Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Jiwa Seorang Prajurit Tetap Hidup (3)



Jiwa Seorang Prajurit Tetap Hidup (3)

0Asap mengepul di segala arah, ratapan yang menyedihkan terdengar di seluruh bagian kota. Para warga yang telah menyelamatkan diri dari kota begitu letih dan sedih. Mereka tidak bisa melihat harapan, atau menatap ke depan, dan suara pembantaian di belakang mereka membuat kaki mereka lemah, tetapi kemauan untuk bertahan hidup mendorong mereka, tanpa pilihan lain tetapi untuk terus maju.     

"Ibu, di mana ayah?" Meringkuk di dalam sebuah keranjang, anak kecil menatap ketakutan dengan sepasang mata lugu di bawah kerusuhan pertempuran, seraya dirinya melihat kota tempat tinggalnya yang damai semakin mengecil di depan matanya.     

Tubuh wanita yang menggendong keranjang itu di punggungnya menjadi kaku, dan air mata langsung mengalir turun dari matanya. Ia tidak berbicara, dan tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun, namun hanya menutupi mulutnya dengan tangannya, seraya menahan isak tangis yang mencekik tenggorokannya.     

"Ayah! Ayah! Ibu, aku mau bertemu ayah! Ayah mengatakan padaku ia akan mengajakku menunggang kuda …. Ayah mengatakan ia akan mengajari aku ilmu bela diri …." Tidak mendapatkan jawaban dari ibunya, anak kecil yang ketakutan itu hanya bisa menangis tak berdaya. Tangisan yang menyedihkan itu, membuat semua orang di dalam kelompok itu terdiam.     

Anak itu menangis meraung-raung, mengingat gambaran ayahnya yang mengenakan pakaian dinas tentara, tinggi dan menawan, terlihat seperti Dewa Perang di dalam hatinya. Ia masih mengingat tangan kuat yang akan mengangkatnya tinggi-tinggi di udara, mengingat janji ayahnya yang diucapkan padanya ketika ia dibawa di atas kuda.     

Wanita itu tidak bisa menahan kesedihannya lebih lama lagi dan ia tersungkur menangis di tanah dengan tangan menutupi wajahnya.     

Suaminya, adalah seorang penjaga kota. Dari sejak ia mengawal dirinya dan putra mereka keluar dari kota, ia tahu, bahwa suaminya … tidak akan pernah kembali lagi.     

Anak itu terus menangis tak berdaya, dan dengan raungan keputusasaan wanita itu, seolah ada rantai besi yang membelenggu tenggorokan semua orang, yang membuat mereka sulit bernapas.     

Seorang pemuda yang berjalan di tengah kelompok itu mengepalkan tinjunya, seraya darah mengalir keluar dari celah-celah jarinya dan menetes ke tanah. Ia tiba-tiba memutar tubuhnya, dan berjalan ke arah berlawanan dengan jalan yang ditempuh kelompok itu!     

"Tu Kecil! Kau mau ke mana!" Seorang wanita berteriak terkejut, tiba-tiba panik.     

Langkah pemuda itu sejenak terlihat ragu dan ia membeku sesaat sebelum membalikkan tubuhnya. Di wajah yang masih terlihat seperti wajah seorang bocah itu, tampak kilatan tekad baja.     

"Ibu, prajurit Kerajaan Qi telah menumpahkan darah mereka di medan peperangan untuk melindungi rumah dan negeri kita. Dan sekarang pasukan Negeri Kondor datang ke sini dan orang-orang di kota tidak akan bisa menahan serangan mereka. Aku akan kembali ke sana!"     

"Kau hanya anak kecil! Apa yang bisa kau lakukan jika kau kembali!" Wajah wanita itu dipenuhi horor.     

Pemuda itu malah menjawab, "Walaupun aku tak memiliki kekuatan spiritual tinggi, tetapi aku masih memiliki roh cincin! Aku mungkin tidak akan bisa membunuh banyak pasukan musuh, tetapi aku tidak percaya jika aku mengerahkan semua kekuatan yang kumiliki, aku tidak mampu menjatuhkan satu pun prajurit Negeri Kondor!"     

Kata-kata pemuda itu terdengar sedikit kekanak-kanakkan, tetapi kata-kata itu tetap sebuah pernyataan yang mengejutkan!     

"Aku akan kembali bersamamu!" Pemuda lain berjalan dan berdiri di sisinya.     

"Dan aku!"     

"Aku juga!"     

"Sial! Kita semua para lelaki Kerajaan Qi tidak akan menjadi kura-kura yang menyembunyikan kepala mereka! Siapa pun yang darahnya masih mengalir, akan menyerang balik! Jangan bertingkah seperti pengecut dan bersembunyi di kota lain. Aku benar-benar jijik pada lelaki lembek seperti itu!" Seorang pria yang kekar memegang palu besar berseru!     

Dengan seruan menggelegar itu, semua pria dari dalam kelompok itu maju ke depan. Walaupun mereka hanya rakyat biasa yang tidak tahu bagaimana menghunuskan pedang, tetapi seperti yang dikatakan oleh pemuda itu tadi, mereka semua masih memiliki Roh cincin!     

Bahkan jika mereka tidak bisa mengalahkan musuh, mereka masih bisa mempertaruhkan nyawa mereka dan dengan satu musuh dijatuhkan, maka berkurang satu anggota pihak lawan!     

Jika nyawa mereka dapat diberikan untuk mengurangi jumlah orang di pasukan musuh, tekanan di Ibu Kota Kekaisaran tetap berkurang walau hanya sedikit!     

Darah panas terpompa di dalam dada mereka. Mereka memandang keluarga mereka untuk yang terakhir kali dan berputar dengan hati mantap untuk menyerang kembali ke kota!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.