar, tapi bingung mau makan dimana." Jawabnya.     

"Kamu mau makan apa lho?"     

"Nasi bebek yang enak dimana nik?" Tanyanya sambil melihat ke kanan dan ke kiri.     

"Di sana lho ada nasi bebek terkenal enak di daerah sini. Aku tunjukin aja jalannya." Ucapku sambil memberikan arahan kepada Dito menuju tempat makan yang dia inginkan.     

Sesampainya di tempat makan nasi bebek, aku dan Dito langsung memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu tanpa membahas apapun permasalahan kita di sana, karena aku tahu jika Dito tidak akan suka kalau moodnya di ganggu saat sedang makan. Aku makan tak begitu lahap dan hanya bisa menghabiskan setengah porsi nasi yang telah disediakan di hadapanku. Setelah kami makan, kami langsung melanjutkan perjalanan kami mutar-mutar sembari mencari angin di kota ini. Perasaanku mulai gelisah, serta pikiranku pun mulai bercabang kemana-mana dengan sesekali aku memainkan kuku ku jika aku merasa tak nyaman. Akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara dengan Dito saat itu.     

"Ko. Kamu sama aku ini sebenarnya gimana sih perasaanmu?" Tanyaku dengan nada sedikit gemetar.     

"Hah? Kenapa kamu tanya kaya gini?" Tanyanya balik sambil mengernyitkan alisnya.     

"Udah... Jawab aja dulu..."     

"Yaa... sayanglaahh..." Jawabnya dengan sedikit ragu-ragu.     

"Benan sayang? Tapi kok jawabmu ragu-ragu gitu sih?" Tanyaku semakin mendesak.     

"Siapa yang ragu-ragu itu? Kamu kalau ngomong jangan aneh-aneh lah nik. Dulu aja kamu aku ajak lamaran kamunya nggak mau gitu lho! Kok sekarang kamu bilang aku ragu-ragu sama kamu? Buat apa coba aku tungguin kamu sampai sekarang kalau aku nggak ragu-ragu sama kamu!"     

"Hah?! Heh, ko. Kamu kok bisa-bisanya bilang kaya gutu sih?! Lah kamu nggak nyadar kalau kamu dulu itu ngajak aku lamaran aku masih umur berapa? Baru genep umur tujuh belas tahuuunnn ituuu... Ya jelas mama papaku nggak setuju dong. Kalau sekarang emang aku masih belum ssiap buat lamaran."     

"Ya udah dong. Kalau gitu kenpa kamu tanya aku, aku ini sayang nggak sama kamu? Lagian kalau aku nggak sayang sama kamu, ya aku nggak seserius itu sama kamu. Kamunya aja yang nggak serius sama aku."     

Mendengar pernyataannya membuatku hanya menghela nafas panjang dan nggak bisa berbicara apapuun lagi. Namun aku masih penasaran dengannya kenapa nggak bisa kabarin aku dari kemarin jika nggak jadi menemuiku. Dan aku memberanikan diriku untuk berbicara lagi dengannya.     

"Lalu, kemarin kenapa kamu nggak kasih tahu aku kalau kamu nggak jadi ke kos? Padahal pagi-pagi sudah telepon kaya gitu seakan-akan mau ke kosan pagi itu juga. Aku sampe tungguin kamu seharian, telponin kamu, SMS-in kamu juga nggak ada kabar sama sekali."     

"Aduh! Kamu ini banyak omong juga ya ternyata! Sudah aku datengin gini lho! Masih kurang aja! Mau mu apa sih?! Banyak bacot!!"     

"Lha? Kok kamu ngegas sih? Aku ini masih bicara baik-baik lho ko. Kok kamu jawabnya kaya gini?"     

"Woi!! D*nc*k!!! M*t*mu as*!! P*cek ta?!!"     

