Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Mengundang Masalah (2)



Mengundang Masalah (2)

3Ning Rui mengangkat kepalanya dengan perasaan was-was. Walaupun ia merasa begitu cemas di dalam hatinya, ia tak berani membiarkan matanya berkeliaran. Meski pemuda di depan matanya terlihat berusia sama dengan putrinya yang baru saja wafat, ia tahu persis betapa keji dan sadisnya pemuda tampan di hadapannya ini.     

Membunuh seseorang baginya, adalah suatu hal duniawi yang sama artinya dengan makan, dan itu tak akan membuatnya gelisah sedikit pun.     

Bahkan Ning Rui tidak berani bersikap angkuh di hadapan Gu Ying.     

"Aku berpikir apakah Tuan-tuan lain ada di sini hari ini?" Ning Rui berkata, suaranya menghamba.     

Gu Ying melompati pagar itu sambil tertawa, tubuhnya yang gesit mendadak sudah muncul tepat di depan Ning Rui. Belati tajam ditekan ke tenggorokan Ning Rui, ujungnya yang tajam mengoyak kulitnya, dan setetes darah mengalir turun dari lehernya.     

Jantung Ning Rui berdetak tak beraturan. Kecepatan gerakan Gu Ying terlalu cepat, ia bahkan tak melihat kapan Gu Ying mendekatinya!     

"Apa? Apa ada sesuatu yang tidak kau katakan padaku?" Mata Gu Ying memantulkan wajah Ning Rui yang ketakutan, dan ketika aroma darah berhembus di hidungnya, Gu Ying menjadi bersemangat.     

"Tidak … tidak, mana mungkin aku begitu?" Ning Rui berkeringat dingin. Jika bukan karena hasratnya yang membara untuk membalaskan dendam kematian putrinya, ia tak akan berani berhubungan dengan sekumpulan iblis ini.     

Sekejam-kejamnya Ning Rui, di hadapan Gu Ying dan kawan-kawannya, ia hanya seseorang yang luar biasa takut dengan mereka.     

Gu Ying mengangkat alisnya dan mengangkat sebelah kakinya, menginjak Ning Rui ke tanah.     

"Apa itu, cepat katakan. Aku tidak tertarik melihatmu hampir mengompol." Gu Ying berkata acuh tak acuh sambil mempermainkan belati di tangannya, menangkap tetesan darah Ning Rui yang tersisa di belati itu, membuatnya mengalir, di permukaannya yang halus dan berkilau.     

Tetesan darah merah cerah, memantulkan mata biadab Gu Ying, benar-benar seperti iblis, yang merangkak keluar dari genangan darah.     

Organ tubuh Ning Rui hampir pecah karena injakan Gu Ying, tetapi ia tak berani mengatakan apa pun untuk mengeluh dan hanya dapat memegang perutnya seraya ia berjuang untuk berdiri, dan dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan kotak kayu kecil yang disembunyikan di kantungnya.     

Begitu Gu Ying melihat kotak kayu itu, matanya bersinar dengan tatapan yang ganjil.     

"Apa? Ketika kami memberikan itu padamu, kami menyuruhmu untuk menyimpannya baik-baik, tetapi kau terus menerus menolak dan mengulur waktu. Jika bukan karena perintah para Tetua yang menyuruh untuk mengampuni nyawamu, aku sudah membantaimu dahulu. Dan sekarang kau membawanya ke sini hari ini, apa arti semua ini?"     

Ning Rui cepat-cepat menjawab, "Hamba bukan mengulur waktu atau menolak. Saya sudah mengirim banyak kelompok orang untuk pergi ke Tebing Kaki Surga, tetapi mereka semua meninggal di dasar tebing. Bagaimana mungkin aku berani mengabaikan urusan Tuanku? Tetapi Tebing Kaki Surga benar-benar sebuah tempat yang berbahaya."     

"Aku tidak tertarik mendengarkan bualanmu." Gu Ying berbicara dengan suara tawa misterius.     

Ning Rui merasakan sensasi dingin menjalari tubuhnya dan ia menelan ludah sebelum berkata, "Aku tahu bahwa Tuan-Tuanku sangat ingin menjelajahi Tebing Kaki Surga. Setelah memikirkan hal itu lagi, aku memiliki sebuah ide. Bersediakah Tuanku mendengarnya?"     

Gu Ying menganggukkan kepalanya tidak sabar.     

"Tebing Kaki Surga bukanlah tempat yang dapat dijelajahi oleh orang biasa. Tetapi setiap murid Akademi Angin Semilir dapat dianggap elite dan mereka berjumlah banyak. Jika kita bisa membuat murid Akademi Angin Semilir pergi ke kaki Tebing Kaki Surga bersama-sama, kita mungkin bisa memahami keadaan medan di kaki Tebing Kaki Surga sesegera mungkin." Ning Rui menyarankan dengan hati-hati.     

"Jika itu bisa berhasil, maka lakukan saja."     

Ning Rui segera menjawab, "Aku sebenarnya memiliki niat untuk melakukannya selama ini, tetapi aku hanya seorang wakil kepala sekolah, dan bukan orang yang memiliki kekuasaan mutlak di Akademi Angin Semilir. Di atasku, masih ada kepala sekolah dan aku telah mendiskusikan masalah ini dengannya, tetapi pria itu keras kepala dan tak akan menyetujui hal ini. Hal ini juga karena ketidakcakapan hamba untuk mengerahkan kekuatan seluruh akademi. Aku memohon ampun Tuanku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.