Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Kakak (2)



Kakak (2)

3Mungkin karena tangisan Kaisar kecil yang begitu memilukan hingga membuat pemuda yang sudah kehilangan akalnya itu sedikit tersadar, atau mungkin ia sudah lelah meronta …. Namun pria muda ini berhenti meronta saat itu juga, berdiri tak bergerak di tempatnya, membiarkan air mata Kaisar kecil yang mengalir membasahi pakaiannya.     

Guru Besar He menyeka air matanya dan pergi menarik Kaisar kecil menjauh dari pemuda itu.     

Namun Kaisar kecil menunjukkan sikapnya yang keras kepala, mempererat cengkeramannya di pinggang pemuda itu dan tak mau melepaskannya, wajahnya merah karena menangis dan ia membenamkan wajahnya di pinggang orang itu sambil menangis terisak ia berkata,     

"Paduka kakanda kau berjanji pada Jue kecil sebelumnya, bahwa kau akan membawa Jue kecil melihat pemandangan, pegunungan yang megah dan sungai-sungai besar yang mengalir di luar Kerajaan Soba. Kau berjanji untuk … membawaku ke Kota Seribu Monster juga … Paduka Kakanda … kau pasti akan pulih dari penyakit ini karena kau tidak pernah berbohong padaku …. Jue Kecil akan memastikan kau sembuh … pasti …." Kaisar kecil menangis hingga ia kehabisan napas. Tak ada yang dapat mengerti keputusasaan yang ia rasakan ketika itu, rasa putus asa yang yang bukan pertama kali ia rasakan.     

Guru Besar He ingin mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya kering, tidak tahu apa yang harus ia katakan.     

Tangisan pelan anak kecil itu bagaikan sebuah belati tajam, menusuk ke dalam hati semua prajurit Kerajaan Soba. Mereka menundukkan kepala mereka, tak sanggup terus melihat keadaan pemimpin mereka yang dahulu begitu cemerlang. Mereka juga tak sanggup mendengarkan tangisan Kaisar kecil mereka yang begitu memilukan.     

"Yang Mulia … Yang Mulia … kita sekarang berada di Ibu Kota Kekaisaran Negeri Kondor. Jika yang lain melihat hal ini, mungkin ini tidak pantas. Mari kita … menolong Mantan Kaisar di dalam rumah." Guru Besar He berusaha keras untuk menahan suaranya yang hampir menangis, dan perlahan membuka tangan Kaisar kecil yang melingkar di tubuh pria muda itu.     

Kaisar kecil tidak mau melepaskan cengkeramannya seraya ia meratap, tetapi ia tak memiliki pilihan lain dan melepaskan cengkeramannya, dan ia berdiri di sana untuk melihat kakaknya dibawa masuk ke dalam rumah oleh para prajurit.     

Di wajah tampan itu, tidak ada lagi senyuman cerah itu, tak lagi memperlihatkan ekspresi memanjakan yang sangat dikenalnya.     

Setiap kali ada guntur di malam hari, orang yang diam-diam akan lari masuk ke dalam istananya, menidurkannya, menyuruhnya agar jangan takut … tidak akan pernah kembali lagi ….     

"Guru Besar …. Kakak akan sembuh … kan?" Kaisar kecil bertanya, wajah kecilnya penuh air mata, melihat penuh harap pada Guru Besar He.     

Guru Besar He tidak memiliki pilihan lain selain menganggukkan kepalanya.     

"Yang Mulia, tolong jangan menangis. Setelah Kaisar Negeri Kondor setuju untuk merawat mantan Kaisar, hambamu kemudian akan mengajakmu melihat si kecil satu dan kecil dua ya? Aku telah bertanya pada Tuan Muda mengenai hal ini dan ia mengatakan ia akan tinggal di Ibu Kota Kekaisaran Negeri Kondor untuk beberapa hari. Kita tunggu hingga beberapa hari kemudian hambamu akan membawa Yang Mulia ke sana ya?"     

Kaisar kecil itu mengangguk sambil menarik napas di antara isakan tangisnya, gambaran tentang dua binatang Jun Wu Xie yang menggemaskan muncul di benaknya.     

Walaupun Kakak kecil kelihatannya dingin dan sulit dijangkau, tetapi kapan saja ia mendekati mereka, Kakak kecil akan menurunkan Kecil Satu dan Kecil Dua, dan membiarkan mereka bermain dengannya. Walaupun mata itu juga dingin, namun anak lugu itu bisa merasakan mata itu tidak menyimpan kebencian padanya.     

Perasaan putus asa dan penuh harap bagi Paduka Kakandanya telah menyebabkan Kaisar kecil mengubah dan memindahkan perasaan itu, dan hari-hari ini, ia hampir menganggap Jun Wu Xie sebagai kakaknya sendiri.     

Jika Paduka Kakandanya masih baik-baik saja, apakah ia akan menjadi seperti Sang Kakak kecil? Membawanya pergi melihat binatang roh yang menggemaskan, dan mengelus bulu binatang roh itu bersamanya?     

Emosi Sang Kaisar kecil, perlahan menjadi stabil, dan Guru Besar He segera mengantarnya ke kamar untuk beristirahat.     

Matanya mengawasi Kaisar kecil yang tertidur pulas setelah lelah menangis, Guru Besar He akhirnya berdiri dan berjalan keluar dari ruangan dengan mendesah panjang, menutup pintu di belakangnya rapat-rapat.     

"Guru Besar He." Komandan Pengawal Istana menyapa, seraya ia berjalan mendekat dengan mata yang berkaca-kaca.     

Guru Besar He memandangnya dan menepuk pundak pria itu sambil mendesah pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.