Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Kobaran Api Peperangan Menyala (6)



Kobaran Api Peperangan Menyala (6)

2Kota yang baru saja mereka tinggalkan belum lama, tiba-tiba meledak berkeping-keping tepat di hadapan mata mereka. Api yang menyala di langit, mewarnai cakrawala yang gelap dengan kilau merah!     

Kota itu sudah lenyap …     

Dalam sekejap, kota itu telah berubah menjadi tumpukan puing, pemandangan bumi yang hancur dan terbakar meledak-ledak mengejutkan hati mereka.     

Suara tarikan napas tiba-tiba terdengar dari antara kelompok para warga yang lari menyelamatkan diri.     

Sebuah keranjang anyaman besar yang diletakkan di atas kuda tiba-tiba jatuh ke tanah, dan dari keranjang itu, setumpuk lencana yang terbuat dari logam jatuh bergemerincing.     

Mata Mu Chen menatap lencana-lencana itu dan ia tampak setengah berlari dan tersungkur di tanah di samping tumpukan logam itu, menghapus noda darah dari lencana itu dengan tangannya yang gemetaran.     

[Prajurit Rui Lin, pasti telah ….]     

Mu Chen tiba-tiba merasa petir telah menyambarnya!     

Di leher setiap Prajurit Rui Lin, tergantung tanda nama persis seperti ini. Ketika mereka mati di medan perang dan mayat mereka sulit untuk dibawa pulang, tanda nama mereka akan dibawa kembali ke kampung mereka untuk diserahkan pada keluarga mereka.     

Mu Chen tidak pernah berpikir sekali pun bahwa para prajurit yang menjaga kota hingga mati adalah orang-orang dari Pasukan Rui Lin!     

Darah dan lumpur bercampur mengotori pakaian perang yang mereka gunakan sehingga orang tidak bisa melihat dari pasukan mana mereka berasal.     

Membebaskan kuda perang, mereka sudah berniat untuk mati bersama musuh di dalam kota yang hancur!     

Mereka tahu mereka tidak akan bisa kembali lagi ke tanah kelahiran mereka dalam kemenangan dan mereka telah melepaskan pelat nama mereka semua dan meletakkannya di atas kuda yang meninggalkan kota, berharap pelat nama yang membawa keinginan terakhir mereka akan memiliki kesempatan untuk diantar ke tangan para anggota keluarga mereka.     

"Arrghh!!" Mu Chen berlutut di tanah dan berteriak dengan kepala mendongak ke belakang menghadap langit, sementara air mata yang hangat mengalir turun dari sudut matanya.     

Ia telah berjanji pada Jun Xie bahwa ia akan membantu Prajurit Rui Lin dengan sungguh-sungguh. Walaupun ia biasanya tidak banyak berinteraksi dengan Prajurit Rui Lin, namun semua yang telah ia lakukan selama ini adalah untuk memperkuat mereka. Dan hari ini, ia bahkan tidak tahu bahwa pria yang berjuang bersamanya di medan pertempuran adalah orang-orang dari kesatuan penyerang garang itu!     

Saat itu, semua orang terdiam. Setelah melihat tumpukan pelat nama, mereka semua mengerti bahwa Prajurit Rui Lin di dalam kota telah mengorbankan nyawa mereka sendiri supaya warga bisa menyelamatkan diri. Mereka telah menggunakan darah mereka sendiri dan bahkan nyawa mereka untuk menuliskan lagu pujian abadi Prajurit Rui Lin!     

"Tuan …." Para murid yang telah menghina prajurit itu dengan mengatakan mereka tak memiliki perasaan tepat sebelum mereka pergi kini hanya bisa tertunduk malu.     

Sikap kasar dan keras prajurit itu justru karena mereka sangat menghormati Mu Chen, karena mereka tahu hanya ada kematian bagi mereka yang tetap berada di kota, dan maka, mereka mengatakan ucapan kasar yang menyakitkan seperti itu untuk mengusir Mu Chen keluar dari kota.     

Gerimis kemudian turun dari langit, membasahi tanah, membuat pakaian semua orang menjadi basah. Hujan rintik yang dingin dalam sekejap, berubah menjadi hujan deras, tetesan air hujan membasahi pelat-pelat nama itu, mengeluarkan suara berdenting, mencuci darah dan lumpur sedikit demi sedikit.     

Mu Chen menundukkan kepalanya dan perlahan mengambil pelat nama itu dan mengembalikannya ke dalam keranjang. Ia kemudian meletakkan keranjang itu di atas kuda dan mengangkat kepalanya, menatap ke jalur yang telah digenangi air hujan di depan mereka.     

"Ayo! Kita tidak boleh membuat pengorbanan mereka sia-sia!"     

Hati mereka seakan telah diiris dengan sebilah pisau, mereka tidak boleh berhenti bergerak. Mereka harus hidup, untuk melaksanakan keinginan Prajurit Rui Lin yang tetap berada di kota itu, untuk membawa kembali pelat nama mereka bersama dengan jiwa mereka yang gagah berani dan tekad mereka yang sangat keras, untuk diantar ke tangan keluarga mereka!     

Di bawah hujan deras, kelompok yang telah berhenti itu kembali bangkit berdiri, melangkah maju di tengah air hujan dingin yang membasahi tubuh mereka, namun tidak berhasil menghapus kesedihan dan rasa sakit di dalam hati mereka. Jalur di bawah kaki mereka begitu berlumpur dan penuh tantangan, namun kenangan Prajurit Rui Lin yang tak terlupakan di kota sebagai pelindung Kerajaan Qi, akan tetap berada di hati mereka!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.