INDIGO

#Risau



#Risau

0Di Saat Kita Takut Akan Hal Yang Besar, Maka Beranilah Untuk Menerjangnya.     

--------------------     

Aku terbangun karena bunyi alarm yang aku sudah set sebelumnya.     

07.30 Am.     

Aku duduk di ranjang, menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.     

Badanku sakit semua, berasa habis olahraga lari maraton dan sit up.     

Punggung agak nyeri, leherku juga.     

Aku duduk di tepi ranjang sambil membuka pakaianku. Ku berdiri dan mengambil handuk di gantungan pintu. Aku mau mandi sebelum pulang ke Batu lagi.     

Ku melihat sekeliling namun cuma ada ibuk saja di dapur sedang sibuk menyelesaikan masakannya untuk sarapan pagi.     

"Buk kak Emi dimana?" Kutanya sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.     

"Tadi pagi-pagi udah balik ke rumahnya", sambil menyuapiku sesendok nasi goreng yang masih panas dalam proses pemasakan...     

"Uhhh panas buk!" Sambil ku tutupi nasi yang masih panas di dalam mulutku.     

"Tapi enak buk!"     

Sambil ku acungkan jari jempol kepadanya.     

"Buk ayah dimana?" Sambil ku balikkan badanku lagi.     

"Yo nyari rumput buat makan sapimu itu" sibuk mengaduk-aduk nasi goreng yang sedang di gorengnya.     

"Ahh ok" aku langsung masuk ke kamar mandi untuk mandi.     

"Bukkkk!!!" Aku berteriak dengan keras.     

"Ada apa to?" Sahut ibuk dari dapur.     

"Airnya dingin. Ada air panas gak buk?" Nada manja     

"Tunggu situ, ibuk ambilin!"     

"Buka pintunya" ketukan pintu keras.     

"Wes buk, sampeyan minggiro tak ambile aire. Taruh di depan pintu nggeh!"     

"Yaya, wes ndang!" Terdengar tapak kaki yang menjauh dari kamar mandi.     

Ku buka pintu perlahan dan ku ambil air panas yang sudah di siapkan ibuk didalam ember depan pintu.     

Aku mandi dengan cepat, karena aku juga harus segera balik lagi ke Batu.     

Selesai mandi aku langsung berganti pakaian warna hitam. Dimana ini kaos kesukaanku, warna hitam ada sebuah tulisan WARRIOR di bagian dada. Tulisannya Glow In The Dark karena terbuat dari fosfor.     

Ku berkaca untuk menyisir rambutku.     

Saat mataku terkunci dengan mataku yang ada di cermin aku langsung terdiam dan melihat wajahku sendiri lebih lama.     

Saat pandanganku terkunci aku mulai melihat ada gerakan yang berbeda di dalam cermin.     

Setelah agak lama, aku langsung menggeserkan kepalaku ke sebelah kiri. Namun bayanganku yang ada di cermin tidak bergerak sama sekali, aku yang ada di cermin masih diam dengan posisi yang sama.     

Aku mundur beberapa langkah namun yang di cermin masih diam.     

Aku dekati perlahan dan aku menyentuhnya.     

Saat ku sentuh, tiba-tiba yang di cermin bergerak mundur. Aku langsung terkejut dan jatuh kebelakang.     

Nafasku tidak beraturan karena kaget yang wow banget.     

"Ejh kamu kenapa nak?"     

Terdengar suara ibu dari balik pintu kamarku. Gimana gak tanya karena aku terjatuh menabrak meja sebelah lemariku. Hingga membuat suara gaduh yang riuh.     

"Gak papa buk, cuma hp ku aja jatoh barusan!"     

Sambil aku memegangi punggungku karena kurasakan encok saat aku jatuh barusan.     

"Owh Yowes buruan bentar lagi udah mau berangkat to!"     

"Iya buk!"     

Aku bangkit berdiri dan ku intip kaca, hmmm ternyata sudah kembali normal lagi. Lain kali males ah kalau mau ngaca lama-lama ntar kayak gitu lagi bikin shock.     

Ku periksa semua barang bawaanku dan bersiap untuk berangkat.     

"Buk ayah udah siap tah?" Sambil ku menoleh ke kanan dan kiri melihat lorong dari pintu kamar.     

"Loh, hayo harus sarapan dulu. Baru berangkat!" Kudengar suara ibuk dari arah dapur.     

"Ahh iya iya"     

Ibu selalu tahu saja kalau aku gak boleh telat makan hehe.     

Ku taruh tasku di ruang tamu, dan aku langsung bergegas menuju ke dapur untuk sarapan.     

Pada waktu sarapan, aku sengaja menghabiskannya dengan cepat. Karena aku sudah harus kembali ke Batu lagi.     

"Yah udah siap?" Sambil ku cangking tas dan barang bawaanku.     

"Ayo ayah udah siap!" Sambil menyalakan motor di teras.     

"Buk pulang dulu ya, salam buat kak Emi" kucium tangan ibuk dan kucium pipi ibuk.     

"Iya nak hati-hati ya" melambaikan tangan seraya melihat kepergianku.     

Aku membalasnya dengan melambaikan tangan balik dan naik ke motor.     

Perjalanan lima belas menitan sampai di kandangan.     

Ku hirup nafas dalam-dalam dan menjernihkan pikiranku.     

Pada waktu di perjalanan tiba-tiba aku melihat sebuah kilasan melintas di kepalaku.     

