INDIGO

#Pergi Ke Sebuah Tempat (Wentira)



#Pergi Ke Sebuah Tempat (Wentira)

2Terkadang Waktu Tidak Memberi Tahu Kapan Berlalu      

--------------------     

"Kenapa?" tanya Moza bingung kepadaku, ada saat menyadari bahwa aku terdiam di hadapannya.      

"Hei, kamu gak papa kan?"      

Aku terkesiap pada saat Moza menepuk pundak ku.      

"Ah iya aku gak papa, sekarang setelah ini kita mau kemana?"     

Tanyaku padanya sambil merapikan baju yang aku sudah kenakan. Sambil melihat motif-motif tribal yang ada di bajuku sekarang.      

Moza mengajakku untuk mengikutinya, tidak tahu akan kemana setelah ini namun aku hanya mengikutinya saja.     

Mereka berdua berjalan menyusuri sebuah jalan raya yang begitu ramai menuju ke sebuah tempat yang tentunya belum di ketahui oleh Ejh. Dimana jalan yang mereka berdua lalui, mengantarkan ke sebuah tempat yang mungkin bisa di bilang sakral dan jarang sekali bisa di masuki oleh orang lain, kecuali penduduk asli dari Wentira ini.      

Dan ini adalah kali pertama sebuah pengalaman yang akan di dapatkan oleh Ejh selama dia berada di kota Wentira ini.      

Hmm apakah aku yang merasa aneh, atau memang aneh. Batin Ejh terus menerus beradu di dalam hatinya ketika setiap dia berpapasan dengan penduduk asli Wentira, Ejh selalu di pandang dengan tatapan tajam dan ambigu.      

Itu yang membuat Ejh menjadi bingung dan bimbang. Terlebih dia mengingat dengan benar, tentang apa yang Moza jelaskan kepada Ejh pada waktu sebelum memasuki gerbang di gang tadi.      

Apakah benar bahwa ini adalah sebuah undangan? Atau hanya tipuan semata, agar aku bisa tinggal dan menetap disini?      

Lantas Ejh langsung menghentikan langkahnya, disertai dengan wajah murung menunduk. Moza yang mengetahui bahwa ada yang tidak beres dengan Ejh, dia langsung mendekati Ejh dan bertanya padanya.      

"Hei, ada apa lagi?".     

"Mengapa aku masih begitu ragu akan keberadaanku disini! Apakah aku benar-benar bisa kembali ke duniaku?" ungkap Ejh dengan khawatir.      

"Hmmm" mendesah dengan nafas berat.      

"Kamu tenang saja, dan jangan risau ataupun khawatir. Karena aku bisa jadi jaminanmu untuk kamu bisa pulang kembali ke tempatmu! Aku berjanji padamu!" ucap Moza mengikrarkan sebuah janji dengan saling memegang pergelangan tangan dari Ejh.      

Hmmm aku bisa merasakan hatiku bergetar pada saat dia mengucapkan hal tersebut, jadi dia benar-benar mengatakan hal yang jujur. Aku bisa percaya dengan Moza.      

Pikiran Ejh mulai tenang dan mereda pada saat merasakan bahwa Moza benar-benar berniat baik padanya dan Ejh bisa merasakan rasa itu.      

Ejh hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah tempat yang Moza belum sebutkan namanya itu.      

Kali ini aku benar-benar harus percaya dengan apa yang Moza katakan. Karena aku benar-benar bisa merasakan bahwa dia berkata jujur pada saat aku meragukan apa yang diungkapkan sebelumnya. Namun kali ini aku benar-benar mencoba harus percaya dengan apa yang dikatakan oleh Moza. Aku berjalan bersamanya menuju ke sebuah tempat yang aku masih belum tahu di mana dan apa namanya tempat tersebut. Pada intinya dia mengajakku sebuah tempat yang jarang sekali atau mungkin orang luar tidak pernah menuju kesana, kita juga mengatakan bahwa hanya segelintir dari orang Wentira yang bisa memasuki di tempat tersebut.     

Tempat yang sebelumnya berupa jalan raya dan di penuhi oleh rumah yang sangat-sangat mewah sekarang menjauh dari kerumunan kota mereka berdua menuju ke sebuah tempat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Dimana tempat tersebut merupakan puncak tertinggi di bagian kota Wentira.     

