Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Akhirnya Merindukanku? (6)



Akhirnya Merindukanku? (6)

2Di bawah sinar rembulan yang lembut, dua manusia saling bertatapan satu sama lain. Qiao Chu mengunyah dendeng dagingnya sambil duduk di samping api unggun, matanya semakin lama semakin bingung ketika ia mengamati kedua manusia itu.     

Keduanya tetap berada di posisi yang sama untuk waktu yang lama dan Jun Wu Xie bahkan kelihatannya sudah tertidur.     

Bahkan jika ia tak memiliki saudara kandung, ia tak dapat menahan dirinya untuk tidak bertanya mengapa ia merasa pasangan adik-kakak itu berinteraksi satu sama lain dengan cara yang sedikit "tidak lazim?"     

Apakah kakak laki-laki akan menggenggam tangan adik perempuannya begitu lama dan selalu memperlihatkan ekspresi kagum di wajahnya setiap kali melihatnya?     

"Tidak mungkin …. Sama sekali tidak mungkin …." Qiao Chu bergumam pada dirinya sendiri.     

Fei Yan menatap tajam ke mata Qiao Chu, dan menggigit kaki kelinci panggang di depan mata Qiao Chu, menghalangi matanya yang menjelajah.     

"Apa?" Qiao Chu kembali tersadar ketika matanya terkunci beberapa saat yang lalu pada kaki kelinci panas yang begitu harum di hadapannya sebelum ia kembali berpaling pada Fei Yan dan bertanya.     

Fei Yan memutar bola matanya melihat Qiao Chu.     

"Jika kau terus menatap mereka, matamu akan keluar dari rongganya."     

Wajah Qiao Chu merona merah, dan ia batuk beberapa kali terdengar sangat canggung.     

Fei Yan melihat wajah Qiao Chu yang merah dan menggoda jahil, "Katakan, aku berpikir mengapa kau menatap mereka begitu serius, jangan bilang kau memiliki niat lain terhadap Xie Kecil? Dan kau memandangi mereka karena cemburu?"     

Mata Qiao Chu membelalak waspada dan ia menatap Fei Yan sambil tertegun. Wajahnya segera berubah dari merah padam menjadi pucat pasi, dan ia menggelengkan kepalanya seperti genderang mainan anak-anak [1. Mainan klasik di Cina, sebuah tangan kecil memegang kedua sisi genderang dengan satu manik diikat pada ujung dua senar yang terkait di kedua sisinya. Kau memutar pegangan panjang yang terkait di bagian bawah dan manik itu akan mulai memukul genderang.]     

"Apakah kau sadar kau melontarkan perkataan yang begitu sembrono dapat membuatku terbunuh!? Bagaimana aku bisa memendam perasaan seperti itu pada Xie Kecil!? Hatiku masih murni dan tak ternoda tahu!? Jangan cemari aku dengan pikiran kotormu!"     

Tak perlu dikatakan lagi, ia melihat Jun Wu Xie murni hanya sebagai "rekan yang revolusioner" dan jika ia hendak mengacaukan semuanya dan memiliki perasaan lain padanya, ia akan kehilangan nyawanya bukan? Bukan hanya Jun Wu Xie yang keji dan brutal, kakaknya yang mendadak muncul akan menghancurkannya hanya dengan jari kelingkingnya!     

Ia sangat menyayangi nyawanya untuk membuat dirinya terjerat dengan kedua kakak-beradik yang konyol itu!     

"Karena kau menyatakan bahwa kau tidak memiliki motif lain, maka sekarang, kau berikan pada mereka kaki kelinci ini." Fei Yan menyeringai jahil, jelas mempermainkan Qiao Chu untuk hal ini.     

Qiao Chu memandang nanar pada Fei Yan, dan Fei Yan terus berkata, "Jika kau tidak membawakan kaki kelinci itu pada mereka, kau pasti punya salah."     

Tidak ada hal lain yang diinginkan Qiao Chu selain menangkap bajingan berpakaian wanita itu sekarang juga.     

"Aku akan membawanya! Kau pikir aku takut melakukan itu!?" Qiao Chu mengambil kaki kelinci itu dan berdiri kesal, dan ia mulai berjalan ke arah Jun Wu Xie.     

Fei Yan dan Rong Ruo saling bertukar pandang dan mereka berdua menyeringai licik dan bersekongkol.     

Hua Yao hanya menggelengkan kepalanya tak berdaya ketika dirinya duduk di sisi lain api unggun.     

Qiao Chu sudah separuh jalan ke arah Jun Wu Xie ketika ia berhenti sesaat sebelum ia lanjut berjalan dan akhirnya tiba di hadapan Jun Wu Xie dan Jun Wu Yao.     

Jun Wu Yao mengangkat kepalanya, dan matanya tersenyum melihat Qiao Chu.     

Ekspresi di hadapannya jelas sangat ramah, tetapi entah kenapa, itu membuat tubuh Qiao Chu gemetar.     

"Erm … ini, untuk makan malam kalian berdua … sekarang. Kau belum makan apa-apa." Qiao Chu gagap, gelisah ketakutan seraya menatap Jun Wu Yao, dan di dalam hatinya, ia sudah menangis memelas.     

Jun Wu Yao tersenyum tipis, dan menjawab, "Terima kasih."     

Qiao Chu terpaku. Senyum Jun Wu Yao tidak mengandung sedikit pun jejak agresi, dan bahkan ia, sebagai seorang pria, merasa senyuman itu sedap dipandang. Ketakutan tak terjelaskan yang sebelumnya menyelimuti dirinya selama ini mendadak menghilang ditiup angin dengan senyum ramah itu.     

Kakak Wu Xie … mungkin tidak menakutkan seperti yang dibayangkannya ….     

Itu apa yang ada di pikiran Qiao Chu.     

"Tidak perlu berterima kasih …." Sepenuhnya tidak berdaya di hadapan orang tampan, Qiao Chu menyengir dan langsung berbalik ke teman-temannya.     

Sepenuhnya hilang dari benaknya kesan menakutkan yang ada pada Jun Wu Yao sebelumnya.     

Jun Wu Yao memegang kaki kelinci panggang itu dan menyodorkannya ke depan mulut Jun Wu Xie.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.