I'LL Teach You Marianne

Hi, my wife



Hi, my wife

3Anne kembali memeluk Linda dengan erat sama seperti dua jam yang lalu ketika mereka baru bertemu, sungguh kerinduan Anne pada Linda sangat besar dan membuatnya tak mau melepaskan teman baiknya itu. Anne bahkan melupakan keberadaan tuan David Clarke, Luis, Alice serta Paul yang menatapnya tanpa berkedip sejak tadi.     

"Anne, aku tak bisa bernafas,"desah Linda lirih mencoba melepaskan diri dari pelukan Anne.     

Anne langsung melepaskan pelukannya dari Linda dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kau sudah tak sayang lagi padaku?"     

"Astaga Anne, kau masih normal kan?" Linda bertanya dengan cepat sembari meletakkan tangannya di kening Anne.     

"Akh sudahlah, aku tak mau lagi bicara denganmu. Sejak dalam perjalanan kemari aku sudah membayangkan sambutan hangat darimu, tapi ternyata kau seperti ini. Aku benar-benar sedih, sepertinya kau sudah mendapatkan teman baru yang lebih baik dariku,"jawab Anne penuh drama, seperti dulu ketika ia sedang bertengkar dengan Linda.     

Linda langsung memijit keningnya yang terasa sakit karena menghadapi Anne yang manja. "Kau ini bicara apa, ya sudah sekarang katakan apa yang harus aku lakukan?"     

Kedua mata Anne berbinar mendengar perkataan Linda, dengan cepat ia bangun dari sofa dan menarik tangan Linda agar ikut berdiri dengannya. "Kalau begitu ayo temani aku beli sesuatu di toko yang ada diujung jalan."     

"Nona..."     

Anne langsung menoleh ke arah Luis yang baru saja memanggilnya.     

"Anda tak bisa pergi seperti itu Nona,"Luis kembali melanjutkan perkataannya.     

"Kenapa?"     

Tuan David Clarke menyentuh tangan Luis, sehingga membuat Luis yang ingin menjawab pertanyaan Anne langsung menutup bibirnya dengan cepat. "Pergilah Anne, kakek mengizinkanmu. Tapi kau harus ingat waktu."     

"Siap kek, terima kasih. Aku sayang kakek!!"jerit Anne dengan keras, setelah berkata seperti itu Anne langsung menarik tangan Linda keluar dari apartemen meninggalkan Paul seorang diri menghadari para tamu yang baru datang itu.     

Melihat Anne berlari dengan cepat tuan David Clarke tersenyum geli, ia senang karena kembali melihat sisi lain dari Anne yang tak pernah ia tunjukan ketika berada di Luksemburg.     

"Apa tidak apa-apa nona Anne pergi berdua saja dengan temannya seperti itu Tuan?"tanya Luis pelan.     

"It's ok Luis, Anne hanya ingin berdua dengan sahabatnya. Aku yakin ia ingin mengatakan sesuatu pada temannya tanpa diketahui siapapun, jadi lebih baik kita berikan waktu padanya,"jawab tuan David Clarke bijak.     

"Siap Tuan."     

Paul tersenyum mendengar perkataan pria tua yang sedang duduk di kursi roda itu, padahal sebelumnya ia mengira seorang David Clarke adalah pria mengerikan sama seperti para pria berpakaian serba hitam yang mengelilinginya saat ini.     

"Ada ingin minum apa tuan besar?"tanya Paul sopan memberanikan diri untuk bertanya.     

"Jasmine tea tanpa gula." Luis menjawab dengan cepat pertanyaan Paul, menggantikan tuan David Clarke.     

"Baik, saya akan buatkan. Mohon tunggu sebentar,"ucap Paul kembali sambil menganggukkan kepalanya.     

Alice yang sejak tadi hanya diam lalu bangun dari sofa secara tiba-tiba. "Aku bantu.,"ujarnya dengan cepat menawarkan bantuan pada Paul.     

"Dengan senang hati Nona,"jawab Paul ramah.     

Alice pun bergegas menuju pantry bersama Paul, sementara tuan David Clarke bersama Paul dan sekitar 6 orang pria berpakaian serba hitam tetap berada di ruang tamu. Senyum tuan David Clarke merekah saat melihat foto pernikahan Linda dan Paul yang selalu bersama Anne, ditengah-tengahnya. Seolah Anne adalah salah satu bagian dari mereka berdua yang tak terpisahkan.     

"Anne sepertinya benar-benar dekat dengan mereka,"ucap tuan David Clarke lirih.     

Paul mengangguk. "Iya Tuan."     

"Syukurlah, setidaknya kita tahu siapa orang yang paling Anne percayai Paul. Jadi jika suatu saat terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita tahu harus mencari Anne kemana."     

