Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Kobaran Api Peperangan Menyala (3)



Kobaran Api Peperangan Menyala (3)

3"Baik!" Jun Wu Xie berkata tiba-tiba, "Aku bersedia menduduki takhta Kaisar."     

Lei Chen dan Lei Xi sangat girang dan mereka langsung memberi hormat dengan suara keras.     

"Hambamu yang setia menyambut Yang Mulia!"     

Tatapan dingin seperti es di mata Jun Wu Xie tidak meleleh seraya dirinya langsung berbalik dan melihat Kota Seribu Monster yang berselimutkan lautan bunga.     

Ia baru saja menyelamatkan Kota Seribu Monster dari lubang neraka yang dalam dan sekarang, ia harus membebaskan tanah kelahirannya dari api peperangan!     

[Tidak ada orang, yang boleh melukai keluarganya sedikit pun!]     

[Atau, bahkan jika ia harus mati demi mereka, ia tetap akan membuat musuh membayar dengan darah mereka!]     

"Yang Mulia! Sementara hambamu ini menuju ke sini, aku sudah mempersiapkan para prajurit. Yang harus dilakukan sekarang adalah Yang Mulia kembali ke Ibu Kota Kekaisaran bersama hamba dan menjalani upacara penobatan Kaisar dan kami akan bisa menggerakkan pasukan tentara kami untuk menyerbu ke Kerajaan Qi keesokan hari!" Lei Chen melanjutkan perkataannya. Ia mengambil pertaruhan yang tepat! Jun Xie benar-benar menganggap Kerajaan Qi sangat penting.     

"Baik." Jun Wu Xie mengangguk. Kerajaan Qi menghadapi krisis besar dan Kakek dan Pamannya terjebak di dalam asap api peperangan. Ia tidak akan duduk diam dan menonton api itu membakar semuanya!     

Malam itu juga, di hari besarnya, Jun Xie mengumumkan bahwa ia akan kembali ke Negeri Api dan Qu Ling Yue yang masih mengenakan gaun pengantinnya menyatakan ia bersedia menemaninya dan kemudian mendelegasikan urusan Kota Seribu Monster pada Xiong Ba, baik itu urusan besar atau kecil untuk sementara waktu. Setelah itu, menghilang di dalam kegelapan malam hari, Jun Wu Xie, Jun Wu Yao, Qiao Chu dan kawan-kawannya melangkah, kembali ke Negeri Api.     

Di perjalanan ini, begitu langkah pertama diambil, mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali.     

Kawanan pemuda yang berjalan malam itu, sama sekali tidak tahu perubahan menakutkan seperti apa, yang akan dibawa peperangan ini bagi masa depan mereka.     

Jun Xie kembali ke Negeri Api di tengah kemeriahan pawai dan upacara penobatan dilakukan di hari yang sama. Ibu Suri turut menghadiri upacara ini dan di hadapan semua pejabat yang membungkuk untuk memberi hormat, Jun Wu Xie, begitu berkilauan mengenakan jubah kebesaran berwarna emas, menaiki takhta Negeri Api yang menjadi simbol kewenangan tertinggi dan tak tertandingi!     

Dan di sore hari itu ketika Kaisar yang baru dinobatkan naik ke atas takhta, sebagai pemimpin mereka, maklumat pertama yang diturunkan adalah ….     

Untuk menggerakkan pasukan prajurit untuk menyelamatkan Kerajaan Qi!     

….     

Di dalam perbatasan Kerajaan Qi, tembakan api peperangan terlihat di seluruh tempat. Suara pedang yang beradu terus terdengar, dan di bawah kobaran api perang, tanah tempat berpijak menjadi hangus dan rusak, dengan mayat terbakar hingga hangus berserakan di segala penjuru. Di antara tumpukan mayat ini, adalah para prajurit yang masih menggenggam senjata hingga detika kematian mereka, yang berjuang melawan musuh hingga akhir, tak pernah menyerah!     

"Cepat! Kirim korban luka ke kota!"     

"Di mana dokter! Dokter! Kirim seseorang ke sini! Orang-orang ini tidak akan hidup lebih lama lagi!"     

"Siapa yang bisa menyelamatkan putraku! Tolong selamatkan dia!"     

"Ayah!"     

Tangisan keputusasaan yang memilukan terdengar di langit di sebuah kota di wilayah tengah. Para prajurit yang baru saja mundur dari garis depan terluka parah dan mengalami cedera, tanah yang mereka injak dipenuhi dengan jejak kaki berdarah, menarik tangan mereka yang patah dan beberapa anggota tubuh yang hilang, aroma darah menyerbak begitu kuat hingga membuat mereka mual.     

Beberapa kota di perbatasan Kerajaan Qi telah diterobos dalam beberapa hari belakangan ini dan musuh yang bersemangat menggunakan momentum ini, menyerang pasukan Kerajaan Qi di beberapa medan pertempuran. Saat itu, seluruh Kerajaan Qi telah bermandikan darah.     

Mu Chen berdiri di dalam kota, tangannya dipenuhi noda darah. Darah itu berasal dari tubuh para prajurit yang terluka parah. Teror peperangan telah membuka mata dan mengejutkan hati para pria yang menghabiskan setengah hidupnya sebagai pemuda di Klan Qing Yun. Sepasang tangannya telah terendam darah selama beberapa hari, para prajurit yang berjuang untuk tetap hidup di bawah tangannya, rakyat yang menggeliat diseret ke dalam kekejaman perang tanpa ampun, tangisan dan teriakan yang tak pernah berhenti, merayapi benaknya bagaikan iblis di dalam mimpinya.     

Mu Chen berpikir bahwa di Klan Qing Yun, ia telah melihat dunia dari sisi yang paling mengerikan, hingga Kerajaan Qi diserang dari empat arah, ia menyadari ia salah selama ini.     

Di bawah langit, tidak ada yang lebih kejam daripada peperangan!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.