Di waktu yang sama Dito langsung memaki seorang pengendara sepeda motor yang hampir menabraknya dari sisi kanan saat berada di perempatan jalan. Akupun langsung terdiam dan ketakutan mendengar dia berbicara kasar ke orang yang nggak di kenal seperti itu. Dan hampir saja ia menghentikan pengendara sepeda motor itu untuk meminta pertanggung jawaban jika mobilnya hampir di serempet. Namun aku langsung berusaha untuk menghentikannya dan akhirnya kami kembali jalan seperti sebelumnya sambil mendengarkan makian yang terus keluar dari mulut Dito tanpa henti. Setelah beberapa menit, amarah Dito muali reda, ia langsung membahas permasalahan kami lagi. Dia memberhentikan mobilnya di lapangan parkir sekolahan yang sepi dan mematikan mesin mobilnya.     

"Jadi apa mau mu?!" Tanyanya dengan nada tegas.     

"Aku cuman mau kejelasanmu aja kemarin kenapa nggak ada kabar kalau kamu nggak jadi ke tempatku, dan lagian kenapa nggak bisa di hubungi seharian ponselmu."     

"Udah itu aja?"     

"Iya."     

"Kamu tahu nggak kalau aku kemarin ada kerjaan mendadak. Ada klien yang mau pakai penginapanku untuk acara pemotretan, lalu klienku itu juga ngurus penginapanku untuk acara pernikahannya buat satu keluarga besarnya. Papaku saat itu juga nggak tahu keluar kemana, jadi nggak ada yang handle. Kalau aku sampai nggak bisa di hubungi itu berarti aku ini lagi sibuk tahu nggak!"     

"Ya aku ini kan nggak tahu apa yang kamu lakukan di sana. Kalau memang beneran sibuk, kabari aku lewat SMS kan bisa to? Toh ya SMS nggak ambil waktumu sampai satu jam lamanya. Bilang aja kalau kamu nggak jadi ke tempatku, kamu ada klien, hari ini nggak bisa di hubungi karna bakal sibuk. Udah gitu doang kan bisa. Nggak perlu sampai aku tunggu kamu seharian kaya orang gila, khawatirin kamu seharian sampai aku mikir yang nggak enggak tentang kamu tahu nggak."     

"Ngapain kamu sampai kaya gitu? Ya pokoknya kalau aku nggak bisa di hubungi kamu harus tahu kalau aku sibuk. Udah gitu aja."     

"Ya gak bisa gitu dong ko! Kamu ini anggap aku apa sih sebenarnya?! Kamu kira aku ini Tuha yang tahu kamu ngapain aja dan dimana aja?! Hah?! Capek lho ko kaya gini terus itu..."     

"Ohh... Capek? Kamu capek ya? Ya udah kita putus aja kalau gitu biar kamu nggak capek lagi." Ucapnay terakhir dan langsung menyalakan mobilnya. Ia langsung membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga tiba di depan kosanku. Tanpa basa basi, ia juga langsung menurnkan aku di depan kos dengan tatapan dingin langsung pergi lagi setelah aku menutup pintu mobilnya tanpa mengucapkan sepatah katapun kepadaku.     

Aku tercengang sekaligus bingung dengan sikapnya saat itu. Aku langsung masuk ke kamar dan terus bertanya-tanya dengan apa yang terjadi kepadaku saat itu. Apakah aku dengan Dito siang itu benar-benar sudah berakhir apa belum, atau ini hanya emosinya sesaat sehingga aku harus merayunya? Namun aku saat itu nggak ambil pusing dan menikmati siang hariku dengan tenang. Iya tanpa aku sadari aku merasa lebih tenang dari pada biasanya. Aku merasa aku baru saja meletakkan beban yang begitu berat di pundakku sehingga saat itu aku merasa lebih ringan dan aku merasa lebih happy. Aku langsung mengambil materi ujianku untuk besok pagi dan mempelajarinya dengan baik, hingga akhirnya aku mendapat panggilan dari Cherryl yang baru saja selesai kuliahnya, serta mengajakku untuk belajar bersama di kampus. Dengan perasaan yang berbeda seakan nggak ada beban lagi di pikiran dan hatiku, akupun langsung bergegas ke kampus dan nggak takut lagi untuk pulang lewat jam malam karena bagiku saat itu aku sudah bebas dari belenggu yang selalu mengekangku kemanapun aku pergi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.