Aku terdiam sejenak pada saat aku sudah bisa melihat sebuah monumen yang sangat tinggi dihadapanku sekarang. Memang terlihat dekat dan besar namun Monumen yang aku lihat ini jaraknya masih sangat jauh dengan dimana aku berdiri saat ini. Monumen tersebut berwarna emas tentunya dan memiliki sebuah tangga di bagian tengah menuju ke atas dimana di puncak tersebut ada sebuah rumah kecil yang mirip sekali dengan kelenteng.     

Namun aku belum bisa memastikan Apakah itu kelenteng atau bukan. Yang selanjutnya aku amati adalah bangunan tersebut berbentuk segitiga namun tidak lancip, karena di atasnya atapnya adalah datar jadi lebih tepatnya ini berbentuk seperti segitiga yang bagian ujung atasnya dipotong menjadi rata. Di bagian sisi samping kanan kirinya tidak dihiasi oleh apapun atau tumbuhan ataupun ornamen apa, di bagian sampingnya hanya merupakan tembok tebal datar lurus sama kaki yang menghiasi tangga yang berada di tengah-tengahnya itu.     

"Aku belum bisa menyebutkan nama tempat itu apa namanya yang jelas Kamu sudah tahu bahwa tujuan kita setelah ini adalah kesana! " seru Moza sambil menunjuk ke arah bangunan tersebut.     

Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan perlahan dan mengikutinya berjalan menuju ke tempat tersebut. Aku mau lihat kanan dan ke kiri di area sekitar ku ini adalah sebuah Padang rumput yang sangat luas. Tidak ada bangunan yang berada disini kecuali bangunan yang akan kami tuju yang aku Jelas kan tadi.     

Jangan salah berimajinasi bahwa Padang rumput yang berada di sebelah kanan kiriku ini merupakan padang rumput berwarna emas. Bukan hijau atau kuning namun pada rumput yang berada di sebelah kanan juga kiriku ini berwarna emas. Aku tidak tahu apakah itu emas asli atau bukan namun yang jelas itu bukan urusanku untuk mengetahui bahwa Padang rumput yang berada di sebelah kanan dan juga kiriku itu emas atau bukan, yang jelas mereka berwarna emas.     

Sebenarnya ingin dalam hati untuk memetik satu tangkai untuk ku bawa pulang namun rasanya itu tidak mungkin sekali. Karena Moza saja sudah menjelaskan bahwa di saat kita mengambil barang-barang yang berada di kota ini maka kita tidak akan bisa pulang selamanya. Daripada aku tidak bisa pulang Mendingan aku menuruti semua perkataan yang diucapkan oleh Moza.     

Semakin lama kami berjalan semakin dekat juga bangunan itu berada dihadapanku sekarang. Yang tadinya aku bisa melihat dari kejauhan bahwa itu satu pandang lurus dengan ku, namun sekarang bangunan Itu tampak lebih tinggi dan besar di hadapanku. Sehingga kalau aku mau melihatnya harus mendongakkan kepalaku.     

"Setelah ini kita akan menaiki 1001 anak tangga yang yang berada di bangunan itu!"     

Ujar Moza yang langsung membuatku membuka mulutku dan tidak langsung menutupnya.     

1001 anak tangga? Yang jelas saja naik 20 tangga saja udah sangat kecapean sekali apalagi 1001 anak tangga. Ini benar-benar gila menurutku bagaimana aku bisa kuat sampai naik ke sana.     

"Ada apa?" Tanya Moza yang membuyarkan lamunanku.     

"Aku tidak apa-apa Ayo kita langsung jalan saja!" Jawab ku seketika pada Moza.     

Aku tidak tahu Apakah aku benar-benar bisa meringankan tubuh ku berada di kota ini? Atau aku tidak bisa sama sekali meringankan tubuhku. Karena seharusnya jikalau aku astral projection maka aku bisa berbuat sama aku dan bisa melakukan hal yang lebih lebih lebih jikalau Aku sedang berada di dalam posisi Rohku.      

Aku akan mencobanya!     

------------------     

"Aku tahu bahwa kamu akan melanjutkannya!" ujar Awan Menimpali.      

"Ya pastilah aku lanjutkan, kalau aku berhenti bagaimana aku mau cerita hehehe!" balasku sambil Terkekeh...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.