Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Darah Dibayar Dengan Darah (1)



Darah Dibayar Dengan Darah (1)

1Ketika pasukan prajurit kembali, mereka bahkan tidak sempat beristirahat. Begitu semua prajurit tiba di kota, mereka langsung memulai persiapan terakhir untuk menghadapi serangan yang akan datang!     

Sekutu empat negeri bergerak maju dengan cepat, sambil menembakkan suar yang menerangi seluruh Kerajaan Qi!     

Di kegelapan malam, para penjaga di tembok perbatasan Ibu Kota Kekaisaran meniup terompet, memberi sinyal musuh yang menyerang!     

Di bawah langit malam, dengan Negeri Kondor memimpin mereka, pasukan tiga negeri sudah tiba di Ibu Kota Kekaisaran. Prajurit dari tiga negeri berkumpul dan intensitas kekuatan lawan begitu mengerikan untuk dilihat!     

Peperangan mutlak, akan segera dimulai!     

Malam ini, tak akan ada yang bisa tidur nyenyak.     

….     

Di perbatasan Kerajaan Qi, pasukan tentara yang berjumlah sangat besar diam-diam bergerak!     

Di setiap tempat yang dilalui pasukan itu, yang mereka lihat hanyalah kerusakan dan puing-puing. Medan pertempuran yang terbakar dan menyala serta kota-kota yang lumpuh, menunjukkan sebuah hal yang pasti, peperangan yang sangat sengit telah terjadi di sana.     

Pasukan berkuda yang bersenjata lengkap melewati area yang sudah menghitam, dan semua orang melihat pemandangan di hadapan mereka. Mereka semua adalah prajurit, dan mereka sudah sering bertarung di dalam peperangan, namun ….     

Ketika mereka melihat tumpukan mayat yang menggunung, mereka hanya bisa tertegun.     

Seorang prajurit infanteri menginjak sebuah lencana logam yang sudah rusak. Ia membungkuk dan mengambilnya, lalu menghapus darah yang mengotorinya. Di lencana yang sudah rusak itu, jelas tertulis tiga kata yang terbaca Prajurit Rui Lin!     

"Berikan padaku." Suara yang sedikit dingin tiba-tiba terdengar dari depan.     

Prajurit itu terkejut tetapi ia segera membawa lencana itu dan menyerahkannya dengan kedua tangannya pada pemuda yang menunggang kuda, tepat di barisan depan rombongan itu.     

Pemuda itu mengenakan pakaian perang berwarna perak, penampilannya tidak bisa dibilang tampan, tetapi ekspresi dingin dan tajam di wajahnya, membuat mereka tidak berani menunjukkan sedikit pun sikap tidak hormat.     

Pemuda itu menggenggam lencana rusak itu di tangannya, ibu jarinya mengusap huruf-huruf yang terbaca Prajurit Rui Lin, dan matanya yang dingin segera berubah menjadi tajam.     

"Lapor! Yang Mulia! Tujuh kilometer di depan, kami telah menemukan seorang prajurit yang membawa bendera Negeri Kemakmuran!" Pemuda itu langsung kembali menunggang kudanya secepat mungkin dan turun untuk menyampaikan kabar itu.     

Pemuda yang duduk di atas kuda menyimpan lencana Prajurit Rui Lin itu lalu menengadah, tatapan dingin segera berganti dengan hasrat membunuh.     

"Negeri Kemakmuran … bagus. Kita akan memulai dengan mereka. Dengar perintahku! Maju!"     

Di area perkemahan Negeri Kemakmuran, di dalam tenda komandan, Komandan Pasukan Prajurit Negeri Kemakmuran duduk menyandar di kursinya, dan beberapa gadis cantik berlutut di kakinya. Keadaan wanita itu begitu menyedihkan, tangan dan kaki mereka diikat dengan rantai, tubuh mereka dipenuhi luka-luka cambuk. Mereka adalah rakyat Kerajaan Qi dan setelah kota mereka diambil alih oleh prajurit Negeri Kemakmuran, mereka telah ditahan oleh Sang Komandan dan disiksa.     

"Komandan, Negeri Kondor dan yang lain telah tiba di Ibu Kota Kekaisaran Kerajaan Qi. Apakah kita tidak akan bergerak?" Seorang prajurit Negeri Kemakmuran bertanya bingung sambil menatap Komandannya.     

Komandan itu mengambil anggur yang disodorkan oleh para wanita tahanan dan perlahan menyeruputnya sebelum ia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Pergi ke sana untuk apa? Ketika Kerajaan Qi jatuh, Negeri Kondor yang akan mendapatkan keuntungan. Jika kita pergi ke sana sekarang, kita hanya akan berperang untuk mereka. Yang Mulia telah memerintahkan kita untuk membantu Negeri Kondor menyerbu ke Kerajaan Qi, namun ketika Kerajaan Qi jatuh, ia tidak mengizinkan kita untuk menjarah kota itu. Bukankah kita hanya akan mengotori tangan kita demi keuntungan Negeri Kondor? Lagi pula, Kerajaan Qi tidak bisa lagi melawan dan para prajurit dari tiga negeri sudah berjumlah hampir tiga juta, bahkan tanpa kita, mereka tentu saja bisa menghadapi sisa-sisa kekuatan yang dimiliki Kerajaan Qi!"     

Komandan itu kemudian berkata dengan senyuman sinis, "Kita pergi atau tidak, akan sama saja hasilnya. Lebih baik kita bersiap-siap pulang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.