"Iya Tuan."     

Perkataan Paul terhenti saat Alice datang dengan membawa satu nampan yang berisi Jasmine tea tanpa gula untuk tuan David Clarke, sementara Paul dibelakangnya terlihat menyajikan berbagai macam camilan yang mereka miliki. Beruntung Linda suka makan, sehingga stok makanan di kulkas tak pernah kosong.     

***     

"Kau serius Anne? Pria itu benar-benar Jack? Kau tak sedang terkena tipu muslihat orang-orang kaya itu bukan? "tanya Linda dengan suara meninggi setelah Anne selesai menceritakan semuanya.     

Anne menghela nafas panjang. "Aku juga berharap kalau itu hanya sebuah rekayasa Linda, akan tetapi setelah bertemu dengan tim dokter yang menolong Jack saat ia hampir kehilangan nyawanya akhirnya aku percaya. Apalagi ditambah fakta lain bahwa Alan Knight Clarke yang asli meninggal karena sebuah rencana sadis, rasanya aku menjadi tak tega kalau mengatakan hal yang sebenarnya pada Jack kalau dia adalah Jack bukan Alan Knight Clarke. Aku tak mau menghancurkan rencana yang dibuat oleh kakek David dan asal kau tahu juga saat ini Erick ikut andil dalam rencana ini Linda, ia berada di Luksemburg untuk mengungkap kasus pembunuhan Alan Knight Clarke supaya semua orang tahu bahwa Alan Knight Clarke sudah meninggal dan Jack bisa kembali menggunakan identitas aslinya serta memberitahu dunia bahwa ia adalah cucu David Clarke."     

"Rumit Anne, otakku yang kecil ini tak bisa mencerna semua penjelasanmu,"ucap Linda Jujur.     

"Akh sudahlah jangan dibahas lagi, aku pun sampai saat ini masih bingung dengan apa yang terjadi. Aku masih tak percaya kalau pria yang aku benci adalah pria yang aku tangisi selama 2 tahun ini Linda."     

Linda menghela nafas panjang. "Yah setidaknya kau bisa bersyukur bahwasanya Jack masih hidup, keyakinanmu selama 2 tahun ini akhirnya terwujud bukan?"     

"Iya kau benar dan hal itulah yang selalu aku tegaskan pada diriku sendiri bahwa aku harus bersyukur karena Jack masih hidup, terlepas seperti apa dirinya saat ini aku akan tetap menerimanya karena dia adalah Jackson Patrick Willan-ku."     

Linda tersenyum haru, ia tahu betul betapa hancurnya Anne selama 2 tahun itu. "Tuhan punya rencana indah akan pertemuan keduamu ini dengan Jack, Anne. Percayalah bahwa Tuhan itu sudah mengaturnya dengan sangat baik."     

"Aku percaya Linda, sangat percaya. Akhh Linda aku Rindu padamu,"ucap Anne jujur.     

"Aku juga rindu padamu Anne,"sahut Linda dengan cepat sambil kembali memeluk tubuh Anne dengan erat.     

Anne pun membalas pelukannya pada Linda, ia melampiaskan semua rindunya pada sang sahabat yang benar-benar tulus padanya. Kedua sahabat itu baru melepaskan pelukannya saat pelayan yang membawakan pesanan mereka datang.     

"Oh iya aku hampir lupa, Jack dengan ingatan Alan itu bagaimana sifatnya? Apa dia masih arogan seperti dulu?"tanya Linda penasaran sambil menikmati pizza yang baru saja diantarkan pelayan.     

Anne menyeka bibirnya menggunakan sapu tangan. "Kau pasti tak akan percaya Linda, aku lelah menghadapi sifat ajaibnya yang berubah-ubah itu."     

"Sifat ajaib yang berubah-ubah, apa maksudnya?"     

"Kadang dia baik, kadang romantis, kadang menyebalkan dan kadang sangat posesif. Itu semua membuatku gila, dia itu seperti permen karet. Tak pernah mau lepas dariku jika berada di rumah,"jawab Anne frustasi mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini ia tahan.     

"Kalau kau sudah tahu kenapa kau mencoba terus melarikan diri dariku Anne?"     

Suara seseorang yang sangat Anne hafal membuatnya hampir tersedak, padahal ia tak makan apapun. Seketika tubuhnya pun membatu, namun ia masih mencoba berpikir jernih karena yakin kalau seseorang yang ia kenal saat ini sedang berada ratusan mill jauhnya. Akan tetapi keyakinan Anne pun langsung hilang saat tiba-tiba seorang pria berpakaian rapi tiba-tiba melingkarkan tangannya ke pundak Anne.     

"Apa kehadiranku merusak suasana hatimu istriku?"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.