Kilasan sebuah pertengkaran hebat. Pertengkaran itu terjadi di rumahku. Namun aku belum jelas siapa yang bertengkar.     

Aku mencoba melihat lagi lebih dalam.     

Semakin aku mencoba untuk melihatnya, semakin kabur kilasan itu.     

Aku mendengar suaranya,     

"Dasar penghianat!!!"     

"Utang dimana-mana!!!"     

"Selihngkuhhhhh!!!"     

Suara itu kudengar tidak jelas. Namun aku juga melihat sebuah rapat yang di datangi oleh banyak orang disana.     

"Fitnah!!!"     

Ayahku hanya diam, ibuk berdiri dan mengatakan banyak hal tapi tidak bisa aku dengar dengan jelas.     

Aku terus mencoba untuk menggali lebih dalam akan apa yang sebenarnya akan terjadi. Kareba aku rasa ini adalah sebuah kilasan yang akan terjadi suatu hari nanti.     

"Nak udah sampai itu bis nya" sambil menepuk pundakku pelan.     

Aku langsung tersadar dari sebuah kilasan yang baru saja aku lihat.     

"Ahh iya yah!" ku Salim dan cium tangannya seraya aku masuk ke dalam bis.     

Aku melihat ayah dari jendela dan melambaikan tangan salam perpisahan padanya.     

Ayah menungguku sampai bis ini jalan. Menunggu hanya hitungan menit, bis pun jalan.     

Ku lihat ayah yang hanya tersenyum lebar melihat kepergianku kembali lagi ke Batu.     

Kumemalingkan wajah dan melihat ke arah depan.     

Saat aku hanya duduk sendirian aku langsung teringat dengan pesan terakhir Awan, sebelum aku kembali ke tubuhku lagi.     

Okay saatnya ini mencoba untuk memanggilnya. Sudah sangat lama rasanya aku tidak memanggilnya.     

Kupejamkan mataku perlahan, dan ku memanggilnya menggunakan telepati dengan perlahan.     

"Awan dimana kamu?" sambil aku menunggu sebuah jawaban darinya. Namun tidak ada jawaban. Kuputuskan untuk memanggil yang kedua kalinya.     

"Awan dimana kamu?" aku diam sebentar menunggu, karena tidak ada jawaban. Ku coba untuk membuka mataku perlahan.     

"Aaaaa!!" jeritku melengking. Kamu tahukan kalau aku ini adalah orang yang kagetan. Kumelihat juga banyak orang di sekitarku kaget melihatku.     

Gimana gak kaget coba, Awan muncul langsung di depan wajahku. Jadi wajahnya kita saling tatap menatap dengan jarak yang dekat.     

Ya kan gak sengaja kalau aku tiba-tiba teriak, karena aku melihat wajahnya bukan wajah yang biasanya. ...     

Ku pejamkan lagi mataku dan konsen untuk pada tingkatan tiga, agar tidak memperiuh yang lainnya.     

"Awan selalu deh kebiasan!" ku sandarkan dudukku dan lebih merilekskan diri.     

"Ya maaf" seraya duduk di sebelahku.     

Aku langsung bangkit menoleh ke arahnya lagi.     

"Ini beneran kamu kan!" kupandangi wajahnya dan ku absen dari atas hingga bawah.     

"Ya iyalah, ini aku" karena aku kesenangan aku langsung berniat untuk memukul pundaknya.     

"Aww" kurasakan setruman kecil menjalar di tanganku.     

"Nyesel gue nyentuh kamu!"     

"Salah siapa coba. Hehehe" ku memperhatikan dia sejenak. Rindu tambah senang rasanya hatiku karena bisa melihat dia seperti bahagia sekali karena berhasil mengerjaiku.     

Meski itu membuatku jantungan, tidak ada bandingnya di saat aku bisa melihat dan bisa bertemu dengannya lagi.     

"Awan kamu pergi sangat lama sekali lo!" dia menoleh kearahku saat ku lontarkan pertanyaan itu.     

"Iya, aku sekarang juga melihat kamu sudah banyak berubah. Dari wajahmu juga" balasnya pelan sambil memandangiku.     

"Apakah dia masih mengejarmu terus? " Awan bertanya.     

Aku langsung menoleh dengan cepat saat dia bertanya demikian.     

"Hmm siapa?" kuputar bola mataku mencoba mengingat siapa kira-kira yang mengejarku.     

"Makhluk akar itu!"     

Aku langsung terdiam saat Awan menanyakan hal yang sangat anti sekali aku bahas.     

"Hhhmm iya, masih. Sampai sekarang!" kumencoba menyembunyikan rasa takut yang mengakar di pikiranku.     

Saat ku menjawabnya, dia diam tertunduk ekspresinya seperti merasa bersalah gitu. Kelihatan dari raut wajahnya. Namun aku tidak mau mengejudge terlebih dahulu sebelum aku tahu yang sebenarnya...     

"Kenapa memangnya?" kutanyakan padanya.     

"Hmm aku cuma takut saja!"     

Melihat ke arahku pelan.     

"Takut kenapa?"     

"Dengan Para Pencari yang memburuku" jawabnya lemas.     

Aku langsung mendongakkan kepalaku dan mengambil nafas dalam-dalam. Hmmm sudah ku duga.     

---------------------     

Apakah aku bisa mengakalinya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.